Eri Sebut Pembayaran Parkir via QRIS Tingkatkan Pendapatan Jukir

Selain untuk menyelamatkan PAD yang bocor

Surabaya, IDN Times - Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menyebut pembayaran parkir menggunakan QRIS selain agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak bocor karena parkir liar, juga bertujuan meningkatkan pendapatan juru parkir (jukir). 

Seperti diketahui, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Perhubungan (Dishub) menerapkan kebijakan pembayaran non-tunai pada seluruh titik parkir Tepi Jalan Umum (TJU). Pembayaran non-tunai melalui QRIS ataupun voucher tersebut, diterapkan secara bertahap di 1.370 titik parkir TJU se-Kota Surabaya.

Namun kebijakan tersebut, mendapat penolakan dari Paguyuban Juru Parkir Surabaya (PJS) di Jalan Tunjungan. Alasannya, paguyuban merasa kurang dengan bagi hasil parkir 60 dan 40 persen. Dimana dari pendapatan 40 persen itu, 35 persen untuk Juru Parkir (Jukir) dan 5 persennya untuk Kepala Pelataran (Katar).

Eri menilai PJS belum mengerti maksud dan tujuan dari kebijakan parkir non-tunai. Padahal, tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan jukir secara jelas dan transparan. 

"Karena saya melakukan parkir dengan QRIS atau parkir berlangganan ini untuk menaikkan pendapatan mereka (jukir) secara jelas. Jadi kalau (misalnya) dia (Jukir dapat) 40 persen di wilayah itu, misalnya pendapatan Rp1 juta, maka dia bisa membawa pulang Rp400 ribu per hari," kata Eri, Rabu (10/1/2024).

Dengan model parkir non-tunai, pendapatan jukir tidak perlu lagi dipotong-potong oleh pihak lain. Seperti misalnya adanya dugaan pemotongan dari anggota Dishub atau pihak yang lain. Sebab, setiap pendapatan jukir ke depan akan langsung masuk ke dalam rekening masing-masing.

"Jelas kan, tidak dipotong-potong. Nah, dengan model parkir berlangganan atau non-tunai seperti QRIS atau voucher, saya ingin memastikan satu orang (jukir) ini dapat berapa. Kalau begini kan jelas, dapat Rp400 ribu, dapat Rp300 ribu. Jadi siapa yang bermain kelihatan nanti," ujar Eri. 

Oleh sebabnya, Eri tidak mempermasalahkan apabila Paguyuban Jukir Surabaya menolak rencana pembayaran parkir melalui non-tunai. Sebab, yang bertugas untuk menjaga kendaraan parkir adalah jukir.

"(Paguyuban menolak) ya tidak apa-apa, Jukir-nya tidak (menolak). Jukir-nya yang jalan, nanti paguyuban kita ajak bicara. Surabaya kan selalu bermusyawarah," jelasnya.

Di samping itu, Eri menegaskan bahwa tidak ada pihak yang bisa mengklaim memiliki lahan parkir di Tepi Jalan Umum. Karena lahan itu adalah milik pemerintah yang telah diatur dalam Undang-undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP)

"Tidak ada yang punya lahan, ada UU nya, ada PP nya. Setiap tempat usaha itu adalah dia punya pajak parkir, setiap usaha harus menyediakan tempat parkir," ungkap dia.

Eri pun berharap semua pihak memahami, kebijakan pembayaran parkir non-tunai adalah untuk mensejahterakan jukir. Selain itu, kebijakan ini sekaligus untuk mencegah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui retribusi parkir. 

"Yang menentukan kebijakan itu adalah aturan Undang-undang. Ini (lahan parkir) milik pemerintah semua, jukir mau jalan, ya tidak apa-apa. Sekarang paguyuban, pertanyaan saya ada kepentingan apa (menolak), karena sudah jelas ini buat mensejahterakan juru parkirnya," tegas dia.

Ia tak menginginkan pendapatan jukir setiap hari harus dipotong lagi setelah mendapatkan 35 persen. Karenanya, dengan kebijakan ini, ia berharap, pendapatan jukir menjadi lebih jelas dan transparan tanpa ada pemotongan lagi dari pihak-pihak lain.

"Jangan dapat (sehari) Rp400 ribu lalu mungkin dipotong (oknum) Dishub berapa, si A berapa. Kalau pikiran saya adalah bagaimana mensejahterakan Jukir-nya. Makanya paguyuban juga harus berpikir kesejahteraannya Jukir seperti apa," pungkas dia.

Baca Juga: Alasan Jukir Tunjungan Surabaya Tolak Pembayaran Parkir Pakai QRIS

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya