Klaster Pekerja Media di Surabaya, Ketua AJI Angkat Bicara

Kritik pejabat yang narsis di tengah pandemik COVID-19

Surabaya, IDN Times - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya angkat bicara mengenai adanya klaster pekerja media di Kota Surabaya. Berdasarkan data yang telah dikonfirmasi IDN Times, klaster pekerja media itu merujuk pada temuan hasil tes swab karyawan Radio Republik Indonesia (RRI) Surabaya, Metro TV Surabaya, dan TVRI Jawa Timur (Jatim).

Sebanyak 54 karyawan RRI dilaporkan positif COVID, merujuk hasil swab pada 11 Juli 2020 lalu. Kemudian 3 karyawan Metro TV sempat terinfeksi virus SARS CoV-2, akan tetapi semuanya sudah sembuh. Serta dua karyawan TVRI Jatim meninggal dunia dengan gejala klinis terpapar virus corona. Pemulasaraan keduanya menggunakan protokol COVID-19.

Adanya temuan itu, pihak TVRI Jatim melakukan rapid test massal kepada karyawannya, 9 Juli 2020 lalu. Hasilnya, 6 karyawan reaktif. Kemudian mereka menjalani tes swab. Pada 14 Juli kemarin, satu karyawan terkonfirmasi positif. Kini kantor TVRI Jatim dikarantina sementara alias lockdown.

"Kami prihatin dengan banyaknya pekerja media dan jurnalis yang terpapar COVID-19," ujar Ketua Aji Surabaya Miftah Faridl, Rabu (15/7/2020).

1. Soroti Pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim

Klaster Pekerja Media di Surabaya, Ketua AJI Angkat BicaraIlustrasi Jurnalis (IDN TImes/Arief Rahmat)

Faridl-panggilan akrabnya- menegaskan, sebenarnya AJI Surabaya sudah mengingatkan pada Maret lalu. Mengenai berbagai aktivitas dari para pejabat di Pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim. Dia melihat bahwa ada sikap abai terhadap protokol keselamatan peliputan jurnalis dan protokol kesehatan.

"Kami sudah menyurati dua institusi ini sebagai bentuk respons terhadap pandemik ini," katanya.

Dari kedua surat itu kemudian muncul respons. Masukan dari AJI Surabaya sempat dijalankan oleh beberapa instansi pemerintah, namun tidak dimungkiri masih muncul pengabaian. "Misalnya banyaknya acara seremonial yang diselenggarakan para pejabat ini," tegas Faridl.

"Seremonial itu kan kemudian mengundang banyak orang, mengundang kerumunan, termasuk kerumunan sesama pejabat, kerumunan masyarakat, sampai juga kerumunan jurnalis. Seharusnya, sebagai tuan rumah mereka bisa menjalankan aturan dengan protokol kesehatan," dia menambahkan.

2. Sebut banyak jurnalis abai dan tidak milili kuasa

Klaster Pekerja Media di Surabaya, Ketua AJI Angkat BicaraIlustrasi Jurnalis (IDN TImes/Arief Rahmat)

Tak hanya menyoroti pemerintah, AJI Surabaya melihat masih banyak sekali jurnalis yang abai terhadap protokol keselamatan liputan. Faridl menerka, kemungkinan mereka tidak tahu, tidak mau tahu, atau tidak memiliki ruang untuk melakukan penolakan terhadap situasi yang membahayakannya.

"Misalnya tekanan narasumber, tekanan dari kantor media tempat mereka bekerja. Jadi kompleks memang jurnalis," ucap dia.

Padahal, lanjut Faridl, virus tidak memandang profesi. Adanya pekerja media terjangkit corona membuktikan bahwa virus tersebut dekat dengan profesi jurnalis. Utamanya yang bekerja di lapangan. Bahkan, sudah mendekati orang-orang yang ada disekitar jurnalis. Seperti pejabat maupun aparatur sipil negara (ASN).

"Itu artinya anda jadi wartawan, dengan previlege, sampean dapat dari seorang pejabat sekalipun, virus ini tidak akan berbelok ketika menyasar anda," tegasnya.

Baca Juga: Dua PDP Meninggal Dunia, Satu Karyawan TVRI Jatim Positif

3. Banyak perusahaan media yang masih meminta liputan seremonial tak penting

Klaster Pekerja Media di Surabaya, Ketua AJI Angkat BicaraIlustrasi press conference (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih lanjut, AJI Surabaya juga menyoroti perusahaan media. Dia mengaku mendapat cerita dari beberapa jurnalis. Bahwasannya mereka tidak ada pilihan ketika harus melakukan peliputan. Entah itu peliputan yang melanggar protokol keselamatan atau liputan tak penting yang sifatnya seremonial.

"Dia (jurnalis) tidak memiliki kuasa yang cukup terhadap dirinya dan keselamatannya, jadi tidak didukung oleh perusahaan media," bebernya.

Memang beberapa media di Surabaya memiliki prinsip kuat dan melarang jurnalis atau reporternya terjun langsung ke lapangan. Tapi itu hanya sebagian kecil saja. "Tapi lebih banyak perusahaan media tidak memiliki awareness terhadap keselamatan jurnalisnya," tambah Faridl.

AJI Surabaya pun mendorong perusahaan media ini membuat dan menerapkan protokol keselamatan dalam peliputan, baik untuk jurnalis di lapangan, maupun pekerja media yang ada dalam kantor. Kalau tidak memiliki kemampuan untuk membuat protokol keselamatan dalam peliputan, dipersilakan mengadopsi yang sudah disusun AJI dan Komite Keselamatan Jurnalis.

"Tinggal mengadopsi, tidak perlu sungkan atau malu. AJI membuka diri untuk diskusi soal protokol keselamatan peliputan ini," terangnya.

4. Harusnya media gunakan power-nya

Klaster Pekerja Media di Surabaya, Ketua AJI Angkat BicaraIlustrasi Jurnalis (IDN TImes/Arief Rahmat)

Harusnya, kata Faridl, perusahaan media ini punya bargaining untuk mendesak institusi apapun, baik swasta ataupun pemerintah, untuk mengikuti protokol keselamatan dalam peliputan. Kalau mereka memiliki itikad baik, mereka akan menggunakan power-nya.

"Perusahaan media punya power untuk mengoreksi sekian banyak kebijakan yang berkaitan dengan peliputan, yang tidak berbasis pada kepentingan keselamatan bersama," katanya.

AJI menilai bahwa 80 persen pemberitaan seputar COVID-19 lebih banyak mengekspos seputar seremonial. Pejabat yang memberikan keterangan tidak memberikan keterangan yang substansif soal virusnya.

"Sehingga buktinya di Surabaya dilihat seperti tidak ada pandemik, seperti tidak ada virus yang mengancam nyawa, seperti bukan kota yang menduduki peringkat pertama dalam penularan COVID-19 se-Indonesia," lanjutnya.

"Ada banyak sekali pemberitaan soal seremoni, apa untung bagi publik, apa publik teredukasi dengan gaya pejabat yang narsis, yang ingin setiap hari masuk di layar TV, di koran, di media menunjukkan mereka sudah bekerja dengan baik. Ini bukan soal mereka menunjukkan kerja dengan baik, tapi soal bagaimana publik mengetahui," kritik Faridl.

Baca Juga: Muncul Klaster Pekerja Media, Gugas Tegaskan Corona Aerosol 

Topik:

  • Dida Tenola

Berita Terkini Lainnya