Cuitan Curhat Dokter di Surabaya Viral, Keluhkan Penanganan COVID-19

Mulai kapasitas rumah sakit hingga bantuan APD

Surabaya, IDN Times - Aditya Caksana Janottama tampak sudah frustasi dengan penanganan pandemik COVID-19 di Kota Surabaya. Ia pun menumpahkan kekesalannya sebagai seorang dokter di sebuah rumah sakit swasta yang juga merupakan rujukan COVID-19 melalui utas di akun Twitternya @caksana.

Tiap cuitan yang dilontarkan Aditya tampaknya begitu kontroversial karena kontradiksi dengan pernyataan Pemerintah Kota Surabaya terkait pencegahan penularan hingga perlindungan tenaga kesehatan dari bahaya COVID-19 di Kota Surabaya. Alhasil, utasnya menjadi viral dan mendapatkan setidaknya 6000 retweets dan 9500 likes.

1. Dokter frustasi rumah sakit rujukan COVID-19 di Surabaya penuh

Cuitan Curhat Dokter di Surabaya Viral, Keluhkan Penanganan COVID-19Poli Khusus yang menangani virus corona di RS Universitas Airlangga. IDN Times/Fitria Madia

Aditya menjelaskan, tenaga kesehatan yang berada di lingkungannya sudah merasa lelah dengan semakin banyaknya pasien COVID-19 yang terus berdatangan setiap hari. Sedangkan, rumah sakit di Kota Surabaya dan sekitarnya tidak lagi mumpuni. Aditya yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat (IGD) pun selalu kebingungan tiap harus merujuk pasiennya lantaran ruang perawatan di rumah sakitnya juga penuh.

Ia bercerita, sempat kebingungan merujuk salah satu pasien COVID-19 yang kondisinya memburuk dan membutuhkan perawatan intensif. Alhasil dikarenakan rumah sakit banyak yang penuh, pasien tersebut harus menunggu satu hari kemudian agar bisa dipindahkan. Nahas, empat hari kemudian pasien tersebut meninggal dunia.

"Saya di situ sempat menangis karena sulit sekali. Saya berpikir kalau ini kesulitan, lalu bagaimana nanti kalau ada saudara saya yang sakit?" ujar Aditya saat dihubungi IDN Times, Rabu (27/5).

2. Banyak nakes yang terpapar COVID-19 hingga meninggal dunia

Cuitan Curhat Dokter di Surabaya Viral, Keluhkan Penanganan COVID-19Tenaga Medis untuk tangani virus Corona dihotelkan (Facebook/Anies Baswedan)

Tak hanya itu, tenaga kesehatan di rumah sakit Kota Surabaya saat ini terus dihantui kemungkinan terpapar COVID-19. Aditya setiap harinya selalu was-was dengan persediaan baju hazmat dan masker medis. Apalagi bagi dokter IGD yang pertama kali menerima pasien, Alat Pelindung Diri (APD) menjadi tameng utamanya.

Namun, Aditya menilai bahwa pemerintah tak acuh dengan pasokan APD bagi para tenaga kesehatan di rumah sakit rujukan. Padahal tiap hari semakin banyak tenaga kesehatan yang terpapar COVID-19 bahkan hingga meninggal dunia. Akibatnya, rumah sakit-rumah sakit pun kekurangan tenaga untuk menangani para pasien COVID-19.

"Banyak orang-orang di sekitar saya yang sakit. Termasuk perawat yang hamil dan meninggal lalu viral, itu saya yang mengantar ke RS rujukan. Saya nangis saat itu," tuturnya.

3. Lebih memilih APD daripada wedang pokak dan telur rebus

Cuitan Curhat Dokter di Surabaya Viral, Keluhkan Penanganan COVID-19Petugas medis mengenakan alat pelindung diri lengkap. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Sementara Aditya menyayangkan selama ini bantuan yang dikirimkan oleh Pemkot Surabaya berupa wedang pokak dan telur rebus. Menurutnya, bantuan APD lebih dibutuhkan daripada makanan dan minuman itu. Apalagi, banyak rekanannya yang tidak suka wedang pokak dan telur rebus hingga banyak yang terbuang percuma.

Selain itu Aditya juga menyoroti pembuatan dapur umum untuk wedang pokak dan telur rebus di halaman Balai Kota Surabaya di mana tampak banyak orang berkumpul saat proses produksi. Ia khawatir akan timbul cluster baru dari kerumunan warga tersebut.

"Kita itu butuh APD. Bukan wedang dan telur. Kalau itu kita bisa dapatkan sendiri," ucapnya.

4. Kritik pengalokasian anggaran oleh Pemkot

Cuitan Curhat Dokter di Surabaya Viral, Keluhkan Penanganan COVID-19Ilustrasi kasus virus corona. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Selain itu, Aditya juga menilai upaya Pemkot Surabaya untuk melakukan penyemprotan disinfektan ke gedung-gedung adalah hal yang sia-sia. Toh, tidak akan ada orang yang menyentuh bagian luar gedung pencakar langit tersebut. Lebih baik anggarannya dialihkan pada hal lain seperti penyediaan APD.

Untuk masalah anggaran, Aditya juga beranggapan serupa terhadap rapid test. Pasalnya jumlah pasien yang ia tangani tidak sedikit awalnya non reaktif rapid test namun positif COVID-19. Ia berharap anggarannya digunakan untuk pembiayaan tes swab PCR atau bahkan pembangunan laboratorium baru agar makin banyak kapasitas tes di Kota Surabaya.

"Sayang sekali padahal anggarannya banyak tapi malah digunakan di tempat yang tidak semestinya," ungkapnya.

Baca Juga: Perawat PDP di RSUD dr Soewandhie Meninggal, Hasil Swab Belum Keluar

5. Menuai dukungan dari nakes lain

Cuitan Curhat Dokter di Surabaya Viral, Keluhkan Penanganan COVID-19Freepik

Hingga saat ini, cuitan tersebut terus menuai respon dari warganet. Tak sedikit akun dari tenaga kesehatan lain yang memberikan semangat dan menyampaikan terima kasih kepada Aditya karena sudah menyuarakan aspirasi mereka melalui media sosial.

Aditya pun merasa tidak takut dengan cuitan yang ia buat. Ia menilai bahwa seluruh perkataannya berdasarkan pada fakta baik yang ia alami sendiri maupun yang dialami oleh rekan kerjanya. Hal ini ia lakukan semata-mata agar penanganan COVID-19 di Kota Surabaya lebih baik lagi terutama bagi para tenaga kesehatan.

"Gak cuma dokter dan perawat, ada tenaga administrasi bahkan sampai resepsionis itu juga terkena. Kita gak bisa membahagiakan semua orang. Kalau orang gak setuju atau gak suka sama saya ya monggo," tutupnya.

IDN Times sendiri sudah mencoba meminta konfirmasi kepada pihak Pemkot Surabaya melalui Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Irvan Widyanto. Namun, hingga berita ini ditulis, belum ada respons.

Baca Juga: Perjuangan Hebat Perawat saat Lebaran, Menangis Dengar Lantunan Takbir

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya