Klaim RS Daerah Belum Dibayar BPJS, Pemprov Jatim Siap Kelola Ini

BJS disebut memonopoli

Surabaya, IDN Times - 11 anggota DPD RI yaitu GKR. Ayu Koes Indriyah (Jateng), Emilia Contessa (Jatim), Abdul Aziz Khafia (Jakarta), KH. Ahmad Sadeli Karim (Banten), Abraham Liyanto (NTT), H. Leonardy Harmainy Datuk Bandaro Basa (Sumbar), H. Mohammad Nabil (Kepri), H. Abu Bakar Jamalia (Jambi), Maria Goreti (Kalbar), Muhammad Rahman (Kalsel), dan KH. Sybli Sahabuddin (Sulbar) datang ke Surabaya, Selasa (27/11). Mereka menggelar raker dengn Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan tiga perwakilan rumah sakit.

Baca Juga: Buat Para Worker, Sudah Tahu 4 Inovasi dari BPJS Ketenagakerjaan Ini?

1. Raker membahas soal penyelenggaraan BPJS

Klaim RS Daerah Belum Dibayar BPJS, Pemprov Jatim Siap Kelola IniDok. IDN Times/Istimewa

GKR Ayu Koes Indriyah senator asal provinsi Jawa Tengah menyampaikan temuan atas berbagai permasalahan menyangkut penyelenggaraan BPJS Kesehatan menjadi alasan utama Komite III DPD RI pada masa sidang ini melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU BPJS. 

Sebelumnya, Komite III DPD RI telah menerima berbagai aspirasi dari masyarakat tentang terjadinya penurunan kualitas layanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit, puskesmas maupun faskes perihal layanan kesehatan yang diterima menjadi terbatas, antrian yang panjang untuk memperoleh layanan rawat jalan, rawat inap maupun tindakan medis, hingga berkurangnya  hak untuk memperoleh obat.

2. Pemprov Jatim siap mengelola BPJS kesehatan

Klaim RS Daerah Belum Dibayar BPJS, Pemprov Jatim Siap Kelola IniDok. IDN Times/Istimewa

Sekda pemprov Jawa Timur, Heru Tjahjono dalam sambutannya membuka raker menegaskan jika BPJS Kesehatan dibolehkan untuk dikelola oleh Pemerintah Daerah, provinsi Jawa Timur nyatakan siap untuk mengelola BPJS. 

"Kesanggupan ini berdasarkan pengalaman Pemprov Jatim saat masih mengelola Jamkesda dari anggaran yang disediakan sebesar 50 miliar untuk peserta Jamkesda hanya terealisasi sebesar 38 miliar. Ini menunjukkan ketersediaan anggaran jatim sangat memadai untuk program jaminan kesehatan,” katanya dalam rilis dari DPD RI yang diterima IDN Times.

3. Rumah sakit keluhkan besarnya klaim

Klaim RS Daerah Belum Dibayar BPJS, Pemprov Jatim Siap Kelola IniDok. IDN Times/Istimewa

Ketiga perwakilan rumah sakit yang hadir pada raker tersebut seperti RS Dr. Soetomo, Rumah Sakit Jiwa Menur,  Rumah Sakit dr. Saiful Anwar (Malang),  dan RSUD dr. Soedono Kota Madiun serentak mengeluhkan besarnya klaim yang hingga kini belum dapat dibayarkan oleh BPJS yang mencapai puluhan hingga ratusan milyar. 

Kondisi ini menyebabkan cash flow rumah sakit terganggu. Misalnya, rumah sakit  tidak mampu memberikan layanan farmasi yang memadai karena distribusi obat dari perusahaan farmasi dihentikan sementara hingga tagihan pembayaran farmasi dilunasi. 

Sistem rujukan online juga dikeluhkan karena membatasi peran dan fungsi rumah sakit sebagai rumah sakit pendidikan. Pembatasan cakupan wilayah layanan akibat sistem rujukan berkonsekuensi pada pembatasan  jenis dan layanan yang diberikan rumah sakit. 

Rumah sakit hanya melayani penyakit-penyakit (kasus-kasus) tertentu saja. Akibatnya,  pembelajaran dan praktik yang diterima oleh mahasiswa kedokteran menjadi kurang sempurna.  Ini terjadi pada Rumah Sakit dr. Saiful Anwar (Malang) yang merupakan rumah sakit pendidikan bagi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, yang menjadi rujukan  bagi 13 kabupaten/kota di Jawa Timur dan melayani masyarakat di lingkup wilayah Jember hingga Malang.

4. BPJS sarat monopoli

Klaim RS Daerah Belum Dibayar BPJS, Pemprov Jatim Siap Kelola IniDok. IDN Times/Istimewa

KH Ahmad Sadeli Karim, senator asal Banten, mengatakan sifat monopoli itu diperlihatkan dari klausul yang menyatakan bahwa penyelenggaraan jaminan sosial kesehatan bersifat nasional, menjadi kewenagan BPJS Kesehatan untuk melaksanakannnya. Daerah tidak diperbolehkan untuk menyelenggarakan.

"Padahal terdapat beberapa provinsi seperti Banten dan Jatim yang sanggup untuk menyelenggarakan jaminan sosial kesehatan melalui program Jamkesda," katanya. 

Sementara itu, H. Muhammad Nabil, senator asal Kepri, menyatakan bahwa perihal akurasi  data peserta menjadi persoalan utama dalam penyelenggaraan BPJS. “Berapa sebenarnya jumlah penduduk miskin di Indonesia atau di Jawa Timur yang berhak dalam program JKN, ini saja sering tidak akurat antara BPS dengan Kemensos. Akibatnya tak ayal program JKN menjadi salah sasaran.”

Baca Juga: Tegur BPJS Kesehatan, Presiden Jokowi: Ini Kebangetan!

Topik:

  • Edwin Fajerial

Berita Terkini Lainnya