Merdeka Energi, Berguru pada Warga Lereng Gunung Penanggungan

Meski terpencil mereka bisa penuhi kebutuhan listrik sendiri

Surabaya, IDN Times - Misto (60) masih ingat betul bagaimana antusiasme warga Dusun Janjing, Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto saat itu. Di sebuah hari pada September 1994, mereka berbondong-bondong menuju musala dusun tersebut. Para warga harap-harap cemas menanti hasil uji coba dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang mereka inisiasi bersama lembaga swadaya masyarakat, Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman.

Rasa penasaran berganti haru saat putaran turbin yang terpasang di saluran sungai Maron mampu menghasilkan listrik 12 kilowatt-Hour (KwH). Untuk pertama kalinya, sebanyak 30 Kepala Keluarga (KK) di Dusun Janjing akhirnya bisa menikmati apa yang dinamakan listrik.

"Terharu banget saat itu. Kami jadi merasa sama dengan daerah lain," kata Misto, Jumat. (13/8/2021).  

Wajar jika Suroso terharu. Jangankan listrik, pembangunan infrastrukur saja hampir tak menyentuh dusun yang berada di lereng Gunung Penanggungan ini. Selain berbukit, sungai besar yang melintas membuat dusun tersebut kian terisolir.

Kondisi ini diperparah dengan tak adanya jembatan. Cara tercepat melintasi sungai itu adalah menyeberanginya dengan berjalan kaki. "Jadi dulu kami cari sungai yang arusnya gak deras. Kami nyeberang dari sana, termasuk kalau mau sekolah. Jalan kaki sampai 3 kilometer. 

Sebenarnya, kata Misto, aliran listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) sudah masuk ke Desa Seloliman sejak tahun 1994. Lantaran letak Dusun Janjing terpencil serta warganya sedikit, mereka tak dapat jatah aliran listrik.

"Sebelumnya ya penerangannya pakai lampu tempel itu, dari minyak tanah. Alhamdulillah sekarang sudah pakai listrik semua," kata pria yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dusun itu.   

Apa yang dikisahkan oleh Misto juga diamini oleh Ketua Yayasan Lingkungan Hidup Seloliman (YLSH), Suroso (53). Pria yang mendampingi proses elektrifikasi di Dusun Janjing sejak awal ini menceritakan bagaimana impian warga setempat terwujud. 

"Awalnya, kami melalui mencoba mendalami apa sebenarnya kebutuhan warga di sana. Dari hasil pendalaman itu, warga setempat ternyata sangat butuh aliran listrik," ujarnya.

"Kami akhirnya merumuskan kebutuhan bersama. Kami memandang perlu ada pembangkit mikro hidro. Selain sumber energi, keberadaannya bisa digunakan sebagai media pembelajaran," ia menambahkan.

Suroso dan timnya pun akhirnya merintis pembangkit listrik yang berbasis alam. "Kebetulan di sana ada potensi jatuhan air. Secara geografis, elevasinya juga cukup memenuhi syarat."

Merumuskan kebutuhan dan solusi nyatanya tak cukup. Mereka juga perlu pelatihan dan pendanaan. Beruntung, niat baik ini didengar oleh Kedutaan Besar Jerman yang kemudian menggelontorkan bantuan pendanaan dan pelatihan.

"Begitu listrik nyala, mereka ya seneng banget," ujar Suroso.

Namun, Suroso mengatakan bahwa upaya itu bukan tanpa kendala. Berbagai inovasi yang ditawarkan oleh PPLH yang kini berada di bawah naungan YLHS, beberapa kali mendapat tentangan dari sebagian warga. Salah satunya saat pihak PPLH hendak mendirikan tiang listrik.

Kendala lain terjadi saat krisis ekonomi dan politik pada 1998 melanda Tanah Air. Adanya slogan tentang hutan adalah milik rakyat membuat warga berbondong-bondong menebang hutan untuk motif ekonomi. Akibatnya, vegetasi di perbukitan jadi gundul dan membuat debit sungai Maron mengecil. "Listrik jadi berkurang drastis."

Untungnya, kondisi ini cepat jadi pembelajaran bagi warga. "Mereka akhirnya sadar. Lingkungan di sekitar dusun harus dijaga. Nah, dari sana akhirnya kami duduk bareng lagi," ujarnya. 

Dari hasil rembuk warga inilah kemudian disepakati beberapa hal. Selain soal pentingnya pelestarian lingkungan, mereka juga menyepakati rencana penambahan kapasitas. Maklum, jumlah warga Dusun Janjing terus bertambah. 

"Pada tahun 2000 akhirnya kami lakukan upgrade menjadi 25 Kwh. Saat itu kami dapat bantuan dari UNDP (United Nations Development Programme)," kata dia.

