May Day, Buruh Jatim Menolak UU Ciptaker dan Perjuangkan PRT

Buruh mendesak RUU PRT disahkan

Surabaya, IDN Times - Buruh di Jawa Timur (Jatim) terus menggaungkan penolakan Undang-undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) atau yang lebih dikenal Omnibus Law. Pasalnya, banyak poin yang merugikan dalam UU tersebut.

Wakil Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Timur (Jatim), Nuruddin Hidayat menyebut sejumlah poin kontroversial yang ada dalam UU Ciptaker kepada IDN Times. Mulai dari sistem kontrak kerja, upah, cuti hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Poin pertama yang disoroti, jangka waktu PKWT atau kontrak kerja yang semula maksimal 2 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun, diubah menjadi 5 tahun. "Buruh tidak punya kepastian karir kerja jika terus-terusan dikontrak," tegas Nuruddin, Jumat (28/4/2023).

Poin kedua, UU Ciptaker menghapus cuti panjang selama 2 bulan bagi pekerja yang sudah bekerja selama 6 tahun dan berlaku kelipatannya. Poin ketiga, penetapan upah minimum didasarkan pada rumus pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

"Formulanya sudah ditentukan pemerintah dan parameternya didapat dari BPS. Ini menghilangkan peran Dewan Pengupahan dan budaya musyawarah untuk mufakat antara serikat pekerja dengan organisasi pengusaha, serta mereduksi hak prerogatif gubernur untuk menentukan UMK," ungkap Nuruddin.

Poin keempat, PHK alasan efisiensi dihidupkan Kembali dalam UU Ciptaker yang sebelumnya di UU 13 Tahun 2003 telah dibatalkan oleh Mahkamah Kontitusi (MK). "Ini berdampak banyak pengusaha untuk menghindari pembayaran pesangon yang lebih besar, akhirnya melakukan PHK alasan efisiensi," kata Nuruddin.

Poin kelima, adanya pengurangan nilai pesangon dalam UU Cipta Kerja. Poin keenam yang tak luput dari sorotan ialah nasih outsourcing atau istilah alih daya. Dalam UU Ciptaker tidak mempersyaratkan jenis-jenis pekerjaan yang boleh dialihdaya.

"Padahal dulu di UU 13 Tahun 2003 dibatasi hanya pekerjaan yang bersifat penunjang saja yang boleh dioutsourcing," kata Nuruddin.

Saat ini, sambung Nuruddin, pasca adanya UU Ciptaker kondisi outsourcing lebih memprihatinkan. "Dulu saat UU 13/2003 yang dibatasi penggunaan tenaga kerja outsourcing saja masih banyak pelanggaran. Buruh outsourcing ini sangat rentan dilanggar haknya," kata dia.

"Dari mulai upah dibawah UMK, tidak diikutkan BPJS, PHK tanpa pesangon, jika terjadi risiko kerja pemberi kerja tidak mau bertanggung jawab karena dianggap bukan pekerjanya. Bahkan sekarang banyak perusahaan berbondong-bondong ingin mengganti karyawan tetapnya menjadi karyawan outsourcing," lanjut Nurudin.

"Karyawan outsourcing ini lebih mudah di-PHK dan tidak wajib bagi pekerja memberikan pesangon, karena memang secara administratif, karyawan outsourcing ini bukan karyawan pemberi kerja," terang Nuruddin.

Tak sampai di situ, buruh Jatim juga akan memperjuangkan nasib Pekerja Rumah Tangga (PRT). Yakni dengan mendesak pengesahan RUU PPRT (Perlindungan Pekerja Rumah Tangga), termasuk di dalamnya mengatur jam kerja dan besaran upah.

"Di Jawa Timur sendiri kami berharap di momen May Day 2023 besok Gubernur Khofifah di pengujung kepemimpinannya dapat memberikan kado berupa rekomendasi kepada DPR RI dan pemerintah pusat agar segera mengesahkan RUU PPRT," kata dia.

Semua aspirasi mengenai UU Ciptaker hingga RUU PPRT, nantinya akan disampaikan buruh lewat aksi demonstrasi pada 1 Mei 2023. Aksi akan dipusatkan di kawasan Kantor Gubernur Jatim dengan melibatkan 30 ribu massa buruh se-Jatim.

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya