Penerima KIPK: Memang Kenapa Kalau Kita Punya Sumber Penghasilan Lain?

Bolehkah penerima KIPK punya pekerjaan?

Surabaya, IDN Times  - Polemik tentang bantuan untuk mahasiswa dengan keterbatasan ekonomi, Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK) terus menjadi perbincangan akhir-akhir ini. Mulanya, kasus ini mencuat di Universitas Diponegoro atau Undip. Beberapa mahasiswa penerima KIPK ketahuan umbar gaya hidup hedon di media sosial. Belakangan diketahui beberapa dari mereka ternyata telah memiliki sumber penghasilan tetap. Mereka pun oleh warganet didesak agar segera melepas dana KIPK-nya.

Di lain perguruan tinggi, IDN Times menemui salah satu mahasiswa penerima KIPK bernama Yuyun (21) (nama disamarkan). Ia merupakan mahasiswi program studi S1 Ilmu Gizi Universitas Airlangga (Unair) angkatan 2021. Ayahnya seorang perangkat desa. Meski begitu, kedua orangtuanya hanya mampu menyekolahkan Yuyun hingga SMA.

"Orangtua kuatnya cuma ngebiayain sampe SMA. Tanggungan orangtua banyak karena di rumah itu aku 7 bersaudara," ujar gadis asal Tuban ini.

Masuk Unair, Yuyun bertemu dengan kawan-kawan lain sesama penerima KIPK. Sudah 6 semester ia habiskan di sana, membuatnya hafal dengan karakter para penerima KIPK di kampusnya.

"Kalau di sini sebenarnya banyak loh yang KIPK tapi juga disambi kerja part time, barista misalnya. Mereka yang kerja itu ya buat dapet tambahan uang makan. Tapi kalau kerja kayak influencer penghasilannya banyak gitu aku belum nemu," ujarnya.

Yuyun menilai tidak ada yang salah dengan mahasiswa KIPK yang memiliki sumber penghasilan dari bekerja. Pasalnya, beberapa penerima KIPK di sekitar Yuyun sudah berhenti menerima uang saku dari orangtua. Apalagi kondisinya saat ini mereka hidup di kota metropolitan seperti Surabaya. 

"Aku sih gak kerja, tapi kalau ada (yang kerja) gak masalah. Surabaya biaya hidupnya tinggi. Malah angkatan 2020 yang kutahu banyak yang sudah gak dapat uang saku dari orangtua. Mau gimana kalau dana KIPK gak mencukupi per bulannya. Masa iya makan nasi kecap terus."

Meski demikian, ada batasan yang diterapkan Yuyun dalam memandang fenomena ini. Seberapa banyak penghasilan yang didapat penerima KIPK menurutnya penting untuk menjadi perhatian. Hedon pun baginya sah-sah saja asal hasil kerja sendiri.

"Kalau yang kerja ini kan buat cari tambahan uang makan. Hedon gak apa apa, sih, lagian anak sini hedonnya juga mentok nongkrong di kafe atau restoran. Gak sampai yang ke luar negeri atau ngonser kayak yang viral di medsos," katanya.

Sementera itu, Direktur Kemahasiswaan Unair Hadi Subhan mengatakan bahwa setiap tahun Unair mendapat kuota KIPK sebanyak 20 persen dari total keseluruhan mahasiswa baru atau sekitar 1.300 mahasiswa. Dari jumlah tersebut, penerima KIPK telah terbagi rata dalam tiga kelompok.

"Yang pertama kategori anak yang sudah pernah terima KIPK di SMA. Yang kedua ada dari keluarga harapan prasejahtera. Selain dua itu sisanya kita terima dari keluarga yang benar-benar tidak mampu dibuktikan dari SKTM dan bukti penghasilan orangtua. Itu semua harus sudah mendapat verifikasi Pemda setempat," terangnya.

Menanggapi soal temuan penerima KIPK yang bekerja, Hadi berujar hal tersebut memang benar tidak diperbolehkan. Kata Hadi, pihak Unair telah membeberkan peraturan KIPK di awal ketika para mahasiswa dinyatakan lolos pendanaan.

"Tapi bukan berarti kami membatasi mahasiswa untuk berusaha menyambung hidup termasuk yang KIPK. Kalau ketahuan sudah mampu ya mereka yang mengundurkan diri atau kami yang mencopot mereka. Kasus terakhir ada anak sudah kerja jadi pramugari mengundurkan diri, dulunya memang tidak mampu."

Hadi juga menambahkan, pihak Unair telah memiliki alat kontrol untuk memantau sejauh mana perubahan kemampuan finansial mahasiswa selama periode pendanaan KIPK. Upaya itu dilakukan melalui adanya grup khusus penerima KIPK yang dikelola mahasiswa untuk mahasiswa sendiri.

"Itu kontrol sosial, kami harapkan adanya grup itu mereka bisa saling pantau. Admin grup dari mahasiswa yang diseleksi fakultas, mereka juga yang nantinya akan membuat laporan pertanggungjawaban secara periodik."

Menurut dia, merancang suatu sistem bukan perkara mudah, selalu akan ada celah di dalamnya. Meski sudah dibuat alat kontrol tersebut, Hadi tidak menampik apabila ada potensi penerima KIPK yang melakukan pelanggaran namun masih lolos dari pantauan. 

"Yang lolos pantauan ya pasti ada satu dua anak. Ya begitulah mbak, namanya sistem pasti ada margin erornya meskipun sudah diusahakan sebaik mungkin," pungkas Hadi.

Baca Juga: Cerita Mahasiswa KIPK, Banyak Teman yang Bergunjing karena Iri

Kayla Jasmine Yasmara Photo Community Writer Kayla Jasmine Yasmara

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya