Ini Alasan Profesor ITS Hentikan Penelitian Lumpur Lapindo Jadi Bata

Semoga bisa diteruskan lagi ya

Surabaya, IDN Times - Lumpur Lapindo yang menenggelamkan empat desa hingga saat ini masih terus menyembur. Berbagai cara penanggulangan terus dilakukan.

Ada juga yang berusaha memanfaatkan lumpur untuk diolah. Salah satunya pembuatan batu bata berbahan dasar lumpur Lapindo. Namun sayangnya, produk olahan lumpur tersebut tidak terus dikembangkan.

1. Profesor asal ITS sempat buat bata dari lumpur Lapindo

Ini Alasan Profesor ITS Hentikan Penelitian Lumpur Lapindo Jadi BataBata tanah-serbuk kayu sudah siap digunakan. Repro IDN TImes/Fitira Madia

Sosok di balik pemanfaatan lumpur Lapindo menjadi bata adalah Prof Dr Ir Vincentius Totok Noerwasito MT, seorang ahli arsitektur material yang baru saja mendapat gelar guru besar di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Pada 2006, Totok memulai penelitiannya dan membuat bata dari lumpur Lapindo yang dinamai Porits (Porong-ITS).

"Bata tanah padat dari lumpur Porong (lumpur Lapindo) diharapkan dapat membantu mengatasi lumpur yang melimpah saat itu, karena digunakan sebagai bahan dasar," ujar Totok saat ditemui di ITS, Senin (18/11).

2. Sempat buat dua rumah berbahan batu bata dari lumpur Lapindo

Ini Alasan Profesor ITS Hentikan Penelitian Lumpur Lapindo Jadi BataBangunan eksperimen berdinding tanah-bubur kertas. Repro IDN Times/Fitira Madia

Dalam penelitian tersebut, Totok berhasil membuat bata yang ia inginkan. Bata ini pun diuji dalam dua bangunan semi permanen. Satu bangunan terletak di sekitar wilayah semburan. Sedangkan satu lagi di dekat asrama mahasiswa ITS. Namun, bangunan dari Porits di ITS sudah dihancurkan saat pelebaran kawasan asrama.

"Yang di Porong sana sudah tenggelam juga kena luapan lumpur. Untung saya sudah pulang, kalau gak saya juga ikut tenggelam," kelakarnya lalu tertawa.

3. Kandungan tidak sesuai dijadikan bahan baku bata tanah padat

Ini Alasan Profesor ITS Hentikan Penelitian Lumpur Lapindo Jadi BataKondisi lumpur Porong yang kering. Repro IDN Times/Fitria Madia

Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan metode sedimentasi yang ia lakukan, sebenarnya kandungan lumpur Lapindo tidak sesuai dijadikan bata tanah padat. Pasalnya, lumpur itu mengandung sand 17,86 persen, silt 10,71 persen, dan clay 71,43 persen.

"Kandungan clay-nya melebihi yang dipersyaratkan, yaitu 45 persen. Sand-nya juga kurang yang seharusnya 40 persen," tuturnya.

4. Tidak ekonomis karena harus menambah banyak semen

Ini Alasan Profesor ITS Hentikan Penelitian Lumpur Lapindo Jadi BataBangunan Porits di kompleks ITS. Repro IDN Times/Fitria Madia

Saat itu Totok mengakali jumlah clay yang terlalu tinggi dengan penambahan kapur. Namun, untuk membentuk bata tanah padat dari bahan lumpur Lapindo diperlukan jumlah semen yang banyak. Penambahan pasir juga diperlukan dalam adonan.

"Sebenarnya bukan tidak bagus. Tapi tidak ekonomis. Harus menambah semen banyak sekali. Jadi tidak direkomendasikan," jelasnya.

Selain itu, penyedia jasa antar lumpur mengeluh ketika mengangkut lumpur ke perajin. Butuh waktu seminggu untuk menghilangkan bekas lumpur di truk mereka.

Hingga saat ini Totok masih belum meneruskan penelitian pemanfaatan lumpur Lapindo sebagai bata tanah padat tersebut. Dia tetap berharap bisa meneruskan penelitan tersebut dan membantu mengatasi luapan lumpur Lapindo yang belum berhenti sampai detik ini.

Topik:

  • Dida Tenola

Berita Terkini Lainnya