Melihat Kemeriahan Tradisi Kupatan Massal di Trenggalek
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Trenggalek, IDN Times - Ribuan warga dari berbagai wilayah, turut serta memeriahkan tradisi kupatan masal di Desa/ Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek. Tradisi tersebut sudah berusia ratusan tahun dan tetap eksis hingga saat ini.
Tradisi kupatan massal tersebut dikemas dalam bentuk arak-arakan yang diikuti ratusan masyarakat. Terdapat dua tumpeng raksasa yang berisi kupat dan sayur mayur. Santri dan masyarakat kemudian mengarak tumpeng kupat raksasa menuju ke Pondok Pesantren Babul Ulum Durenan. Disana, pengasuh pondok memberikan doa keselamatan untuk para santri dan seluruh masyarakat. Setelah itu, masyarakat kembali mengarak tumpeng kupat raksasa menuju ke lapangan yang tak jauh dari pondok, untuk diperebutkan dengan suka ria.
1. Tradisi sudah berlangsung sejak 200 tahun lalu
Pengasuh Ponpes Babul Ulum, KH Abdul Fattah Mu'in mengatakan tradisi kupatan pertama kali dilakukan dalam satu rumah di lingkup ponpes. Namun, sampai ke generasi ke empat, tradisi kupatan sudah berkembang hingga masyarakat luas.
"Tradisi kupatan ini sudah diperingati sejak 200 tahun lalu. Dimulai dari kakek saya yakni Mbah Mesir," ujarnya, Rabu (17/4/2024).
Baca Juga: 5 Potret Meriahnya Perayaan Tradisi Kupatan di Trenggalek
2. Berawal dari tradisi di lingkup Ponpes
Pihak keluarga pondok memiliki tradisi untuk melakukan puasa syawal selama 6 hari. Setelah itu mereka baru menggelar open house di hari ke delapan bulan syawal. Dalam tradisi ini ketupat selalu menjadi hidangan untuk menjamu para tamu yang hadir.
"Jadi dulu keluarga pondok itu selalu menjalankan puasa sunah selama 6 hari setelah lebaran. Baru di hari ke 7, keluarga pondok membuka silaturahmi dan menyediakan hidangan ketupat," paparnya.
3. Warga yang datang untuk bersiaturahmi
Kyai Mu'in menjelaskan, ada perbedaan yang mendasar dalam pelaksanaan tradisi kupatan di Durenan dengan daerah lainya dan tidak bisa ditiru. Yakni, silaturahmi kepada kyai dan antar masyarakat.
"Kalau di daerah lain, tradisi kupatan dilakukan dengan hiburan. Jadi kalau tidak ada hiburan, ya tidak ada yang mau datang," jelasnya.
4. Dari luar kota juga datang untuk merayakan kupatan masal
Sementara itu, salah satu warga asal Blitar, Dewi mengatakan telah mengikuti tradisi kupatan masal di Durenan sebanyak tiga kali. Dia mengikuti tradisi kupatan bersama keluarganya. Saat berebut Dewi juga berhasil mendapatkan beberapa ketupat dan sayur. Rencananya, ketupat akan dibagikan kepada keluarga yang ada di rumah.
"Setelah ini kami langsung kembali pulang dan membagikan kupat kepada keluarga," pungkasnya.
Baca Juga: Tradisi Lebaran Ketupat, Begini Sejarah dan Maknanya
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.