Sejak saat itu pula, YLHS yang selama ini bertugas sebagai pendamping mulai memberikan kepercayaan pada warga. "Kami bentuk manajemen pengelola PLTMH ini. Bentuknya seperti koperasi, namanya Paguyuban Kali Maron. Jadi pengelolaannya lebih profesional," kata Suroso.

Agar koperasi ini bisa mendapat penghasilan yang layak, tarif listrik pun dihitung secara proporsional, tergantung pemakaian. "Tapi tarifnya jauh lebih murah dari PLN, sekitar 50 persennya," ujar Suroso.

Merdeka Energi, Berguru pada Warga Lereng Gunung PenanggunganSalah satu peralatan PLTMH di Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Dokumentasi PPLH Seloliman

Hasil dari peningkatan kapasitas ini pun melimpah. Tak hanya bisa menutup kebutuhan warga, listrik yang dihasilkan PLTMH ini malah surplus. Bahkan, setelah dimanfaatkan untuk usaha produktif, masih ada kelebihan daya. Akhirnya, pada tahun 2003 mereka menjualnya ke PLN.

"Dari penjualan listrik ini, sebulan ada pemasukan sampai Rp8 juta untuk paguyuban ini," ujar Suroso. Sayang, penjualan listrik ke PLN terhenti pada tahun 2019 karena tidak ditemukannya kata sepakat soal tarif.

Meski begitu, Suroso menyebut bahwa keberadaan PLTMH di Dusun Janjing adalah berkah bagi warga setempat. Tak cuma dari segi ekonomi, pembangunan berbagai infrastruktur pun terus berjalan. Bahkan, warga setempat kini mulai mengembangkan wisata berbasis alam. Dan tentu saja, yang terpenting mereka bisa memenuhi kebutuhan listrik secara mandiri.

Langkah warga Dusun Janjing juga sesuai dengan upaya pemerintah yang sedang getol menggali potensi Energi Baru Terbarukan (EBT). Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) berencana terus menaikkan porsi EBT pada sektor ketenagalistrikan. Saat ini, bauran EBT baru mencapai 11,2 persen, atau di bawah target bauran energi tahun 2025, sebesar 23 persen.

Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral, Arifin Tasrif mengatakan, Indonesia memiliki potensi EBT lebih dari 400 Gigawatt (GW). Namun, saat ini baru dimanfaatkan sebesar 10 GW atau 2,5 peren dari total cadangan. 

"Saat ini Kementerian ESDM telah menyusun Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) yang diharapkan mampu membuahkan solusi untuk tantangan ketahanan dan kemandirian energi nasional dan menjadi jawaban tantangan yang saat ini dihadapi, antara lain keterbatasan pengembangan EBT," ujar Arifin, dalam keterangan tertulisnya, Selasa, (10/8/2021).

Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, hingga 2019, sumber energi terbarukan paling banyak saat ini masih berasal Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) maupun PLTMH sebesar 5,976.02 MegaWatt. Sementara di urutan kedua ada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi atau (PLTP).

Baca Juga: Dukung Energi Terbarukan, PLN Bangun PLTBg di Sumatra Utara

Sementara itu, pengamat energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menilai apa yang terjadi di Dusun Janjing ni adalah bagian dari kemerdekaan warga dalam memenuhi kebutuhan energi. Meski berada di pelosok, mereka tidak lagi bergantung pada negara, dalam hal ini PLN. 

"Tinggal pemerintah membantu lewat capacity building. Karena banyak juga cerita seperti ini di tempat lain, tapi banyak gagal," ujarnya.

Baca Juga: TPA Jabon Diproyeksikan Jadi PLTSa, Begini Pengolahannya Sekarang

Apa yang dilakukan warga Janjing, kata Fabby, juga perlu ditiru. Terlebih, potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia cukup besar. Selain pembangkit yang bertenaga air, Fabby menyebut masih cukup banyak EBT yang perlu digali. Tenaga surya misalnya, ia mengatakan Indonesia memiliki potensi hingga 20.000 MegaWatt. "Banyak yang belum dipetakan. Padahal kalau bisa dimanfaatkan, kebutuhan energi kita dari EBT lebih dari cukup," ujarnya. 

Sejauh ini, kata dia, bauran EBT di Indonesia masih minim. Penggunaannya masih rendah karena kebijakan energi Indonesia masih mengarah para optimalisasi energi fosil. Maklum, energi jenis ini menjadi sumber devisa negara. "Konversi energi menjadi EBT memang tak mudah, tapi kita harus terus mengoptimalkan sumber yang kita punya," ia menuturkan. 

Baca Juga: PLTSa Siap Diresmikan, Begini Skema Kerjasama dengan PLN

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya