Masalah di Balik Kelangkaan Minyak Goreng di Jatim
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Surabaya, IDN Times - Minyak goreng menjadi barang langka sejak Harga Eceran Tertinggi (HET) ditetapkan pemerintah per 1 Februari 2022. Diketahui HET minyak goreng per liternya Rp14.000 untuk kemasan premium, Rp13.500 untuk kemasan sederhana dan Rp11.500 untuk curah.
Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jawa Timur (Jatim) pun ikut menyoroti kelangkaan minyak goreng. Menurut pihak Kadin, ada tiga hal yang menjadi penyebab masalah ini. Kadin juga mengusulkan sejumlah kebijakan yang harus segera dilakukan oleh pemerintah.
1. Banyak pengecer dan agen terlanjur kulak sebelum penetapan HET
Wakil Ketua Kadin Jatim, Fitradjaja Purnama mengatakan, pihaknya telah mencermati kelangkaan minyak goreng dan temuan penjualan di atas HET. Nah, menurutnya masalah pertama, waktu pencanangan HET ini pada posisi minyak goreng di pengecer masih ada stok dengan jumlah yang banyak.
"Itu dengan harga kulak sebelum HET dicanangkan. Ini juga terjadi di agen," ujarnya saat ditelepon IDN Times, Selasa (22/2/2022).
Baca Juga: Satgas Pangan: Stok Minyak Goreng di Surabaya Aman
2. Minyak goreng HET hanya ditemukan di toko modern
Nah, harga minyak goreng ini pun butuh beberapa hari agar pengecer bisa menyesuaikan pascapencanangan HET. Khusus di Surabaya, lanjut Fitra, minyak goreng sesuai HET mayoritas dijumpai di toko-toko modern saja.
"Tapi di kampung-kampung, masih pakai harga lama, dan di atas HET. Sedangkan di daerah seperti Lamongan, Tuban itu masih pakai harga lama," dia mengungkapkan.
"Antara pencanangan dengan kulak tidak ada antisipasi dari pemerintah, bagaimana mengatasi harga yang sudah dikulak di tingkat agen terutama pengecer," imbuhnya.
Baca Juga: Stok Minyak Goreng Menipis, Gubernur Jatim: Rantai Distribusi Terputus
3. Minyak sawit harus penuhi biodiesel
Lebih lanjut, untuk masalah ketiga dari sisi makro, kelangkaan terjadi karena Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit juga dipakai menjadi bahan biodiesel. Tapi, Kadin Jatim tidak menolak penerapan biodiesel ini. Hanya saja menyarankan agar bahan dasarnya diganti minyak bekas atau minyak jelantah.
"Sehingga, kelangkaan supply minyak goreng tidak terjadi. Penerapan biodiesel jangan sampai buat kelangkaan minyak konsumsi rumaht tangga, minyak goreng," kata dia.
Kadin Jatim, sambung Fitra, mulai melempar wacana pemanfaatan minyak jelantah menjadi bahan dasar biodiesel ini. "Kita sudah lempar wacana ini. Karena sebetulnya, policy sudah dijalankan," ucapnya. "Akan kami lempar wacana secara formal. Kami sampaikan dulu ke Kadin Pusat," pungkas dia.