Jokowi Setuju 3 Poin Revisi UU, Busyro Muqoddas: Sama Saja Bunuh KPK
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Surabaya, IDN Times - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas menilai empat poin revisi Undang-undang KPK yang tidak disetujui oleh Presiden RI Joko "Jokowi" Widodo tidak mengubah nilai pembunuhan pada RUU tersebut. Pasalnya, poin-poin yang lebih penting malah disetujui.
1. Tiga poin yang disetujui Jokowi bisa membunuh KPK
Tiga poin yang luput dari penolakan Jokowi adalah adanya Dewan Pengawas KPK, kewenangan SP3 untuk menghentikan kasus, dan mengubah status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Busyro menganggap bahwa penolakan 4 poin lainnya dirasa percuma jika ada 3 poin yang disetujui tersebut.
"Kalau dibilang pelemahan, Presiden menolak pelemahan dengan menolak pasal-pasal yang diajukan oleh DPR tapi dengan menyetujui 3 poin. Tapi 3 poin setelah kita baca, 3 poin itu masih mengandung unsur-unsur yang akibatnya pembunuhan KPK," ujarnya ketika ditemui di Kantor DPW Muhammadiyah Jatim, Sabtu (14/9).
2. Pegawai KPK dianggap tak boleh menjadi ASN
Salah satu poin terpenting bagi Busyro adalah pengubahan status pegawai KPK menjadi ASN. Dengan pengubahan status tersebut, ia khawatir nilai-nilai independensi, integritas, dan militansi pegawai KPK akan berkurang karena menjadi pegawai negara, bukan lagi lembaga independen.
"Desain KPK dengan SDM yang sudah pernah dilakukan sebelumnya hasilnya independen karena tidak ada nilai-nilai dan budaya PNS," lanjutnya.
3. Dulu pegawai KPK menjadi militan karena latihan dan jauh dari nilai ASN
Ia menceritakan bagaimana dulu KPK pertama kali bekerja sama dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) untuk melatih pegawai-pegawainya. Melalui pelatihan militer tersebut, ia membanggakan pegawai-pegawai KPK yang memiliki ketahanan mental, fisik, integritas, dan independensi tinggi.
"Jadi poin ASN adalah bentuk pembunuhan KPK secara smooth, pakai kursi listrik setrum pelan-pelan. Atau pakai arsenik, ya? Pada suatu saat nanti budaya asli sebagai lembaga independen hilang. Otomatis KPK mati," tegasnya.
Baca Juga: Polemik Revisi UU KPK, Anggota DPR: Ketakutan Pegawai KPK Berlebihan
4. Dewan Pengawas dianggap membahayakan KPK
Selain itu, adanya Dewan Pengawas KPK bentukan Presiden merupakan ide yang tak masuk akal bagi Busyro. Pasalnya ketika ada pihak lain yang dapat mengatur KPK, dikhawatirkan akan ada konflik kepentingan dalam pekerjaan KPK.
"Dewan pengawas itu rasionalitasnya belum bisa ditangkap, kecuali irasionalitasnya. Yaitu sebagai bentuk penyadapan," ungkapnya.
Kekhawatiran ini terjadi lantaran menurut Busyro pekerjaan KPK membutuhkan independensi tinggi. Seharusnya KPK tidak berpihak kepada siapa pun baik pemerintah, Polri, maupun Kejaksaan. KPK harusnya berpihak kepada publik.
"Saya melihat Presiden ini main-main, tega-teganya membodohi publik," pungkasnya.
Baca Juga: Busyro Minta Jokowi Tolak Hasil Seleksi Capim KPK