Marak Kekerasan Siswa SMA di Jatim, Pemprov Beri Instruksi Khusus

Surabaya, IDN Times - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) memberikan atensi lebih terhadap kejadian kekerasan fisik yang terjadi di lingkungan sekolah belakangan ini. Dalam satu bulan terakhir, terjadi dua kasus kekerasan yang mengakibatkan siswa meninggal dunia. Mereka adalah siswa kelas X SMK di Jember dan pelajar SMA kelas XI di Sidoarjo.
1. Khofifah instruksikan pembentukan Satgas Perlindungan Siswa
Mendapati fenomena tersebut, Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa menginstruksikan pembentukan Satgas perlindungan siswa di sekolah kepada Dinas Pendidikan (Dindik. Menurut dia, perlindungan anak menjadi tanggung jawab bersama. Sehingga bukan hanya tugas pihak sekolah saja.
"Banyak kasus tindak kekerasan terjadi karena ketidaktahuan pelaku maupun korban. Beberapa tindakan kekerasan dianggap sebagai sesuatu yang biasa, tetapi sebenarnya berpengaruh besar pada diri korban," ujarnya, Kamis (22/9/2022).
2. Dindik instruksikan kepala sekolah segera bentuk Satgas
Menangapi instruksi tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Jatim, Wahid Wahyudi menuturkan pihaknya telah mendorong semua kepala sekolah melalui cabang dinas pendidikan wilayah untuk membuat satgas perlindungan siswa di sekolah.
"Ini sesuai instruksi bu gubernur untuk mencegah terjadinya kekerasan fisik maupun non fisik di lingkungan sekolah," katanya.
Baca Juga: Lakukan Kekerasan Pada Balita, Pasutri di Blitar Ditahan Polisi
3. Mulai dari guru, siswa, komite hingga orangtua ikut satgas
Nantinya, yang terlibat menjadi keanggotan satgas adalah sekolah, orangtua siswa atau komite, dan siswa atau OSIS. Sementara bagi sekolah dengan boarding school yang ada di kawasan pesantren atau kawasan lainnya, perlu ditambahkan perwakilan dari pesantren atau pengelola Asrama.
Wahid berpesan agar sekolah terus mengoptimalkan dan memperkuat esktrakulikuler siswa. Menyalurkan dan memaksimalkan potensi, bakat dan minat siswa, sehingga peluang untuk melakukan kekerasan pada teman sebanyanya tidak terjadi.
"Para guru juga harus menyusun pembelajaran yang terintegrasi dengan program anti kekerasan. Penguatan intrakurikuler dan kokurikuler juga harus diperkuat," pungkas dia.
Baca Juga: Dampak Kekerasan Gontor, PWNU Jatim Bikin 40 Posko Ramah Anak