Pudarnya Keteladanan Pejabat Menghadapi Pandemik

Tindak tanduk pejabat langsung dilihat rakyat

Surabaya, IDN Times - Lebaran masih tidak bisa dirayakan secara normal tahun ini. Karena pandemik COVID-19 belum mereda. Jauh hari sebelum Idul Fitri 1442 Hijriah tiba, pemerintah sudah membuat aturan tentang larangan mudik.

Saking sregepnya membuat aturan, sampai direvisi beberapa kali. Sebelumnya pembatasan pergerakan masyarakat berlaku mulai 6-17 Mei. Tapi, melalui Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 tentang peniadaan mudik, ada klausul pengetatan mudik Lebaran mulai 22 April 2021 sampai 24 Mei 2021.

Sebelum tanggal 22 April, media massa menyorot pergerakan mobilitas orang di jalan-jalan perbatasan antar provinsi maupun kabupaten. Penyekatan pun dijaga ketat oleh aparat. Yang nekat mudik diputar balik.

Lebaran super ketat itu harus diterima rakyat untuk kedua kalinya. Karena tahun lalu, mudik juga dilarang.

"Kami sekeluarga tidak bisa mudik lagi. Tidak apa-apa masih ada waktu lain. Semoga pandemik ini segera berakhir," ujar Suprawoto warga Magetan yang bekerja di Sidoarjo.

Ketabahan hati Suprawoto menahan rindu kampung halaman, juga dirasakan jutaan rakyat di belahan daerah lain di Indonesia. Mereka tabah sampai lebaran berakhir.

Strategi meredam mobilitas mudik lebaran ini, sepertinya sedikit berhasil meski beberapa perbatasan juga bobol.

Baca Juga: Ikut Halalbihalal Dangdutan Sukoharjo: Camat Dipecat 9 Orang Diperiksa

1. Selaraskan larangan mudik, buat konten lebaran virtual

Di hari Idul Fitri itu, aparatur negara tampak berlomba membuat konten berisi anjuran lebaran virtual di tengah pandemik. Diawali oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang merayakan Idul Fitri hanya berdua bersama Ibu Negara Iriana Widodo. Jokowi juga silaturahmi virtual dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.

Tren membuat konten lebaran virtual ini langsung menjalar ke para Menteri, hingga Kepala Daerah. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawasa salah satunya yang mengunggah konten 'maaf-maafan' dengan anak cucunya melaui panggilan video.

“Benar kata Dilan, rindu itu luar biasa beratnya. Saya merasakan hal yang sama, menahan rindu untuk menggendong cucu dan bertemu anak saat Idul Fitri ini.

Untungnya teknologi informasi dan komunikasi saat ini begitu maju sehingga rindu itu bisa terobati lewat video call.

"Aila, Nanti kita ketemu setelah pandemi Covid-19 ini berakhir ya. Doakan Uti sehat selalu,". Maaf lahir batin semuanya. (***)

Unggahan Khofifah itu sedikit bikin adem hati rakyat Jatim. Seolah menunjukkan keteladanan seorang pemimpin dalam menjaga perasaan rakyatnya yang terpaksa tidak boleh mudik.

2. Tapi ada pesta pejabat yang melukai hati rakyat

Pudarnya Keteladanan Pejabat Menghadapi PandemikTangkapan layar video suasana pesta ulang tahun Gubernur Khofifah di Gedung Grahadi. TikTok

Namun, 7 hari berselang, tiba-tiba ada video pesta ulang tahun Khofifah menyebar viral. Pesta ulang tahun ke-56 orang nomor satu di Jatim itu, seperti bukan tanpa persiapan. Karena ada makanan prasmanan, ada penyanyi Katon Bagaskara yang menghibur, dan diduga timbulkan kerumunan. Pemerintah Provinsi Jawa Timur pun buru-buru melakukan klarifikasi.

"Memang betul ada acara, acara itu dadakan, surprise. Surprise dari staff dan para kepala OPD. Tidak semuanya karena beberapa kepala OPD ada kunjungan kerja. Itu tidak ada yang direncanakan," ujar Pelaksana Harian Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Heru Tjahjono di Kantor Gubernur Jatim, Jumat (21/5/2021). Ia juga menyebut acara sudah sesuai protokol kesehatan.

Bahkan Khofifah sendiri akhirnya buka suara. "Tidak ada lagu ulang tahun. Tidak ada ucapan ulang tahun, tidak ada bersalam atau berjejer. Juga tidak ada potong kue tart ultah," ujar Khofifah, Sabtu (22/5/2021), diiringi permintaan maaf.

Khofifah sudah klarifikasi, tapi hati rakyat belum sepenuhnya terobati. Beberapa elemen rakyat melaporkan pesta khofifah ini ke Polda Jatim. Polisi pun telah melakukan olah TKP di Gedung Negara Grahadi tempat pesta itu digelar.

Jauh sebelum ultah Khofifah itu, Wali Kota Blitar, Santoso, juga sudah mendapatkan sanksi denda dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan. Orang nomor satu di jajaran Pemkot Blitar ini harus membayar denda sebesar Rp5 juta, terkait viralnya video menyanyi dan berjoget tanpa masker beberapa waktu lalu.

Selain Santoso, terdapat 13 orang lain yang terekam video juga ikut menerima sanksi denda. Perkara ini juga telah disidangkan pada Jumat (26/3/2021) lalu.

Bergeser ke Jawa Tengah (Jateng), pelanggaran protokol kesehatan juga dilakukan Wakil Ketua DPRD Kota Tegal, Wasmad Edi Susilo. Ia mengadakan hajatan dan konser dangdutan di tengah pandemik pada akhir tahun 2020 lalu.

Belakangan, pejabat legislatif itu divonis enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun dan denda Rp50 juta (subsider tiga bulan kurungan penjara) oleh Pengadilan Negeri Kota Tegal, pada Selasa 12 Januari 2021.

Sanksi itu diberikan karena Wasmad tidak mempunyai kepedulian dan tidak mendukung program pemerintah maupun Pemerintah Kota (Pemkot) Kota Tegal untuk mencegah penyebaran wabah penyakit COVID-19.

Masih di Jateng, kegiatan halal bihalal camat dan lurah se-Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah bersama pengurus anak cabang (PAC) PDI Perjuangan juga viral di media sosial.

Buntut kejadian itu, Bupati Sukoharjo, Etik Suryani mengambil kebijakan memecat jabatan Havid lantaran dianggap mencoreng pemerintahan Kabupaten Sukoharjo.

“Jabatan Plt Camat Sukoharjo kami copot dan dikembalikan ke jabatan definitifnya sebagai Lurah Gayam,” ujar Etty, Senin (24/5/2021).

Kemudian, di Provinsi Lampung acara kerumunan timbul di Kabupaten Tanggamus Pekon Karang Agung, Kecamatan Semaka. Kala itu terdapat acara organ tunggal yang dihadiri oleh 800 massa.

Buntut dari kejadian itu, Kapolda Lampung Irjen Pol Hendro Sugiatno mencopot Iptu Pambudi Raharjo sebagai Kapolsek Semaka. Hendro menyebut, langkah tersebut merupakan bentuk keseriusan sekaligus antensi Polri dalam penanganan pandemik COVID-19.

Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad menambahkan, pencopotan Kapolsek Semaka merupakan bentuk punishment kepada aparat kepolisian karena dianggap tidak mampu mengendalikan massa.

Baca Juga: Update Kerumunan Organ Tunggal Tanggamus, Kapolda Copot Kapolsek Semaka

3. Di ambang krisis keteladanan

Pudarnya Keteladanan Pejabat Menghadapi Pandemik(Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan dua pasang kepala daerah di rutan KPK) IDN Times/Santi Dewi

Pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan para pejabat negara ini mendapat penilaian dari rakyat. Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Prof Tafsir menilai tindakan yang mereka lakukan telah mencederai perasaan rakyat Indonesia yang sejak setahun lebih diminta menjaga aturan prokes untuk mengendalikan wabah virus Corona. 

"Jadi apa yang ditunjukkan oleh camat dan para lurah di Sukoharjo sudah mencoreng prinsip kesepakatan bersama bahwa kita semua mestinya dalam satu komitmen menjaga prokes. Ini bukti jika bangsa Indonesia benar-benar mengalami krisis keteladanan," tegasnya ketika dihubungi IDN Times. 

Tafsir juga menyinggung sikap Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa yang memperparah keadaan dengan menggelar acara ulang tahun. 

"Itu bukanlah sesuatu yang esensial bagi seorang pejabat. Apalah artinya mengadakan acara ulang tahun. Harusnya Gubernur Jatim maupun camat dan lurah di Sukoharjo berkaca pada masyarakat level terbawah yang sudah bersusah payah menuruti aturan protokol kesehatan," ujar Tafsir. 

Ia menganggap kasus-kasus pelanggaran prokes yang terjadi selama ini merupakan kondisi nyata jika masyarakat Indonesia sebenarnya sudah jenuh dengan munculnya wabah COVID-19 selama lebih dari setahun terakhir. 

Di satu sisi, pemerintah juga tak kunjung memberikan solusi yang jitu untuk keluar dari pandemik COVID-19.

Baca Juga: Dangdutan Tanpa Masker, Walkot Blitar Akhirnya Didenda Rp5 Juta

4. Buah dari Kebijakan yang membingungkan

Pudarnya Keteladanan Pejabat Menghadapi PandemikPemudik menggunakan sepeda motor terjebak kemacetan saat melintasi posko penyekatan mudik di Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (10/5/2021). (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Pakar Komunikasi Publik dari Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang, Dr Agus Triyono menilai, perilaku warga yang sering melanggar protokol kesehatan merupakan buah dari kebijakan pemerintah pusat yang tidak konsisten. 

Menurut Agus, pola komunikasi dari pemerintah pusat yang sering berubah-ubah cenderung membingungkan masyarakat. Padahal, masyarakat sebenarnya membutuhkan satu kebijakan yang kongkrit agar Indonesia bisa terlepas dari situasi pandemik. 

"Tapi terlihat sekali statement pemerintah yang disampaikan ke publik malah menunjukan kalau kebijakan yang diambil selama ini tidak ada yang konsisten. Kita kan menunggu apa sih yang mesti dilakukan biar semangat kita bangkit lagi. Pemerintah harusnya membuat kebijakan agar masyarakat kembali percaya dengan aturan yang dibuat selama ini," terangnya.

Pengamat politik dan kebijakan publik dari Universitas Islam Syech Yusuf (Unis) Tangerang juga senada. Menurutnya inkonsistensi aturan yang dibuat para pejabat pemerintahan membuat masyarakat menjadi tidak disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan.

Adib menilai, inkonsistensi aturan sama dengan mengajari masyarakat untuk tidak taat aturan.

Salah satu bentuk inkonsistensi pemerintah di tengah pandemik ini, menurut Adib, adalah kebijakan larangan mudik jelang hari raya lebaran.

"Lah mudik dilarang, wisata dibuka. Masyarakat jadi bikin bingung. (Aturan) ambigu, akhirnya aware masyarakat soal COVID-19 lemah," kata dia.

Adib mengatakan ketika pandemik COVID-19 sudah lebih satu tahun, masyarakat akan selalu melihat panutan atau contoh soal protokol kesehatan dan tegaknya aturan penanganan COVID-19 dari pemangku kepentingan, yaitu para pemimpin.

Mulai dari pemerintah pusat hingga ke pemerintah daerah. Khusus pemerintah daerah inilah sebagai eksekutor utama yang sebenarnya langsung bersentuhan dengan masyarakat.

"Makanya seperti gubernur, wali kota, bupati inilah merupakan representasi kehadiran negara dari peraturan-peraturan untuk penanganan COVID-19," kata dia.

Baca Juga: Ultahnya Disebut Buat Kerumunan, Khofifah Minta Maaf

5. Inkonsistensi antara aturan dan impelementasi

Pudarnya Keteladanan Pejabat Menghadapi PandemikPantai Pangandaran viral karena terjadi kerumunan lautan manusia di libur lebaran (Tangkapan layar video/Instagram @lambeturah)

Makanya, lanjut Adib, tindak-tanduk para pemangku jabatan langsung dilihat masyarakat. Mata publik, imbuhnya, melihat sejauh mana para pemangku itu sendiri menaati peraturan yang dibuat.

Contoh ketika secara tidak langsung mereka melarang kerumunan. Ternyata, mereka sendiri kadang-kadang juga berkerumun. Mulai meninjau lokasi keramaian, masih konvensional mengadakan rapat, bahkan rapat digelar diluar kota, saat mereka sendiri membatasi kegiatan masyarakat," kata dia.

Menurut Adib, itu contoh yang tidak konsisten. Pemerintah melarang berkerumun, tetapi pengawasan lokasi wisata tak maksimal.  "Artinya secara tak langsung pemda juga melakukan pembiaran orang untuk melanggar prokes," kata dia.

Ketika peraturan tidak ditegakkan secara utuh atau implementasinya masih kendor, hal itu juga menjadi pesan yang kurang baik kepada publik.

Publik, imbuhnya, menangkap kesan kepala daerah atau pejabat tidak merepresentasikan apa yang sudah dikeluarkan sebagai aturan.

"Jadi bukan hanya mereka melanggar tetapi ketika implementasi kebijakan soal peraturan tidak tegas. Bisa juga dikatakan, mereka sendiri mengajari bahwa peraturan itu bisa dilanggar," kata dia. 

Baca Juga: Camat, Lurah Nekat Halalbihalal, Muhamadiyah: Kita Krisis Keteladanan

Topik:

  • Faiz Nashrillah
  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya