Khofifah Klaim Jatim Sudah Kuning, Epidemiolog: Kuning-Kuning Delima?

Luarnya kuning tapi ternyata dalamnya merah

Surabaya, IDN Times - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengklaim bahwa sudah tidak ada zona oranye di Jatim. Pernyataan ia lontarkan menanggapi larangan ibadah massal saat Ramadan di zona oranye dan merah yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama.

Khofifah sendiri mendasarkan pernyataannya pada zonasi PPKM Mikro. Berdasarkan data tersebut, Jatim memang sudah bebas dari zona oranye dan merah. Sementara, jika merujuk pada data zonasi Satgas COVID-19 Pusat, masih ada 28 zona oranye di Jatim. Menanggapi perbedaan persepsi ini, Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) mengingatkan bahayanya terlena dengan zonasi semu.

1. Salah zonasi bisa bahaya untuk penentuan kebijakan

Khofifah Klaim Jatim Sudah Kuning, Epidemiolog: Kuning-Kuning Delima?Tim Kajian Epidemiologi FKM Unair Dr. Windhu Purnomo saat konferensi pers di Gedung Negara Grahadi, Jumat (8/5). Dok Istimewa

Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair,  Dr Windhu Purnomo menjelaskan bahwa data zonasi dari Satgas berfungsi untuk menentukan kebijakan pencegahan penularan COVID-19. Semakin tinggi risikonya, maka kebijakan yang harus diterapkan lebih ketat. Windu pun menilai seharusnya Pemprov mengacu pada data zonasi yang dikeluarkan oleh Satgas Pusat.

"Kalau bicara zonasi kan yang resmi tentu yang dari Satgas Pusat dengan menggunakan 14 indikator untuk kabupaten/kota lalu diupdate seminggu sekali. Itu kan yang digunakan sejak dulu hingga saat ini. Itu yang dijadikan patokan, itu yang resmi," ujar Windhu, Selasa (13/4/2021).

Baca Juga: [BREAKING] Menag: Tak Boleh Ada Kegiatan Ibadah Massal di Zona Merah dan Oranye 

2. Zonasi PPKM bisa jadi zonasi semu

Khofifah Klaim Jatim Sudah Kuning, Epidemiolog: Kuning-Kuning Delima?Tim Kajian Epidemiologi FKM Unair Dr. Windhu Purnomo saat konferensi pers di Gedung Negara Grahadi, Jumat (8/5). Dok Istimewa

Zonasi PPKM yang digunakan oleh Khofifah dianggap Windhu sebagai zonasi semu karena tidak mempunyai banyak indikator. Ia mengibaratkan zonasi tersebut seperti buah semangka dan delima. Meski di luarnya berwarna hijau atau kuning, daerah tersebut sebenarnya berwarna merah jika ditelisik lebih jauh. Oleh karena itu, zonasi semu ini bisa membahayakan jika pemerintah salah ambil langkah dan mengentengkan risikonya.

"Kalau kita mau cari enaknya yang paling menguntungkan kita, apa yang kita pakai atau yang kita lihat itu adalah hal yang semu. Misal, sebetulnya daerah kita oranye tapi karena kita menggunakan indikator yang RT RW, jadi kuning, bahkan hijau kan bisa semu. Jangan-jangan hijaunya hijau semangka, kuningnya kuning delima. Kita harus menggunakan yang standar, kita harus percayakan pada Satgas Pusat," terangnya.

3. Harusnya zonasi malah lebih ketat

Khofifah Klaim Jatim Sudah Kuning, Epidemiolog: Kuning-Kuning Delima?Tim Kajian Epidemiologi FKM Unair Dr. Windhu Purnomo saat konferensi pers di Gedung Negara Grahadi, Jumat (8/5). Dok Istimewa

Windhu pun menyarankan agar Khofifah tetap menggunakan zonasi sesuai yang telah ditetapkan Satgas COVID-19. Bahkan, kalau perlu, Khofifah harus lebih memperketat zonasi tersebut dengan menambahkan dua indikator yaitu positivity rate dan Rt. Dengan demikian, kebijakan yang diambil bisa minim risiko.

"Harus selalu ada standarisasi supaya semua sama dan bisa dibandingkan antardaerah. Kalau menggunakan ini, satu menggunakan itu, bagaimana kita akan membandingkan Kalau itu yang kita gunakan ya Jatim masih lebih banyak yang oranye daripada yang kuning," ungkapnya.

Baca Juga: Larangan Ibadah Massal dari Menag, Khofifah: Jatim Tak Ada Zona Oranye

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya