Cerita Relawan RSLI Dampingi Pasien COVID-19 Hadapi Masalah Psikologi

Masalah pasien COVID-19 tak cuma kesehatan

Surabaya, IDN Times - COVID-19 bukan hanya masalah sakit fisik saja. Itulah yang dipercaya oleh para Relawan Pendamping Keluarga Pasien COVID-19 Rumah Sakit Lapangan Indrapura (RSLI). Mereka percaya ada persoalan wabah tak hanya berkutat pada sakit fisik.

Ada masalah-masalah lain yang mengkuti perjuangan sang pasien untuk sembuh dari COVID-19. Tak jarang, masalah-masalah baru datang bahkan ketika sang pasien telah sembuh. Di sini lah, para relawan ini mengambil peran dan mendampingi para pasien sembuh lahir dan batin.

1. Relawan RSLI bantu dampingi 4 permasalahan pasien COVID-19

Cerita Relawan RSLI Dampingi Pasien COVID-19 Hadapi Masalah PsikologiWisuda penyintas COVID-19 RSLI, Jumat (2/7/2021). Dok RSLI

Ketua Pelaksana Relawan Pendamping Keluarga Pasien COVID-19 RSLI Radian Jadid menceritakan, relawan pendamping ini bermula dari kepedulian jaringan relawan dari berbagai daerah. Mereka mengajukan pembentukan relawan khusus di RSLI yang bertugas untuk mendampingi para pasien.

"Melalui proposal itu, kami menyadarkan kalau COVID-19 itu bukan cuma masalah badan saja. Ada masalah psikologisnya juga yang harus diperhatikan," tutur Radian saat dihubungi IDN Times, Sabtu (3/7/2021).

Tim dokter RSLI memang memiliki spesialis kejiwaan. Tetapi, satu orang dokter ini dirasa akan kewalahan jika menangani ratusan pasien COVID-19. Apalagi, yang mereka butuhkan bukan hanya pengobatan tapi juga pendampingan.

Dalam awal pembentukannya, relawan di RSLI mengajukan pendampingan terhadap empat hal yaitu mengenai psikologis, ekonomi, sosial kemasyarakatan, dan pekerjaan. Akhirnya, relawan pun diresmikan dengan anggota awal sebanyak 15 orang.

2. Psikologis pasien COVID-19 amat rentan

Cerita Relawan RSLI Dampingi Pasien COVID-19 Hadapi Masalah PsikologiIlustrasi santri Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 2 Ponorogo sedang mengikuti senam di tempat isolasi RSDL Indrapura, Surabaya. Dok. Pondok Gontor

Masalah utama dan pertama yang ditangani oleh para relawan adalah psikologis pasien. Radian menuturkan, guncangan yang dialami pasien COVID-19 cukup berat dan diakibatkan dari berbagai macam hal. Para relawan ini pun menjadi teman bagi pasien-pasien sebagai tempat berbagi cerita dan berkeluh kesah.

"Kalau malam itu ada yang piket untuk mengecek keadaan pasien. Pernah ada yang menyendiri terus kami dekati, tenyata keluarganya ada yang meninggal. Ada yang ngomong sama pohon kita dekati, ternyata istrinya meninggal," ucap Radian.

Relawan ini juga menyediakan layanan curhat bagi para pasien yang ingin bercerita. Tak jarang, layanan curhat ini masih berlanjut meski pasien sudah "wisuda" alias sembuh dan tidak lagi dirawat di RSLI.

3. Penyebab gangguan psikologis paling banyak takut dengan stigma masyarakat

Cerita Relawan RSLI Dampingi Pasien COVID-19 Hadapi Masalah PsikologiConcordia University

Guncangan-guncangan yang dialami para pasien ini disebabkan oleh berbagai macam hal. Radian menyimpulkan setidaknya tiga hal beban pikiran pasien COVID-19 selain kepergian keluarga atau kerabat. Tiga hal ini adalah ekonomi, sosial kemasyarakatan, dan pekerjaan.

Ketakutan yang paling banyak dialami pasien adalah terkait sosial kemasyarakatan. Mereka takut dicap dengan stigma negatif sebagai pasien COVID-19. Apalagi, tak sedikit masyarakat yang menganggap virus corona masih bisa menular sekalipun pasien tersebut telah sembuh.

"Ketakutan-ketakutan ini yang terus menghantui para pasien. Tapi kita berusaha tenangkan dan kita dampingi bahkan ketika mereka sudah alumni," lanjutnya.

Baca Juga: Pasien COVID-19 di RSLI Bertambah dari Klaster Keluarga

4. Permasalahan ekonomi dan pekerjaan juga membebani para pasien

Cerita Relawan RSLI Dampingi Pasien COVID-19 Hadapi Masalah PsikologiPeresmian RS Lapangan COVID-19 di Jalan Indrapura, Surabaya, Selasa (2/6). Dokumentasi Humas Pemprov Jatim.

Selain itu, masalah berikutnya yang mengikuti adalah ekonomi. Apalagi, jika para pasien merupakan tulang punggung keluarga. Ketika mereka dirawat di RSLI maka keluarga yang lain pun tak memiliki pemasukan. Relawan pun juga membantu sisi ekonomi pasien tersebut dengan cara menghubungkan donatur-donatur.

"Waktu masuk kita tanyakan, tulang punggung atau bukan? Lalu kita hubungi keluarganya, kita hubungkan dengan donatur-donatur yang bisa memberi bantuan," terangnya.

Masih mengenai ekonomi, pekerjaan pasien pun menjadi masalah. Tak sedikit perusahaan yang tidak mau menerima bahkan memecat para pasien COVID-19 meski mereka sudah sembuh sekali pun. Relawan pun mengambil andil dengan membantu advokasi dan edukasi ke perusahaan-perusahaan tersebut.

"Ada mungkin ratusan kali kita kayak gitu. Ada juga yang kita sampai harus bersurat ke Dinas Ketenagakerjaan Jatim mengenai kasus pasien ini. Kan gak boleh dipecat karena kena COVID-19? Akhirnya berhasil diterima kembali," jelas Radian.

5. Relawan terus dampingi pasien hingga di luar RSLI

Cerita Relawan RSLI Dampingi Pasien COVID-19 Hadapi Masalah PsikologiIlustrasi Virus Corona. IDN Times/Mardya Shakti

Pendampingan yang dilakukan para relawan ini tak berhenti di tenda perawatan. Ketika pasien lulus dan menjadi "alumni" RSLI, para relawan masih menemani mereka hingga massa isolasi mandiri selesai. Di masa-masa itu, para relawan menjelaskan ke lingkungan masyarakat bahwa pasien tersebut sudah sembuh dari COVID-19 karena menuntaskan masa karantina dan tak bergejala.

"Kami juga buatkan surat keterangan sembuh supaya warga itu percaya. Karena kalau hasil swab PCR itu masih positif karena mungkin ada puing-puing virus yang terdeteksi. Tapi kan CT-nya sudah tinggi sekali dan menurut Kemenkes sudah bisa dinyatakan sembuh," terang Radian.

Berkat kerja keras dan kerja ikhlas yang dilakukan para relawan ini, telah ada 7.837 pasien COVID-19 yang sembuh dan telah diwisuda dari RSLI. Mereka pun masih menjalin hubungan baik dengan para relawan melalui jaringan Alumni RSLI. Radian berharap, timnya yang kini berjumlah 27 orang bisa terus berkembang sehingga lebih banyak lagi orang yang bisa diringankan bebannya.

"Kami terbuka untuk umum tapi ya tentu harus punya kompetensi. Kami ada yang dari alumni ITS, ada juga psikolog dari Unair, ada yang mahasiswa, bahkan ada yang Bonek juga 3 orang. Yang penting mau bekerja untuk kemanusiaan dengan risiko terbesar ya itu, terpapar COVID-19," tutup Radian.

Baca Juga: Pasien Klaster Bangkalan di RSLI Sembuh, Masih Rawat 16 PMI

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya