Soal Potensi Gempa dan Tsunami di Jatim, Ini Pemaparan Pakar

Waspada tapi tetap tenang ya!

Surabaya, IDN Times -  Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan ada potensi gempa mengguncang Jawa Timur (Jatim) magnitudo 8,7. Apabila terjadi, juga akan berpotensi mengakibatkan tsunami setinggi 29 meter.

Pakar Geologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Amien Widodo menilai pemodelan yang dilakukan BMKG langkah awal yang tepat. Sebab, Jatim terbentuk karena adanya tumbukan lempeng Eurasia dan Indo-Australia.

“Pemodelan ini menunjukkan worst scenario kemudian diumumkan, karena dalam lima bulan terakhir diketahui frekuensi gempa yang terjadi di Jawa Timur sangat tinggi,” ujarnya, Kamis (3/6/2021).

1. Ajak belajar dari Gempa Yogyakarta

Soal Potensi Gempa dan Tsunami di Jatim, Ini Pemaparan PakarIlustrasi Seismogram (IDN Times/Arief Rahmat)

Tingginya intensitas gempa ini patut dicurigai, Amien mengajak untuk belajar dari gempa besar Yogyakarta pada 27 Mei 2005 silam. Salah satu yang menjadi pertanda sebelum gempa Jogja itu terjadi adalah terekam aktivitas kegempaan yang semakin sering.

Ketika itu, frekuensi gempa mengalami kenaikan, tetapi tidak lebih dari 50 gempa setiap bulannya. “Sementara itu, di lima bulan terakhir ini gempa yang terekam selalu lebih dari 500 kejadian per bulan,” tuturnya.

Sangat jauh perbedaan frekuensi tahun 2005 lalu dengan sekarang ini. Oleh karena itu, sudah sepatutnya semua pihak supaya jauh lebih waspada. Terlebihz tumbukan lempeng yang menyusun Jatim ini panjangnya sekitar 250 sampai 300 kilometer.

"Hal itu menunjukkan gempa sangat mungkin terjadi di berbagai titik, di wilayah yang ada di sekitar zona subduksi, yakni zona tempat terjadinya tumbukan itu," ucap dia.

2. Ada titik gempa di Jatim, termasuk Surabaya

Soal Potensi Gempa dan Tsunami di Jatim, Ini Pemaparan PakarIlustrasi Seismogram (IDN Times/Arief Rahmat)

Pengamatan aktivitas gempa juga dilandaskan pada data seismik yang terukur selain mengacu pada sejarah kegempaan. Menurut penelitian aktivitas seismik yang terekam selama ini tidak merata, justru hal itu yang perlu dijadikan perhatian.

“Jika sewajarnya intensitas gempa di setiap titik zona subduksi adalah sama, tetapi ditemukan zona dengan gap seismic, artinya ada kemungkinan lempengan terkunci dan akan lepas sewaktu-waktu,” terang Amien.

Di Indonesia, sambung dia, zona dengan gap seismic ditandai di sembilan wilayah dari Sabang sampai Merauke. Salah satunya ada di Jatim dekat dengan pulau Bali.

Jika daerah yang diperkirakan sedang mengalami kuncian antarlempengnya pada akhirnya lepas dan menyebabkan gempa yang besar, dihitung akan ada waktu 20 sampai 25 menit untuk air mencapai daratan.

“Belum lagi, jika gempa yang terjadi berkekuatan M 8,7, akan mendorong sesar-sesar di Jawa Timur sehingga tereaktivasi,” imbuhnya.

Sesar yang tereaktivasi akan dapat menyebabkan gempa-gempa lain yang akibat dislokasi. Sedangkan, sesar-sesar tersebut melewati wilayah padat penduduk, seperti Banyuwangi, Probolinggo, Pasuruan, dan Surabaya.

3. Likuifaksi hingga tsunami juga pernah terjadi di Jatim

Soal Potensi Gempa dan Tsunami di Jatim, Ini Pemaparan PakarLikuifaksi pasca gempa Palu. IDN Times/Rehuel Willy Aditya

Amien melanjutkan, gempa berkekuatan kecil juga tetap berbahaya, apalagi jika terjadi di perkotaan. Gempa seperti ini dapat memicu pergeseran tanah atau likuifaksi, amplifikasi, longsor, dan tsunami, serta kerusakan pada infrastruktur.

Menurut sejarahnya, likuifaksi terparah di Jatim pernah terjadi di daerah Lumajang. Maka dari itu, sangat ditekankan oleh Amien, supaya masyarakat kenal dengan macam bencana dan mitigasinya.

Bukan hanya gempa, prediksi tsunami dengan ketinggian 29 meter merupakan sesuatu yang sebaiknya diketahui lebih awal. Amien membuka catatan gempa dan tsunami yang pernah melanda Jatim gempa tahun 1994 sekuat M 7,8 dan menimbulkan tsunami setinggi 14 meter di Pancer, Banyuwangi.

Katalog tsunami BMKG mencatat bahwa tsunami pernah melanda pantai selatan Jatim sebanyak tiga kali di tahun-tahun sebelumnya. Dengan waktu tempuh air untuk sampai ke daratan seperti yang disebutkan sebelumnya, yaitu selama 20 sampai 25 menit.

Jika kondisi ini terjadi, maka hanya ada waktu sekitar 20 menit bagi warga pesisir untuk menuju tempat yang lebih tinggi, setidaknya setinggi 20 meter. “Penting edukasi terkait mitigasi yang dikenal dengan semboyan 20-20-20,” katanya mengingatkan.

Semboyan 20-20-20 sendiri merujuk pada antisipasi gempa. Jika gempa terasa selama 20 detik, tanpa perlu menunggu air surut, warga diminta segera menuju ke tempat dengan ketinggian minimal 20 meter. Sebab, waktu yang mereka miliki hanya sekitar 20 menit.

Soal Potensi Gempa dan Tsunami di Jatim, Ini Pemaparan PakarSejarah gempa di Blitar dan Malang yang tercatat oleh BMKG. IDN Times/Faiz Nashrillah

Baca Juga: Belajar dari Tsunami COVID-19 di India, Mendagri: Jangan Lengah Prokes

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya