Menilik Sejarah Transformasi Tari Gandrung Banyuwangi

Pelan-pelan gandrung menjadi feminim

Banyuwangi, IDN Times - Tari Gandrung merupakan seni gerak tubuh berirama yang ikonik dari Kabupaten Bayuwangi, Jawa Timur. Tarian ini bahkan kini menjadi sangat populer di Nusantara. Namun tidak banyak yang tahu bahwa sejarahnya, penari gandrung dulunya bukan wanita-wanita berparas elok seperti sekarang. Dulu, penari gandrung adalah laki-laki. Sejarah mencatat, dalam perkembangan penyebaran agama Islam di Jawa, tari gandrung ini juga berubah.

1. Sekilas gandrung

Menilik Sejarah Transformasi Tari Gandrung BanyuwangiFestival Gandrung Sewu Banyuwangi. (dokumentasi Pemkab Banyuwangi)

Dalam jurnal Gandroeng Van Banyuwangi tulisan John Scholte (1926), dikatakan bahwa penari gandrung awalnya bukanlah perempuan melainkan laki-laki. Penari gandrung itu bernama Marsan. Pementasan gandrung Marsan ini dulunya mirip pengamen, yakni keliling berpindah tempat.

Dibalik pementasan ini, ada sebuah misi besar yang memperjuangkan kebebasan pada masa kolonial. Marsan dan kelompoknya, berupaya mengais informasi, mengumpulkan pangan, dan spinoase pergerakan penjajah.

Baca Juga: Sejarah Gandrung dan Kepahlawanan Pribumi Banyuwangi Melawan Penjajah

2. Kepunahan gandrung laki-laki

Menilik Sejarah Transformasi Tari Gandrung BanyuwangiFestival Gandrung Sewu Banyuwangi. (dokumentasi Pemkab Banyuwangi)

Waktu bergulir, hingga pada masa masuknya agama Islam ke pulau Jawa dan menyebar ke Banyuwangi. Perlahan-lahan peran laki-laki sebagai aktor utama tari gandrung mulai berkurang. Gandrung mulai dipentaskan oleh wanita. Mulai tahun 1894 hingga akhirnya benar-benar hilang penari laki-laki di tahun 1904.

Scholte dalam jurnalnya menyebut, penari gandrung wanita pertama di Banyuwangi bernama Semi. Kala itu, Semi berhasil bertahan hidup setelah sebelumnya sakit yang cukup parah.

Dikisahkan, Semi adalah wanita penari Seblang. Sebuah tari yang konon jauh lebih tua dari gandrung itu sendiri. Dikatakan, Semi sempat jatuh sakit dan tak kunjung sembuh. Dia menjadi penari seblang karena serapah dari ibunya, Raminah.

"Penampilan Semi sebagai penari wanita gandrung pertama, sekaligus menjadi berakhir trem gandrung laki-laki pada masa itu. Marsan adalah penari laki-laki terakhir," ungkap Eko Budi Setianto, Penulis Buku Isun Gandrung, dikutip pada Senin (29/4/2024). 

3. Pengaruh besar Islam

Menilik Sejarah Transformasi Tari Gandrung BanyuwangiFestival Gandrung Sewu Banyuwangi. (dokumentasi Pemkab Banyuwangi)

Budi mengatakan, masuknya Islam saat itu mulai mengubah cara penampilan masyarakat Banyuwangi. Mulai dari penampilan, kostum, dan gerakan yang perlahan berubah menjadi feminim. Perlahan-lahan, pemeran gandrung sepenuhnya hanyalah wanita.

"Islam masuk, kemudian muncul tekanan-tekanan tampilan laki-laki yang menyerupai perempuan. Itu yang kemudian menjadikan gandrung laki-laki perlahan berkurang dan pada akhirnya lenyap," kata Budi.

Budi mengatakan, perubahan hanya mencolok terjadi pada pelaku tariannya saja. Sementara untuk instrumen dan pernak-pernik lainnya tidak jauh berubah. Iringan gandrung juga masih menggunakan sejumlah alat musik tradisional.

Baca Juga: Festival Gandrung Sewu Berlangsung Meriah, Libatkan Ribuan Orang

Agung Sedana Photo Community Writer Agung Sedana

Sebagus-bagusnya tulisan, adalah tulisan yang menginspirasi, membangun, dan mengedukasi. Setiap orang berhak mendapatkan informasi yang benar-benar akurat.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya