Gedung Setan Surabaya, Miniatur Indonesia yang Tersembunyi

Ada berbagai ras dan agama yang tinggal seatap

Surabaya, IDN Times - Gentingnya berkerak, warna putih temboknya kusam, beberapa bagian justru mengelupas. Sekilas jika dipandang dari kejauhan, bangunan yang terletak di Banyuurip kawasan Pasar Kembang Surabaya ini suram.

Bangunan yang sejatinya berwarna putih itu dikenal Gedung Setan. Mendengar namanya saja menakutkan. Banyak yang membayangkan gedung itu kosong tanpa hunian. Tapi ternyata sewaktu aku berkunjung ke sana, penghuninya mencapai puluhan.

Gedung Setan Surabaya, Miniatur Indonesia yang TersembunyiKetua Pengurus Gedung Setan, Djijanto Soetikno saat berbincang dengan IDN Times (IDN Times/Ardiansyah Fajar)

Akses jalan menuju gedung setan harus melalui perkampungan Banyu Urip, Sawahan. Gedung itu berdekatan dengan pasar, sehingga dari luar sangat padat dan ramai. Banyak hilir mudik warga kampung yang berbelanja di sekitar sana.

Untuk masuk ke gedung seluas 500 meter persegi ini terdapat akses satu pintu yang berukuran sedang. Beberapa penghuni nampak memandangiku saat berjalan masuk, mereka melempar senyum ketika aku memberi salam berupa anggukan.

Aku pun langsung menemui seorang laki-laki paruh baya berkaus oblong yang sedang bersantai dengan penghuni Gedung Setan lainnya. Rupanya, dia adalah Ketua Pengurus Gedung Setan, Djijanto Soetikno. Tak menunggu waktu lama, aku diajaknya ke bilik tempatnya tinggal.

Memang, penghuni di Gedung Setan tinggal di beberapa bilik semi permanen yang terbuat dari papan triplek. Mereka membaginya sesuai dengan kapasitas keluarga. "Ya kalau keluarganya banyak, ya ruangannya luas, disekat sendiri," ujar Tikno.

Baca Juga: Nyepi, Umat Islam dan Kristen di Desa Balun Ikut Bikin Ogoh-ogoh

Gedung Setan Surabaya, Miniatur Indonesia yang TersembunyiWarga tamapk beraktivitas di dalam Gedung Setan (IDN Times/Ardiansyah Fajar)

Gedung ini sebenarnya milik VOC Belanda yang dibangun sejak 1809. Usai Indonesia menyatakan diri merdeka, gedung yang teridri dari dua lantai ini dibeli oleh dr.Teng Khoen Gwan. "Iya dibeli dokter pada tahun 1945," kata Tikno.

Usai dibeli, gedung ini dialihfungsikan oleh sang dokter untuk bisnis transit jenazah yang akan dimakamkan. Karena memang pada zaman itu kawasan sekitar gedung ialah areal pemakaman Tionghoa, Kristen, dan Belanda.

"Dulu di belakang itu banyak makam Tionghoa, Kristen dan Islam," ucap Tikno.

Gedung Setan Surabaya, Miniatur Indonesia yang TersembunyiGedung Setan, bangunan lawas tempat multiras dan agama tinggal seatap (IDN Times/Ardiansyah Fajar)

Pada tahun 1948, bangunan yang sudutnya sudah diselimuti lumut ini dititipkan dr. Teng Khoen Gwan ke ayah Tikno yang bernama Handoko saat agresi militer II. Kala itu banyak etnis Tionghoa dari berbagai daerah yang berbondong-bondong untuk bersembunyi di Gedung Setan.

"Termasuk keluarga saya juga ke sini (Gedung Setan) sampai KK-nya itu 300-an. Jadi tampungan Tionghoa Jateng dan Jatim," kata Tikno.

Sebelum dibuat berbilik, penghuni yang tinggal di sana campur aduk. Bahkan, ada yang tidur di barak bekas tentara VOC. "Bentuknya loss seperti barak tentara. Dulu dijejer dikasih kelambu aja," bebernya.

Gedung Setan Surabaya, Miniatur Indonesia yang TersembunyiTak pandang ras, penghuni Gedung Setan yang berasal dari berbagai suku tinggal seatap (IDN Times/Ardiansyah Fajar)

Lambat laun, keluarga yang tinggal di Gedung Setan semakin menyusut. Areal pemakaman di sekitar bangunan perlahan menjadi perkampungan sejak tahun 1965. Saat itu banyak makam yang dirusak oleh pendatang seiring meletusnya tragedi PKI.

"Kuburan mulai hilang tahun 1965 jadi perkampungan," kata Tikno. Meski begitu, Tikno mengaku peristiwa PKI tidak berdampak kepada warga Tionghoa di Gedung Setan. 

Seiring berjalannya waktu, gedung ini mulai menyusut sampai 18 KK saja. Tapi, sekarang mulai ramai lagi karena ada 56 KK. 

"Saat ini ada suku Jawa, Madura, Bali, NTT sampai Ambon ada di atas," ucap Tikno.

Gedung Setan Surabaya, Miniatur Indonesia yang TersembunyiTak hanya multi ras, Gedung Setan juga dihuni warga dari berbagai agama (IDN Times/Ardiansyah Fajar)

Selain berbagai suku dan ras, sekarang yang penghuni gedung terdiri dari berbagai agama. Tikno menyebut, ada tiga agama yang yaitu Kristen, Islam dan Konghucu. Dia membeberkan penghuni di sini tidak pernah bertikai terkait kepercayaan baik di dalam gedung maupun dengan warga kampung.

"Semua harmonis, dengan orang kampung juga. Berbaur kok satu RT," terang Tikno.

Keharmonisan itu semakin dirajut dengan cara membuat tempat ibadah di lantai 2 gedung. Saat aku ke sini, benar melihat ada satu ruang serbaguna untuk kegiatan ibadah secara bergantian. Ruang itu juga acap kali dipakai untuk pertemuan.

"Bisa dibilang ini miniatur Indonesia, di sini ada berbagai suku dan agama tapi tetap bersatu bertoleransi," pungkas Tikno.

Penghuni Gedung Setan tetap merawat keberagaman di tengah desakan Kota Metropolitan.

Baca Juga: Belajar dari Pemuda Desa Balun, Jadi Saudara Tak Perlu Sedarah

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya