Ratusan buruh demo menolak Tapera di depan Kantor Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2024). (IDN Times/Trio Hamdani)
Sementara itu, buruh Jatim menggelar aksi demonstrasi tolak Tapera pada Juni lalu di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya. Menurut mereka, Tapera tidak memberikan kepastian kepada peserta program Tapera untuk memiliki rumah.
Pemerintah lepas tanggung jawab dengan tidak menyisihkan anggaran dari APBN untuk perumahan rakyat. Iuran TAPERA membebani biaya hidup buruh dan rakyat di tengah daya beli buruh yang turun 30 persen dan upah minimum yang sangat rendah akibat UU Cipta Kerja.
"Program Tapera rawan penyelewengan, sebab selama ini tidak ada preseden kebijakan sosial yang iurannya dihimpun dari masyarakat dan pemerintah tidak mengiur, tetapi penyelenggaranya adalah pemerintah tanpa melibatkan unsur perwakilan masyarakat," kata Wakil Sekreraris FSPMI Jatim, Nuruddin Hidayat.
"Iuran TAPERA sifatnya memaksa, karena meskipun buruh yang sudah memiliki rumah tetap diwajibkan terdaftar sebagai peserta Tapera dan mengiur setiap bulannya," tambah dia.
Ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana Tapera, apalagi untuk buruh swasta dan masyarakat umum, terutama buruh kontrak dan outsourcing, yang dapat mengalami PHK sewaktu-waktu tanpa menunggu usia pensiun. Program Tapera tumpeng tindih dengan program Manfaat Layanan Tamabahan (MLT) Program Perumahan BPJS Ketenagakerjaan.