Jatim Punya Rumah Restorative Justice Terbanyak Nasional

Apa sih manfaatnya rumah Restorative Justice?

Surabaya, IDN Times - Rumah Restorative Justice (RRJ) di Jawa Timur (Jatim) menjadi yang terbanyak di Indonesia. Jumlahnya mencapai 949 rumah. Banyaknya RRJ ini sebagai upaya penyelesaian perkara pelanggaran hukum pidana umum ringan dengan pendekatan humanis dan kearifan lokal.

"Keberadaan RRJ di Jatim ini semoga mampu memberikan rasa keadilan yang lebih kuat, dekat, murah dan cepat bagi masyarakat. Sehingga penyelesaian masalah hukum bisa diselesaikan lebih humanis, menggunakan hati nurani, tanpa harus sampai ke pengadilan," ujar Gubernur Khofifah Indar Parawansa, Minggu (23/7/2023).

Berdasarkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020, Restorative Justice hanya untuk perkara yang ancaman pidananya di bawah lima tahun. Untuk itu, Kejaksaan Agung membentuk RRJ di seluruh kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri di Indonesia, sebagai lembaga yang dapat menyelesaikan perkara secara cepat, sederhana, dan biaya ringan. 

Khofifah mengatakan, saat ini telah ada RRJ di 315 Desa/Kelurahan dan RRJ di lingkungan Universitas di Jatim. Tidak hanya itu, Jatim juga memiliki Rumah Restorative Justice Sekolah (RRJS) 2023. Tercatat 630 RRJS telah tersebar di 630 SMA/SMK/SLB di seluruh Jatim. Dengan total 949 RRJ.

"Dengan adanya RRJ baik di desa/kelurahan maupun sekolah di Jatim, berbagai permasalahan hukum yang terjadi di lini bawah dapat diselesaikan dengan cara musyawarah. Tentunya dengan mempertimbangkan beberapa kualifikasi seperti tidak ada mens rea serta bukan residivis," katanya.

Keberadaan RRJ di sekolah, lanjut Khofifah, juga tetap melihat klasifikasi jenis pelanggaran yang dilakukan. Contohnya pelanggaran narkoba, kekerasan maupun tindak pidana asusila. Bila ancaman hukumnya di atas lima tahun maka tidak masuk kategori restorative justice. 

"Tentunya tetap pihak dari kejaksaan yang akan menentukan hal tersebut sesuai klasifikasi pelanggarannya. Apakah bisa masuk restorative justice atau masuk kategori Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH),” tegas Khofifah.

Lebih lanjut, hadirnya penyelesaian permasalahan sengketa secara nonlitigasi diharapkan dapat menjadi pilihan pertama untuk menyelesaikan permasalahan sederhana di tingkat desa. Peran dan fungsi kepala desa sebagai figur yang dihormati di lingkungan desa sangat potensial untuk menjadi jujukan penyelesaian perselisihan antarwarga.

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya