Alasan Jukir Tunjungan Surabaya Tolak Pembayaran Parkir Pakai QRIS

Jukir merasa pembagiannya tidak adil

Surabaya, IDN Times - Viral di media sosial, juru parkir (Jukir) Jalan Tunjungan bersitegang dengan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya. Hal itu karena jukir menolak pembayaran parkir menggunakan QRIS

Diketahui Pemerintah Kota (Pemkot) tengah mensosialisasikan pembayaran parkir menggunakan QRIS. Hal ini untuk mencegah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena parkir liar. 

Lewat pembayaran QRIS, Pemkot akan membagi 60-40 persen. Dimana 40 persen tersebut, dibagi 5 persen untuk Kepala Pelataran (Katar) dan 35 persen untuk jukir. Sedangkan 60 persen masuk ke Pemkot Surabaya. Namun, pembagian itu ditolak oleh jukir. 

1. Jukir bilang pembagian hasil parkir pakai QRIS tidak adil

Alasan Jukir Tunjungan Surabaya Tolak Pembayaran Parkir Pakai QRISPembayaran parkir via QRIS diterapkan di Surabaya. (IDN Times/Khusnul Hasana)

IDN Times pun menemui salah seorang jukir di Jalan Tunjungan, Faisal (24). Faisal ikut menolak sistem pembayaran menggunakan QRIS. Menurutnya pembagian itu tidak adil. 

"Menyusahkan soale (soalnya menyusahkan), teko (untuk) dishub 60 persen aku (dapat) 35 persen. Nek misal oleh  Rp200 ribu  aku oleh Rp60 ribu, Dishub Rp110 ribu  (kalau misal sehari dapat Rp200 ribu, aku jadi dapat Rp60 ribu, untuk Dishub Rp110 ribu)," ujar Faisal. 

Baca Juga: Parkir via QRIS Tetap Bagi Hasil ke Paguyuban Jukir

2. Biasanya jukir menyetor Rp40 ribu perhari kepada Dishub

Alasan Jukir Tunjungan Surabaya Tolak Pembayaran Parkir Pakai QRISJuru parkir di Surabaya. (IDN Times/Khusnul Hasana)

Padahal biasanya, Faisal menyetor Rp40 ribu perhari kepada Dishub. Baik saat kendaraan ramai ataupun sepi. 

"Setiap hari dikasih 8 karcis untuk mobil dan 8 karcis untuk motor, jadi 16 lembar karcis. (Setor karcis) Rp40 ribu (sehari) kalau malam beda lagi, saya shift pagi," katanya. 

Dalam sehari, biasanya Faisal  mendapat uang parkir sekitar Rp150 perhari. Paling banyak ia mendapat  Rp200 ribu saat ramai. 

"Tarifnya, motor Rp2 ribu kalau mobil Rp5 ribu," jelas Faisal. 

Faisal bilang, penetapan pembayaran QRIS tak ada pembicaraan terlebih terlebih dahulu dengan jukir. Sehingga, para jukir langsung menolak. 

3. Jukir berharap pembayaran tetap manual

Alasan Jukir Tunjungan Surabaya Tolak Pembayaran Parkir Pakai QRISJuru parkir menata motor di tepi jalan Surabaya. IDN Times/Khusnul Hasana

Ia pun berharap, pembayaran parkir tetap dilakukan manual tanpa menggunakan QRIS. Ia tak mengapa bila setoran yang diberikan kepada Dishub dinaikan. 

"Manual ae (manual saja) kalau bisa gak pakai Qris, kalau mau dinaikan aja setorannya gak papa," jelas dia.

Bila harus tetap menggunakan QRIS, ia berharap pembagian kepada jukir harus adil. Ia ingin jukir mendapat 60 persen, dan Dishub 40 persen. 

"Penginnya dapat 60 persen, gae (untuk)  Dishub 30 persen. Seng kerjo iki aku mbak. Dishub meneng ae (yang kerja saya, Dishub diam aja)," pungkas dia. 

4. Pemkot Surabaya terapkan pembayaran parkir via QRIS

Alasan Jukir Tunjungan Surabaya Tolak Pembayaran Parkir Pakai QRISWali Kota Surabaya, Eri Cahyadi. (IDN Times/Khusnul Hasana)

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala UPTD Parkir Tepi Jalan Umum Dishub Kota Surabaya, Jeane Mariane Taroreh mengatakan, pihaknya mulai menerapkan pembayaran retribusi parkir TJU melalui QRIS pada Minggu malam, 7 Januari 2024.

"Parkir Tepi Jalan Umum di data eksisting kami (ada) 1.370 an titik. Harapannya bisa dilaksanakan dengan digitalisasi, dengan QRIS," kata Jeane Mariane, Selasa (9/1/2024).

Namun, Jeane menyebut, penerapan retribusi parkir melalui QRIS tidaklah mudah. Sebab, penerapan QRIS sempat mendapat penolakan dari Paguyuban Jukir Surabaya (PJS) saat pihaknya melaksanakan sosialisasi di Jalan Tunjungan pada Senin, 8 Januari 2024.

"Kami sudah coba (Minggu malam) dan kemarin (Senin) ada penolakan untuk penerapan sistem (QRIS) tersebut," ujar Jeane.

Ia menjabarkan bahwa Dishub Surabaya menerapkan bagi hasil retribusi 60-40 persen dalam pembayaran QRIS. Dimana 40 persen tersebut, dibagi 5 persen untuk Kepala Pelataran (Katar) dan 35 persen Jukir. Sedangkan 60 persen masuk ke Pemkot Surabaya.

"Untuk yang QRIS kami menerapkan bagi hasil 60-40 (persen). 40 persen itu dibagi, 5 (persen) untuk Katar dan 35 persen Jukir. Jadi Jukir sudah (ada) penambahan 15 persen," paparnya.

Menurut dia, Jukir menolak pembayaran dengan QRIS karena mereka beralasan kurang dengan bagi hasil 35 persen. Padahal, kata dia, pembagian 35 persen itu telah naik dari sebelumnya 20 persen.

"Setelah naik dari 20 persen itu, (Jukir) merasa kurang apabila menerima 35 persen. Misalnya sehari dapat Rp 100 ribu, berarti dengan Rp 35 ribu dan tidak cukup untuk beli beras, itu jawaban mereka," sebutnya.

Jeane mengungkapkan bahwa sekitar 80 persen anggota PJS di Jalan Tunjungan Surabaya terdaftar di Dishub. Paguyuban Jukir ini pun meminta agar difasilitasi untuk bisa bertemu Kepala Dishub atau Wali Kota Surabaya.

"Harapan kami untuk parkir TJU supaya ada titik temu, formulanya bagaimana selain QRIS, voucher, maupun virtual account," jelas dia.

Selain menerapkan pembayaran melalui QRIS, pihaknya juga berencana menerapkan formula lain dengan voucher atau parkir berlangganan. Jeane menyatakan telah menghitung potensi pendapatan parkir melalui kedua formula tersebut.

"Kami sudah hitung potensinya, kami buat virtual account. Intinya tidak ada fisik, untuk parkir berlangganan kami hitung kapasitasnya, turn over per hari berapa, dikali satu bulan. Nanti jadi parkir berlangganan dan itu pembayaran dengan virtual account," katanya.

Baca Juga: Biar PAD Surabaya Tak Bocor, Bayar Parkir Bisa Pakai QRIS

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya