Pilkada Jalan Terus? Ahli Epidemiologi Unair Soroti Potensi Bahayanya

Bisa terus dijalankan asal semua kegiatan tatap muka hilang

Surabaya, IDN Times - Desakan untuk menunda Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 datang dari berbagai pihak, mulai dari akademisi, organisasi masyarakat, hingga lembaga keagamaan. Meski Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menetapkan bahwa Pilkada terus berlanjut, namun permintaan penundaan pilkada tetap mengalir.

Salah satunya dari ahli epidemiologi Universitas Airlangga, Dr Windhu Purnomo. Ia menilai bahwa Pilkada merupakan "lahan basah" bagi virus corona untuk bisa menulari ke orang banyak. Kerumunan orang dalam jumlah besar tak dapat dihindari dari setiap tahapan Pilkada. Tentunya hal ini akan menjadi bom waktu bagi masyarakat. Tinggal tunggu waktu untuk meledak menjadi klaster Pilkada.

1. Pilkada berpotensi menjadi ajang penularan COVID-19 besar-besaran

Pilkada Jalan Terus? Ahli Epidemiologi Unair Soroti Potensi BahayanyaTim Kajian Epidemiologi FKM Unair Dr. Windhu Purnomo saat konferensi pers di Gedung Negara Grahadi, Jumat (8/5). Dok Istimewa

Windhu berkaca pada tahapan awal pilkada, yaitu pendaftaran bakal calon. Di mana-mana para bakal calon diarak oleh para pendukungnya. Bahkan di Surabaya, masing-masing pasangan membawa ribuan orang dalam rombongannya. Meski tak sampai masuk ke dalam Kantor KPU Surabaya, namun tetap saja kerumunan orang terjadi. Sungguh ngeri menyaksikan ribuan orang berdesakan di tengah pandemik ini.

"Bagaimana mereka memakai maskernya? Tidak benar, ada yang diplorot di bawah hidung, ngomong di depan massanya juga masker tidak dipasang dengan benar. Itu contoh yang sudah terjadi dan tidak diantisipasi oleh Satgas penanganan COVID-19 setempat," tutur Windhu saat dihubungi IDN Times, Rabu (23/9/2020).

Itu baru satu tahapan. Masih banyak tahapan lain menyusul yang berpotensi mengundang kerumunan massa. Meski pasangan calon, partai politik, maupun KPU sudah berusaha untuk mencegah munculnya kerumunan, selama ada kesempatan, maka antusiasme para pendukung tidak bisa terbendung. Apalagi sebentar lagi akan memasuki masa kampanye yang masih memperbolehkan adanya rapat umum.

"Di dalam PKPU yang baru tetap ada peluang untuk kampanye untuk berkerumun. Pertemuan boleh 50 orang, konser musik boleh, semua termasuk debat dan rapat umum boleh sampai 100 orang. Itu semua memberi peluang kerumunan," ungkapnya. 

2. Pilkada tak boleh mengorbankan keselamatan rakyat

Pilkada Jalan Terus? Ahli Epidemiologi Unair Soroti Potensi BahayanyaIlustrasi Pilkada serentak 2020, IDN Times/ istimewa

Windhu mengibaratkan bahwa pilkada dan keamanan masyarakat dari ancaman COVID-19 adalah dua sisi mata uang. Keduanya tak bisa dipisahkan, tak juga bisa mengorbankan salah satu. Ia menilai bahwa pilkada masih bisa ditunda hingga kondisi pandemik COVID-19 di Indonesia sudah bisa terkendali. Yang pasti, momen tersebut bukanlah saat ini, di mana penambahan kasus COVID-19 terus terjadi lebih dari 3.000 orang per harinya di Indonesia.

"Demokrasi dan hak asasi manusia itu dua sisi di satu mata uang. Tidak boleh demokrasi itu malah mengabaikan hak asasi manusia. Kesehatan adalah hak asasi manusia. Gak bisa demi pilkada kita malah mengabaikan hak kesehatan," sebutnya.

Apalagi saat ini beberapa daerah masih berjuang melawan COVID-19. Windhu mencontohkan kondisi pandemik COVID-19 di Jawa Timur yang belum bisa disebut terkendali. Meski ada beberapa daerah yang berubah dari zona merah ke oranye, namun ada juga yang malah sebaliknya. Sebagai contoh, kini angka reproduksi efektif COVID-19 (Rt) di Surabaya masih naik lagi ke angka 1. Padahal, ada 19 daerah di Jatim, termasuk Surabaya yang turut melaksanakan pilkada serentak tahun ini.

"Itu artinya belum terkendali, jadi belum aman. Masih ada potensi lonjakan. Kalau terkendali itu Rt-nya sudah di bawah 1 selama 2 pekan berturut-turut tanpa naik lagi," jelasnya.

Baca Juga: Pakar Epidemiologi Unair: PSBB Kedua Lebih Buruk daripada yang Pertama

3. Jika tetap berlanjut, hilangkan seluruh kegiatan tatap muka

Pilkada Jalan Terus? Ahli Epidemiologi Unair Soroti Potensi BahayanyaIlustrasi Pilkada serentak 2020 (IDN Times/Sukma Shakti)

Meski kini DPR sudah mengetok palu, Windhu masih memberikan sebuah alternatif. Pilkada dapat digelar tahun ini namun dengan benar-benar meniadakan potensi penularan COVID-19. Caranya adalah dengan tidak mengadakan kegiatan tatap muka apa pun mulai rapat umum, debat calon, hingga pencoblosan.

"PKPU harus diubah tidak ada pertemuan satu pun yang boleh pertemuan tatap muka. Pertemuan terbatas kah, debat kah. Gak boleh," ungkapnya.

Pertemuan yang boleh dilakukan hanya untuk alasan esensial saja dan melibatkan sedikit orang. Ia memberi contoh saat debat calon nanti sebaiknya yang datang hanya yang berkepentingan, utamanya paslon serta pimpinan partai. Tidak boleh ada penonton satu pun yang hadir, namun debat harus disiarkan secara langsung sebagai bagian dari demokrasi.

4. Usahakan pemungutan suara tanpa perlu ke TPS

Pilkada Jalan Terus? Ahli Epidemiologi Unair Soroti Potensi Bahayanyailustrasi Pilkada serentak 2020. IDN Times/ istimewa

Selain itu, Windhu juga menyarankan agar proses pemungutan suara bisa dilakukan tanpa perlu adanya pertemuan warga. Ia memberikan contoh sistem pengiriman pos seperti Warga Negara Indonesia (WNI) yang sedang berada di luar negeri. Dengan demikian, warga pun  tak perlu berbondong-bondong meninggalkan rumah dan berkumpul di TPS masing-masing.

"Nah, pakai pos bisa. Kenapa ini gak dicoba sekarang? Atau pakai e-voting. Contohnya Unair. Setiap pemilihan ketua BEM. Beberapa tahun ini sudah gak pakai bilik suara tapi e-voting. Tingkat mahasiswa saja bisa, masak negara gak bisa?" Windhu mengusulkan.

Baca Juga: Lamongan Penuhi 35 dari 74 Indeks Kerawanan Pilkada  

Topik:

  • Dida Tenola

Berita Terkini Lainnya