Tsunami dan Likuefaksi Ancam Jatim, Kearifan Lokal Jadi Solusi

Potensi tsunami di pantai selatan

Surabaya, IDN Times - Baru-baru ini Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan riset bersama peneliti Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) tentang potensi tsunami setinggi 20 meter di kawasan pantai selatan (pansel) Jawa. Pakar Teknik Geofisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Amien Widodo pun membenarkan potensi itu memang ada.

Tak hanya tsunami, potensi likuefaksi atau tanah gerak juga ada di kawasan selatan Jawa Timur (Jatim). Amien mengaku telah menerima gambar dari Pusat Vukanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) kalau likuefaksi dapat terjadi di kawasan Lumajang. Saat ini, PVMBG masih menelitinya lebih jauh.

1. Jika gempa di atas 6,5 magnitudo potensi tsunami, pernah terjadi di Banyuwangi

Tsunami dan Likuefaksi Ancam Jatim, Kearifan Lokal Jadi SolusiIlustrasi Gempa (IDN Times/Sukma Shakti)

Amien menjelaskan, kawasan pansel Jatim merupakan daerah tumbukkan lempeng. Sehingga gempa kecil acap kali terjadi di sana. Apabila ada gempa besar, lebih dari 6,5 magnitudo dapat berpotensi menimbulkan tsunami.

"Sekitar pertengahan 2019, BNPB kampanye ancaman tsunami di pantai selatan Jawa. Mulai Banyuwangi sampai Banten. Mengajari masyarakat di pantai rawan tsunami," ujarnya saat dihubungi Senin (28/9/2020).

"Di Banyuwangi pernah terjadi (tsunami) tahun 1994 meninggal cukup banyak," dia menambahkan. Tsunami menerjang Pancer, Rajegwesi, Lampon, dan Grajakan pada 3 Juni 1994. Sebanyak 300 orang dilaporkan meninggal dunia.

2. Kearifan lokal perlu dilestarikan disertai edukasi tanggap bencana

Tsunami dan Likuefaksi Ancam Jatim, Kearifan Lokal Jadi SolusiIlustrasi Berlindung Saat Gempa (IDN Times/Sukma Shakti)

Maka dari itu, lanjut Amien, kearifan lokal yang dilakukan masyarakat adat setempat perlu dilestarikan. Seperti halnya upacara 'labuhan' yakni memberikan sesaji pada saat peringatan tsunami beberapa waktu silam. Memang peristiwa pahit, tapi hal itu dapat mengingatkan adanya potensi bahaya di daerah itu.

"Untuk ingatkan pada jam itu, hari itu ada kejadian tsunami," ucapnya.

Tak kalah pentingnya, masyarakat sekitar juga perlu diberikan pengetahuan tanggap darurat tanda-tanda tsunami.

"Pertama ada gempa sekitar 20 detik. Diikuti laut surut. Kalau pas di pantai gempa siang, laut surut cepat, jauh ke tengah laut itu tanda. Banyak ikan menggelepar. Pada saat itu harus lari. Cari tempat tinggi minimal 20 meter," jelas Amien.

Sehingga tak harus bergantung pada alat peringatan dini tsunami atau warning receiver system (WRS). Pasalnya, menurut Amien, banyak WRS milik BMKG yang rusak bahkan hilang. "Ada yang batrai habis, rusak, hilang. Data terakhir belum tahu," dia membeberkan.

Baca Juga: LIPI Sebut Gempa dan Tsunami Raksasa di Indonesia Bisa Berulang

3. Likuefaksi berpotensi di kawasan berpasir padat

Tsunami dan Likuefaksi Ancam Jatim, Kearifan Lokal Jadi SolusiIlustrasi likuefaksi (IDN Times/Sukma Shakti)

Sementara mengenai likuefaksi, ITS masih akan berkoordinasi dengan PVMBG. Amien menganalisis potensi tanah gerak itu ada di Lumajang lantaran kawasannya yang terkenal dengan pasir lembut dan padat. Nah, jika ada gempa besar dan tercampur kandungan air, tanah padat itu bisa melunak dengan sendirinya.

"Ya, likuefaksi terjadi pada tanah berpasir halus. Pasirnya lebih lembut tidak kasar seperti pasir sungai. Halus dan tebal. Kalau penuh air, kena gempa bisa alami likuefaksi jadi bubur," jelas Amien.

"Tapi teknologi sekarang bisa atasi. Kalau pantai gak usah (bangun) rumah. Kalau rumah pakai pancang tembus ke tanah yang keras. Bisa (timbulkan) likuefaksi (jika gempa)," pungkasnya.

Baca Juga: PVMBG Temukan Potensi Likuefaksi di Lumajang, BPBD Siapkan Kesiagaan

Topik:

  • Dida Tenola

Berita Terkini Lainnya