Tak Percaya Khofifah, Massa Aksi Pilih Berunding di Jalan Ahmad Yani

Frontage road sisi barat masih ditutup total

Surabaya, IDN Times - Usai berkumpul di Bundaran Waru, massa aksi yang tergabung dalam Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) bergeser sekitar pukul 14.20 WIB ke Frontage Road (FR) sisi Barat Jalan Ahmad Yani, Surabaya, Rabu (11/3). Massa gabungan buruh, mahasiswa, aktivis, dan LSM Jatim ini membuat mimbar perundingan di sana.

Keputusan berunding di tengah jalan lantaran para massa aksi tidak percaya lagi dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan DPRD Jatim. "Kami rundingan di sini (Jalan Ahmad Yani), gak usah rundingan sama gubernur dan DPRD. Di sini aja," tegas orator di mobil komando.

Untuk kondisi lalu lintas, pantauan IDN Times di lokasi, kendaraan yang tadinya sempat tersendat sudah bisa mulai melaju lancar. Polisi mengarahkan seluruh kendaraan masuk ke lajur utama Ahmad Yani. Sedangkan FR Barat masih diblokir sementara.

Hingga saat ini elemen Getol masih menyiapkan barisan di depan Kantor Cabang Bank Mandiri, Menanggal, Jalan Ahmad Yani, Surabaya. Ada sebanyak delapan mobil komando. Tujuh di antaranya mobil pikap dan satu truk trailer.

Diketahui, ribuan massa aksi dari berbagai elemen buruh, mahasiswa, aktivis, hingga LSM terus memadati Bundaran Waru, Rabu (11/3). Hingga pukul 13.15 elemen yang tergabung dalam Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) ini sempat melumpuhkan arus lalu lintas di perbatasan Sidoarjo-Surabaya.

Garda Metal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) sempat adu dorong dengan polisi. Mereka meminta merangsek masuk di depan mal City of Tommorow (Cito) Surabaya. Tak berlangsung lama, para mahasiswa dari PENS dan UISI datang dari sisi Timur Jalan A. Yani.

Teriakan "Hidup mahasiswa" dan "Hidup buruh", berbaur jadi satu. Para mahasiswa tak mau kalah. Ia juga membawa spanduk Negara Kapitalis Republik Indonesia. Mereka juga menuliskan Omnibus Law.

Sebelumnya, Ketua Umum FSPKEP, Sunandar menegaskan aksi ini sangat penting bagi para buruh. Mereka menolak pemberlakuan Omnibus Law. Karena dinilai dapat mendegradasi buruh.

"11 Maret merupakan momen penting disampaikan dengan tegas supaya didengar pemerintah pusat yang saat ini menggelar rapat paripurna awal pembahasan Omnibus Law," tegasnya.

Baca Juga: Buruh dan Mahasiswa Tolak Omnibus Law, Bundaran Waru Lumpuh Total

Topik:

  • Dida Tenola

Berita Terkini Lainnya