Cerita Plasma Konvalesen dan Teknologi yang Melanggengkan Kemanusiaan

Teknologi bisa membuat semakin banyak orang berbuat baik

Surabaya, IDN Times - Telepon Tazuddin Ifai (49) berdering di sebuah siang tanggal 2 Agustus 2021 lalu. Dari ujung telepon itu seorang perempuan memperkenalkan diri lalu meminta kesediaan Tazuddin menjadi pendonor plasma konvalesen. Perempuan itu memiliki keluarga yang sedang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) sebuah rumah sakit di Denpasar akibat COVID-19.

Ia mengaku kesulitan mendapat darah jenis B Rhesus + seperti milik Tazuddin. Melalui platform digital PlasmaHub yang digagas oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), perempuan itu diarahkan kepada Tazuddin yang juga berlokasi di Denpasar. Sementara Tazuddin sendiri sudah mendaftarkan diri ke platform tersebut beberapa pekan sebelumnya. 

Setelah mengonfirmasi kepada pihak PlasmaHub, Tazuddin kemudian membuat janji untuk bertemu di PMI Denpasar. Proses pengambilan darah pun berlangsung cepat. "Karena pemohon datang bersama pendonor, jadi lebih cepat," ujarnya kepada IDN Times melalui sambungan telepon, Sabtu (21/8/2021).

Kondisi ini menurutnya berbeda jika sang pemohon tak datang bersama pendonor. Selain antrian panjang, mencari donor plasma yang sesuai pun tak mudah. Ia pun mengapresiasi inisiatif ITS untuk melakukan digitalisasi layanan plasma konvalesen.

"Kalau sudah ada database seperti ini enak. Tinggal nanti dihubungkan saja."

Beberapa hari berselang, Tazuddin mendapat kabar bahwa kondisi penerima plasmanya membaik. Ia pun mengaku senang. Selain bisa membantu sesama warga, upaya ini juga dilakukannya untuk membalas kebaikan pendonor lain. Nyawa sang adik yang tinggal di Surabaya terselamatkan setelah mendapatkan donor plasma konvalesen beberapa bulan lalu. Lantaran alasan kemanusiaan itu pulalah, ia delapan kali mendonorkan plasma konvelesen miliknya. 

"Kalau saya lihat kebanyakan yang terpapar COVID-19 ini tulung punggung keluarga. Kalau mereka sampai meninggal kan kasihan. Ada banyak orang yang ditinggalkan," ujarnya.

Cerita Plasma Konvalesen dan Teknologi yang Melanggengkan KemanusiaanTangkapan layar platform PlasmaHub ITS. Plasmahub.its.ac.id

Alasan kemanusiaan ini pula yang mendasari ITS menciptakan platform PlasmaHub. Tim Teknis Pengembang PlasmaHub ITS, Agus Budi Raharjo mengatakan bahwa terciptanya platform ini didasari tingginya permintaan donor plasma konvalesen pada Juli lalu. Banyak warga yang kala itu mengunggah permohonan plasma konvalesen di media sosial. Kondisi ini, kata Agus, berbahaya.

"Selain dari sisi keamanan data pemohon, permintaan yang diunggah di media sosial berpotensi memunculkan calo," ujarnya.

Akhirnya, pada 23 Juli 2021, platform yang digagas sejak Desember 2020 itu pun resmi diluncurkan. Dengan mengakses laman plasmahub.its.ac.id, pemohon dan pendonor akan dipertemukan lebih cepat. Sebab, mereka sudah sama-sama masuk database. Di sisi lain, kerahasiaan data mereka juga terjaga. Respons masyarakat pun menurut Agus cukup baik, per hari, rata-rata ada 2-3 calon pendonor yang mendaftar di platform tersebut. 

Baca Juga: ITS Luncurkan PlasmaHub, Pertemukan Pemohon dan Pendonor Konvalesen

Tak hanya memudahkan pemohon, pendonor yang menggunakan platform ini juga akan akan mendapatkan notifikasi pengingat. Mereka akan diingatkan jadwal donasi plasma. "Soal jadwal ini juga berimbas pada antibody pendonor. Pendonor bisa gagal screening karena antibody-nya belum terbentuk. Jadi, ini penting, karena tingkat kesuksesan pada tahapan screening ini cuma 50 persen," ujarnya.

Yang perlu dipahami publik, kata dia, PlasmaHub ITS bukan entitas yang berdiri sendiri. Pihak pemohon dan pendonor harus tetap berkoordinasi dengan PMI untuk melakukan pengambilan darah. "Intinya kami membantu PMI. Sedikit banyak bisa mengurangi antrian di sana," ujarnya. 

Tak hanya ITS, inisiatif yang sama juga muncul dari kampus lain di Surabaya. Universitas Kristen Petra, pada 4 Agustus lalu meluncurkan platform serupa bernama Plasma Petra. Kepala Office of Institutional Advancement (OIA) UK Petra, Meilinda menuturkan bahwa layanan ini didesain langsung oleh sekelompok mahasiswa UK Petra, dosen, dan dokter.

“Latar belakang dan tujuan dari Plasma Petra ini hanya satu yaitu menolong, murni karena rasa kemanusiaan. Apa yang bisa dilakukan oleh UK Petra, mahasiswa, dan dosen pada saat kondisi negara kita seperti ini,” ujarnya, Rabu (4/8/2021).

Ketua Tim Teknologi Informasi Plasma Petra, Bryan Elmer Cahyadi menjelaskan, masyarakat bisa mendaftar sebagai pendonor atau penerima donor di situs https://plasma.petra.ac.id.

“Saat ada kebutuhan donor, maka sistem akan secara otomatis menampilkan daftar rekomendasi pendonor yang cocok atau sesuai dengan kriteria pasien, mulai dari lokasi serta golongan darah dan rhesus," terangnya.

Pemohon donor dapat memilih calon pendonor kemudian menekan tombol request. Setelah itu akan muncul notifikasi pada halaman akun pendonor.  Jika menerima, nantinya akan ada tombol untuk menghubungi narahubung yang akan langsung diarahkan langsung ke aplikasi WhatsApp.

"Saat sudah memencet tombol hubungi, secara otomatis status pendonor tersebut akan tidak aktif, untuk menghindari penumpukan permintaan,” tutupnya.

Apa yang dilakukan oleh ITS dan Universitas Petra adalah modal besar bagi pemerintah untuk mendorong digitalisasi layanan kesehatan di dalam negeri. Bukan tanpa lasan, layanan kesehatan yang berbasis digital di negeri ini masih minim. Salah satu indikator adalah jumlah rumah sakit yang menggunakan instalasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS). Dari data Kemenkes tahun 2020, baru separuh atau 57,77 persen rumah sakit yang menggunakan sistem ini. Padahal sistem ini dibuat untuk mengintegerasikan semua proses pelayanan rumah sakit. Bahkan, pemerintah telah mengatur penggunaan sistem ini dalam Permenkes RI Nomor 82 tahun 2013.

Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Informatika sendiri juga menyatakan terus memperkuat digitalisasi di sektor kesehatan. Upaya-upaya yang mereka lakukan antara lain, penyediaan infrastruktur, teknologi penunjang, hingga literasi digital.

“Benar, demi memperkuat dukungan untuk sektor kesehatan digital, Kominfo melakukan hal-hal tersebut,” ujar Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Pangerapan, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, (24/03/2021).

“Dari sisi pengguna, Kominfo menyediakan akses internet broadband di 83.218 desa atau kelurahan di seluruh Indonesia. Sementara dari sisi penyedia layanan, Kemkominfo telah merealisasikan penyediaan akses internet cepat di 3.126 titik fasilitas layanan kesehatan di Indonesia,” ujar Semuel menambahkan. Mereka juga terus menggandeng berbagai stakeholder penunjang kesehatan digital.

Sementara pemerintah terus memperkuat digitalisasi di sektor kesehatan, inisiatif-inisiatif dari bawah seperti PlasmaHub, Plasma Petra, serta Tazuddin Ifai juga perlu terus muncul. Mereka adalah bukti bahwa teknologi bisa melanggengkan kemanusiaan.

Baca Juga: Niat Membantu Sesama, Polisi Gresik Ini Donor Plasma Konvalesen 9 Kali

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya