Koalisi Masyarakat Sipil Jatim Kecewa dengan Pengesahan KUHP

Masih banyak pasal kontroversial

Surabaya, IDN Times - Pemerintah bersama DPR mengesahkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada Selasa (6/12/2022). Pengesahan ini menuai protes dari aktivis hingga mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Jawa Timur (Jatim).

Aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Habibus Salihin menilai proses perancangan hingga pengesahan KUHP banyak kejanggalan. Menurut dia, DPR sudah tak mau melibatkan publik dalam membahas poin pasal per pasal. Padahal banyak sekali pasal yang kontroversial.

Dalam draft terkahir RKUHP misalnya, pasal itu masuk daam Pasal 2 yang terkait dengan living law atau hukum yang hidup di masyarakat. Aturan ini merampas kedaulatan masyarakat adat. “Jika memang pasal per pasal ini sudah dikaji dan memdengarkan aspirasi masyarakat, maka hal itu tidak akan disahkan,” ujarnya.

Ada juga pasal penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara dalam Pasal 240 dan 241. Serta Pasal 280 mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan. Hal itu mengancamam kerja-kerja advokat dan jurnalis dalam ruang sidang pengadilan.

“Dari awal kami sudah mosi tidak percaya. Karena asas kehati-hatian dalam membuat uu ini tidak dipakai oleh mereka. Suatu hari mereka akan kena sendiri ketika sudah tidak menjabat,” kata dia.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya juga kecewa dengan penetapan KUHP yang dinilai tergesa-gesa. Mereka bahkan pesimis dengan upaya menggugat KUHP baru itu ke Mahkamah Konstitusi. “Kami pesimis mengajukan judicial review ke MK,” kata Ketua AJI Surabaya, Eben Haezer.

Tak hanya mengancam kerja advokat, Pasal 240 dan 241 juga berpotensi dapat mengkriminalisasi jurnalis. Karena mengatur tindak pidana penghinaan terhadap pemerintah. Juga Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.

Begitu pula Pasal 264 yang mengatur tindak pindana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap. Pasal 300, Pasal 301 dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan. Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan juga menjadi sorotan.

AJI juga mengkritik pasal 433 yang mengatur tindak pidana pencemaran. Mereka juga mempermasalahkan Pasal 439 yang mengatur tindak pidana pencemaran orang mati. Begitu juga dengan Pasal 594 dan Pasal 595 yang mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.

Sementara itu, elemen mahasiswa yang diwakili perwakilan BEM Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair), Wanda Farda mengatakan, pihaknya lebih memilih untuk memberikan pemahaman ke masyarakat. Terkait Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. Serta ancaman pidana terhadap pawai, unjuk rasa dan demonstrasi tanpa pemberitahuan pada Pasal 256 RKUHP.

“Kami akan memberikan pemahaman kepada masyarakat, contohnya dengan menyebarkan stiker #SemuBisaKena. Sekaligus memberikan informasi ke masyarakat bahwa hukum dan demokrasi di Indonesia tidak sedang baik-baik saja,” pungkas dia.

Baca Juga: Stafsus Jokowi: #Semuabisakena Muncul karena Salah Persepsi soal RKUHP

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya