Kades Mergosari di Sidoarjo Hentikan Ibadah Jemaat GPdI Tarik

Alasannya karena tak ada IMB

Sidoarjo, IDN Times - Kepala Desa (Kades) dan masyarakat Desa Mergosari, Kecamatan Tarik, Sidoarjo menghentikan kegiatan peribadatan umat Kristiani saat sedang ibadah di Rumah Doa Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI) pada Minggu (30/6/2024).

Penghentian tersebut disebut karena gereja tak memiliki izin. Sehingga kades dan warga setempat menghentikan jemaat yang sedang ibadah.

1. Ibadah terhenti, Kades tanyakan soal IMB

Kades Mergosari di Sidoarjo Hentikan Ibadah Jemaat GPdI Tarikilustrasi pria memegang berkas di depan laptop (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Gembala sidang GPdI Tarik Pendeta Yoab Setiawan mengatakan, pihak desa datang untuk menghentikan kegiatan. Padahal saat itu, tengah ada ibadah pemberkatan pernikahan.

"Di tengah ibadah, Pak Kades datang, saya di atas mimbar saya turun. Saya tanya ada apa pak, dia bilang, saya kan sudah bilang jangan ada peribadatan di sini,” kata Yoab

Yaob dan istrinya pun dibawa ke warung dekat gereja. Mereka merasa diintimidasi oleh Kades dan sejumlah warga. Saat itu, Kades meminta agar IMB bisa diserahkan ke Pemdes Mergosari.

“Saya bilang tidak ada kalau sekarang. Karena memang kita belum ada. Kalau SKTL ada,” ungkapnya.

Baca Juga: Eri Cahyadi Dapat Surat Tugas Bacawali Surabaya dari PSI

2. Kegiatan rumah doa PGdI Tarik sudah terdaftar di Kemenag Jatim

Kades Mergosari di Sidoarjo Hentikan Ibadah Jemaat GPdI Tarikilustrasi memberikan keterangan (unsplash.com/Van Tay Media)

Yaob pun menjelaskan bangunan tersebut bukan gereja, melainkan rumah ibadah. Keberadaan mereka telah terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag) kantor wilayah (Kanwil) Jatim dan sudah ada dua tahun terakhir.

Di Kemenag Kanwil Jatim mereka telah teregister dengan nomor: 20432/Kw.13.08/12/2023 dan ditandatangani oleh Kepala Kanwil Pembimas Kristen Luki Krispriyanto pada 7 Desember 2023 lalu.

Yaob pun merasa heran mengapa kades dan masyarakat merasa terganggu dengan adanya mereka. Selama melaksanakan ibadah, masyarakat di sekitar bangunan tersebut baik-baik saja, termasuk RT hingga karang taruna setempat.

"Selama kami ibadah tidak ada gangguan apapun, warga sekitar gak ada masalah. Kunci rumah doa ini malah dipegang sama ketua RT. Warga sekitar gak ada masalah,” kata Yoab.

Yaob menjelaskan, mereka telah teregister Kemenag Jatim karena telah memiliki surat domisili dari desa tempat mereka berada. Mereka telah mendapatkan SKTL dari Kemenag Jatim dan sudah diberikan kepada pemerintah desa.

"Saya urus surat domisili dan keluarlah surat SKTL Pinmas Kemenag Kanwil Jatim, Kan persyaratannya surat domisili,"

Setelah izin itu diberikan, ternyata masalah berikutnya adalah kepala desa mempermasalahkan kegiatan mereka yang dilakukan setiap minggu. Yaob pun menjelaskan, bahwa rumah doa tersebut sama seperti musala atau langgar.

"Rumah doa kok setiap minggu dipakai, ya saya jelaskan itu kayak langgar, seminggu sekali paling lama dua jam. Terus tanya, lah kok banyak orang dari luar daerah, luar daerah mana ya masih satu Kecamatan Tarik," ujarnya.

Yaob pun berasumsi, apa yang diminta Kades hanya untuk melarang kegiatan ibadah jemaat GPdI Tarik. Seperti misalnya melarang mobil parkir di depan gereja, padahal RT setempat saja membolehkan.

“Banyak hal larangan yang diberikan. Seperti tidak boleh parkir mobil di depan gereja," jelas dia.

3. Kades berdalih masyarakat bertanya tentang status gereja

Kades Mergosari di Sidoarjo Hentikan Ibadah Jemaat GPdI Tarikilustrasi berkas (Pixabay.com/Mohamed_hassan)

Sementara itu, Kades setempat, Eko Budi Santoso mengungkapkan, pihaknya hanya memfasilitasi keluhan masyarakat. Masyarakat mempertanyakan status bangunan rumah doa tersebut. Sejauh ini dia dan masyarakat tidak melarang mereka untuk beribadah.

"Saya pribadi dan pemerintahan desa, hanya memfasilitasi keluhan masyarakat tentang keberadaan bangunan, kami dan masyarakat tidak mempermasalahkan ibadah bagi pemeluk agama selain muslim," ujarnya.

“Saya ditelepon masyarakat. Mereka mempertanyakan itu bangunan apa. Kenapa ramai di sana. Saya pun kemarin minta hari ini diserahkan IMB-nya,” imbuhnya.

Eko mengaku tidak mengetahui tentang SKTL rumah doa GPdI Tarik itu. SKTL itu tidak pernah diberikan kepadanya. Bahkan, ia menegaskan, pengurusan izin beribadah itu dilakukan sebelum ia menjabat sebagai kepala desa.

“Saya belum menerima (SKTL), (ada) izin domisili, saya menerapkan, siapa pun yang ingin tinggal di sini harus mengurus surat domisili. Karena yang kita khawatirkan, kalau terjadi sesuatu kita gak tahu orang mana,” jelas dia.

Baca Juga: Diarahkan Kaesang, Hendy Setiono Ambil Formulir di PSI Surabaya

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya