Tim Arkeolog Pastikan Mahkota di Blitar Bukan Benda Bersejarah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Blitar, IDN Times - Tim Arkeolog dari Badan Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Trowulan, Mojokerto, memastikan bahwa temuan mahkota di Desa Candirejo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar tidak memiliki nilai kepurbakalaan. Benda tersebut bukanlah peninggalan sebuah kerajaan. Tim menduga jika mahkota tersebut sengaja dibuang ke sungai untuk menambah nilai jual kepada kolektor.
1. Ditemukan paku dan bekas gerinda pada mahkota
Salah seroang arkeolog BPCB Trowulan Nugroho Harjo Lukito menjelaskan, dari hasil kajian yang dilakukan, mahkota tersebut bukan peninggalan kerajaan di Indonesia. Mahkota ini ternyata dibuat dalam kurun waktu yang tak lama. Bahkan, mahkota berkepala naga itu sengaja dibuang dan dibiarkan terkubur untuk menimbulkan kesan barang antik.
"Kami temukan ada paku yang masih menancap. Padahal zaman dulu belum ada paku, selain itu juga terlihat ada bekas gerinda di bagian bawahnya untuk menghaluskan. Ini memang sengaja dibuang dan dibiarkan kotor sehingga seolah-oleh ini barang antik," ujarnya, Jumat (17/4).
2. Mahkota terlalu berat untuk dikenakan di kepala
Mahkota yang ditemukan oleh Warsito ini memiliki berat 2,69 kilogram. Menurut Nugroho, benda ini terlalu berat untuk ukuran mahkota yang dipasang di kepala seorang raja atau petinggi kerajaan. Selain itu, material yang digunakan dalam mahkota biasanya berupa emas dan tipis, sehingga ringan jika digunakan. Hal ini berbeda dengan mahkota temuan Warsito yang memiliki berbahan dasar kuningan.
"Kalaupun ini barang purbakala, pasti tidak utuh karena korosi. Kuningan yang sudah lama sekali itu kotor dan warnanya hijau atau kalau tidak ya hitam pekat. Di bagian dalam juga tidak bersih begini. Tanahnya pasti sudah membatu atau mengeras karena sudah lama," jelasnya.
Baca Juga: Balai Arkeolog Sebut Situs Sekaran Sebagai Tempat Suci di Masa Lalu
3. Diduga buatan pengrajin lokal
Raja pada zaman dulu memiliki mahkota yang tidak terlalu besar. Para petinggi kerajaan hanya menggunakan rambut panjang yang diikat bulat di kepala. Di situlah kemudian mahkota emas kecil itu diletakkan.
Mahkota kuningan ini sengaja dibuang dan dibiarkan karat dengan tujuan menimbulkan kesan antik. Hal ini merupakan salah satu strategi untuk mendompleng harga jual di mata kolektor barang antik.
"Pengrajin seperti ini banyak sekali dan cara seperti ini sering dilakukan. Contoh di daerah Peterongan, di Trowulan, banyak pengrajin seperti ini. Saya sering ketemu dengan mereka. Pasarnya mereka rata-rata ke luar negeri," paparnya.
Baca Juga: Cari Pasir di Sungai, Warga Blitar Temukan Mahkota Berkepala Naga