Pakar Epidemiologi Unair: PSBB Kedua Lebih Buruk daripada yang Pertama

Berharap ada aturan lebih tegas

Surabaya, IDN Times - Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Surabaya Raya telah diterapkan sebanyak dua tahap. Masing-masing tahap berlangsung selama 14 hari. Artinya PSBB di Surabaya, Sidoarjo dan Gresik sudah berjalan selama 28 hari. Hari ini, Senin (25/5), menjadi hari terakhir penerapan PSBB Surabaya Raya tahap kedua.

Namun pemberlakuan kebijakan ini nyatanya belum membuahkan hasil. Sebab, tren kasus positif COVID-19 di Surabaya Raya masih terus meroket, terutama di Kota Pahlawan. Akankah PSBB diperpanjang hingga tahap ketiga?

1. Secara epidemi, penyebaran Surabaya Raya belum sampai puncak

Pakar Epidemiologi Unair: PSBB Kedua Lebih Buruk daripada yang Pertama(IDN Times/Arief Rahmat)

Pakar Epidemiologi Universitas Airlanggga (Unair) dr. Windu Purnomo mengaku telah mengikuti rapat evaluasi PSBB Surabaya Raya tahap kedua. Dalam rapat itu, dia tidak merekomendasikan kebijakan apapun kepada pemerintah. Pihaknya bersama Tim Epidemiologi memaparkan fakta penyebaran virus di kawasan Surabaya Raya.

Ada dua kurva yang menjadi dasar dr. Windu dan timnya. Pertama ialah kurva epidemi dan kedua kurva prediksi. "Dari kurva epidemi Surabaya Raya, kasus masih meningkat. Kumulatif kurva masih menanjak, terutama Surabaya. Gresik lumayan, tapi tetap ada peningkatan," ujarnya, Senin (25/5).

2. Puncak COVID-19 diprediksi 28 Mei 2020

Pakar Epidemiologi Unair: PSBB Kedua Lebih Buruk daripada yang PertamaIlustrasi virus corona. IDN Times/Arief Rahmat

Kemudian pada kurva prediksi infeksi, dirinya menyampaikan kepada Gubernur Khofifah Indar Parawansa, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Bupati Gresik Sambari Halim Radianto, Plt Bupati Sidoarjo Nur Achmad Syaifuddin bahwa kasus COVID-19 masih naik dan belum sampai puncak. Timnya memprediksi puncak kasus pada Kamis (28/5) mendatang.

"Itu lima hari setelah hari Sabtu (23/5) itu," ucapnya.

Prediksi ini akan sesuai, apabila pada Hari Raya Idulfitri tidak ada pergerakan orang. "Nyatanya pergerakan orang masih banyak banget. Ada takbiran, salat jemaah unjung-unjung, ini bisa meningkat lagi," dia menambahkan.

3. Jika dilonggarkan puncak kasus COVID-19 bisa lebih lama lagi

Pakar Epidemiologi Unair: PSBB Kedua Lebih Buruk daripada yang PertamaIlustrasi PSBB. IDN Times/Mia Amalia

Berdasarkan kurva epidemi dan prediksi, Windu menilai belum aman apabila pemerintah melakukan pelonggaran seperti mengakhir masa PSBB Surabaya Raya dan tidak memperpanjangnya. "Kami tidak beri rekom apa-apa. Kami hanya menyampaikan kondisinya masih berisiko tinggi," Windu menegaskan.

"Kalau (PSBB) dilonggarkan, puncak (kasus COVID-19) tidak ketemu di hari kelima setelah kemarin (Sabtu). Tapi mungkin mundur makin jauh dan makin tinggi angkanya. Atau nanti muncul gelombang kedua, artinya masih berisiko tinggi," lanjut dia.

4. Aturan lebih ketat diperlukan agar pelaksanaan PSBB efektif

Pakar Epidemiologi Unair: PSBB Kedua Lebih Buruk daripada yang PertamaIlustrasi PSBB. IDN Times/Mia Amalia

Jika PSBB Surabaya nantinya diperpanjang, Windu berharap pemerintah benar-benar serius menerapkannya. Bentuk keseriusan itu dengan cara mengubah sanksi yang lebih tegas pada Pergub, Perwali dan Perbup. Sebab, aparat penegak hukum merujuk payung hukum di aturam itu sebelum menindak pelanggar.

"Selama ini jilid dua lebih buruk daripada jilid satu. Jilid dua tidak dibarengi perubahan Pergub, Perwali dan Perbup. Padahal, untuk pelaksanaan perlu penegasan dari aparat. Nah, aparat perlu payung hukum tapi payung hukumnya tidak berubah," Windu membeberkan.

"(Agar efektif) penegakan hukum tidak boleh seperti kemarin. Ini peluang sudah lepas lebaran untuk bisa mengetatkan," kata dia.

Topik:

  • Dida Tenola

Berita Terkini Lainnya