Jurnalis Surabaya Diintimidasi saat Liput Demo, Kapolres Mohon Maklum

Padahal jurnalis dilindungi undang-undang loh

Surabaya, IDN Times - Kekerasan terhadap jurnalis masih menjadi pekerjaan rumah dalam negara demokrasi, Republik Indonesia. Buktinya, hanya dalam satu hari di Kota Surabaya, terdapat 7 kasus tindakan represif baik dari aparat kepolisian maupun dari massa terhadap jurnalis saat sedang bertugas.

Peristiwa ini terjadi saat demontrasi penolakan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja pada Kamis (8/10/2020). Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Surabaya pun merilis 7 kasus intimidasi yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan demonstran.

1. Jurnalis dipaksa menghapus hasil liputan oleh kepolisian

Jurnalis Surabaya Diintimidasi saat Liput Demo, Kapolres Mohon MaklumAksi menolak Omnibus Law di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Kamis, (8/10/2020). IDN Times/Fitria Madia

Kasus yang paling banyak terjadi adalah pemaksaan penghapusan file liputan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Hal ini dialami oleh Fotografer portalsurabaya.com Ahmad Mukti, Jurnalis cnnindonesia.com Farid Miftah Rahman, photo journalist CNN Indonesia TV Agoes Sukarno, photo journalist CNN Indonesia TV Gancar Wicaksono, koresponden CNN Indonesia TV Miftah Faridl, serta jurnalis detik.com Esti Widiyana. Mereka dipaksa untuk menghapus file foto dan video yang menunjukkan aksi aparat kepolisian melakukan kekerasan terhadap demonstran.

“Pertama, saat Agoes merekam polisi yang mengentikan ambulance dan menyeret keluar orang di dalamnya, kemudian menganiayanya. Kedua, saat Agoes merekam penganiayaan yang dilakukan polisi terhadap pengunjukrasa yang tertangkap. Polisi memintanya tidak merekam dan menghapus rekaman yang ada. Agoes sudah mengaku sebagai jurnalis kepada petugas keamanan yang mengintimidasinya,” sebut siaran pers yang mengatasnamakan Ketua AJI Kota Surabaya Miftah Faridl, Jumat (9/10/2020).

2. Sebagian jurnalis diintimidasi berkali-kali

Jurnalis Surabaya Diintimidasi saat Liput Demo, Kapolres Mohon MaklumIlustrasi Jurnalis (IDN TImes/Arief Rahmat)

Bahkan, para jurnalis tak hanya sekali mendapatkan intimidasi dari kepolisian. Agoes sudah dua kali dipaksa menghapus videonya, Miftah Faridl empat kali bersitegang dengan aparat kepolisian, serta Esti, satu-satunya korban jurnalis perempuan ini tiga kali dicegat dan dipaksa menghapus video yang ia ambil. Bahkan tindakan intimidasi ini disertai kekerasan fisik seperti mendorong tubuh Esti dan perebutan handphone milik Farid.


“Seorang polisi mengancam Farid dengan kalimat ‘Mas, mau saya pentung?’. Farid sudah mengaku sebagai jurnalis saat ancaman itu ia dapatkan. Sementara Miftah Faridl ditantang berkelahi seorang polisi yang melarangnya mengambil gambar. Farid sudah mengaku sebagai jurnalis saat polisi mengintimidasinya,” lanjutnya.

Baca Juga: Polisi Lepaskan 253 Demonstran Surabaya, Mayoritas Masih Anak-anak

3. Ada yang mendapat kekerasan fisik dan verbal

Jurnalis Surabaya Diintimidasi saat Liput Demo, Kapolres Mohon MaklumIlustrasi press conference (IDN Times/Arief Rahmat)

Tak hanya itu, dua orang pers mahasiswa yaitu Muhammad Edwin dan Fahmy Rizky dari Gema Unesa malah ditangkap dan ditahan di Mapolrestabes Surabaya. Belum jelas apa alasan penangkapan mereka. Keduanya sudah menunjukkan kartu pers dan menggunakan seragam lapangan harian. Pembina Lembaga Pers Kampus (LPK) Unesa pun sudah berusaha membebaskan keduanya dari Mapolrestabes Surabaya.

“Alih-alih melindungi kerja-kerja jurnalis, aparat keamanan malah menjadi salah satu pelaku. Intimidasi dan upaya penyensoran, sering kali terjadi dan tidak satu pun kasus tersebut yang diselesaikan sesuai undang-undang. Impunitas dilestarikan sehingga kasus penyerangan, intimidasi dan penyensoran terus berulang,” sebut Miftah Faridl.

4. Kapolrestabes Surabaya meminta pemakluman

Jurnalis Surabaya Diintimidasi saat Liput Demo, Kapolres Mohon MaklumKapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Jhonny Eddizon Isir. IDN Times/Fitria Madia

Sementara itu Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Jhonny Eddizon Isir mengaku tidak mengetahui jika ada peristiwa intimidasi dari petugasnya kepada para jurnalis. Namun ketika ditanya sanksi jika terbukti ditemukan adanya kejadian tersebut, Isir malah meminta jurnalis untuk memaklumi perbuatan tersebut.

“Kita harus memahami kondisi di lapangan. Ya, saya pikir itu. Karena kawan-kawan juga kalau memakai kartu pers dan sebagainya. Nah, sekarang mana? Siapa yang memakai kartu pers? Ada yang pakai? artinya ayo mari kita sama-sama, karena ini situasi di lapangan,” ujar Isir saat konferensi pers di Mapolrestabes Surabaya, Jumat (9/10/2020). Dalam konteks ini, konferensi pers memang hanya diikuti oleh jurnalis saja.

Baca Juga: Orangtua Bingung, Anak Pamit Demo tapi Malah Hilang Ditangkap Polisi

Topik:

  • Dida Tenola

Berita Terkini Lainnya