Kasma, Nenek yang Bingung Lantaran Cucunya Terdampak Sistem Zonasi

Nilai nyaris sempurna tapi tak bisa masuk sekolah favorit

Surabaya, IDN Times - Seorang wanita dengan wajah keriput terlihat celingukan di pinggir massa aksi demonstrasi, Rabu (19/6). Ia terlihat menggenggam tangan bocah laki-laki. Sementara tangan satunya meraih kupluk bocah laki-laki lain yang lebih tinggi. Ia adalah Kasma (58), seorang nenek yang ikut demo memperjuangkan nasib cucunya yang terancam sistem zonasi PPDB 2019.

1. Ikut aksi demonstrasi meski bukan anggota komunitas

Kasma, Nenek yang Bingung Lantaran Cucunya Terdampak Sistem ZonasiIDN Times/Fitria Madia

Kasma terlihat ragu-ragu untuk bergabung dengan massa aksi. Terang saja, dia bukan termasuk anggota Komunitas Orang Tua Peduli Pendidikan Anak SMP Se-Surabaya (Kompak). Ia hanya seorang wali murid yang mendengar bahwa orangtua lain akan memprotes sistem tersebut di depan Gedung Negara Grahadi.

"Saya ini barusan habis dari Dinas (Pendidikan Kota Surabaya). Gak ada hasilnya. Bingung saya," ujarnya pasrah.

2. Cucunya tak bisa masuk sekolah negeri meski nilainya tinggi

Kasma, Nenek yang Bingung Lantaran Cucunya Terdampak Sistem ZonasiIDN Times/Fitria Madia

 

Ia tengah memikirkan nasib cucu pertamanya, Faizal Aditya (12) yang baru saja lulus SD. Faizal lulus dengan nilai USBN 37 lebih yang berarti masing-masing mata pelajaran mendapatkan nilai 9. Faizal juga merupakan anak yang rajin. Terbukti, beberapa kali namanya terdaftar sebagai bintang kelas.

"Tapi ini saya bingung. Namanya sudah gak ada di PPDB. Sudah disalip sama yang rumahnya dekat-dekat SMP situ. Padahal nilainya cuma 19 sama 20," sesalnya.

Baca Juga: Komnas Perlindungan Anak: PPDB 2019  Mengebiri Hak Anak! 

3. Sudah tidak diterima meski di sekolah terdekat

Kasma, Nenek yang Bingung Lantaran Cucunya Terdampak Sistem ZonasiIDN Times/Fitria Madia

Faizal merupakan lulusan SDN Tambaksari 1. Rumahnya yang berada di Jalan Jagiran III sebenarnya bukan termasuk daerah pinggiran Surabaya. Namun, rumahnya dengan SMP Negeri terdekat yaitu SMPN 9 berjarak 900 meter. Padahal, batas aman jarak zonasi untuk SMP adalah 700 meter.

"Saya pingin masuk SMP Negeri. Kalau 4 sekolah rekomendasi lainnya yang masuk zona malah jaraknya sudah 1 km lebih semua. Cuma SMPN 9 yang paling dekat dan sekarang sudah kegeser," tuturnya lirih.

4. Tak mampu membiayai sekolah swasta

Kasma, Nenek yang Bingung Lantaran Cucunya Terdampak Sistem ZonasiIDN Times/Fitria Madia

 

Perjuangan Faizal dan keluarganya untuk masuk SMP Negeri bukan hanya mengikuti aksi demonstrasi saja. Sebelum itu, mereka sudah sempat mempertanyakannya ke Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Dengan menaiki motor bergonceng empat, Kasma, Faizal, adiknya, dan Ibu Faizal, sejak pagi mereka sudah mengantre di posko pengaduan Disdik Surabaya.

"Mereka malah kasih solusi masuk swasta. Aku tanya ke dia. Emangnya kamu yang mau bayar? Gitu," ungkap Kasma kesal sambil mengelus-elus cucunya.

Terang saja, orangtua Faizal hanya memiliki usaha binatu di rumahnya. Hasil usaha cukup digunakan untuk makan sehari-hari keluarganya. Biaya pendidikan yang dulu ditanggung negara akan membebani keluarganya apabila Faizal terpaksa masuk sekolah swasta. 

Tentu saja Kasma tak sendiri. Sistem zonasi pada PPDB kini menjadi musabab resahnya wali murid di seluruh Indonesia. Capaian nilai saat ujian nasional tak bisa lagi menjadi tiket masuk ke sekolah negeri unggulan. Peraturan yang mulai diterapkan sejak tahun 2017 ini mewajibkan para siswa memilih sekolah terdekat dengan alasan pemerataan pendidikan. 

Andai pendidikan di negeri ini tak dibangun dengan label "favorit", "unggulan", atau konsep perlombaan lainnya, tentu tak akan ada wali murid yang menangisi sistem zonasi seperti saat ini. 

Baca Juga: Koordinator Aksi Sebut Ada Wali Murid yang Kena Hipertensi karena PPDB

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya