Mengawal Suara Disabilitas Mental

Menuju pemilu berkeadilan

Surabaya, IDN Times - Sejumlah orang berkepala pelontos tampak mondar-mandir ke sembarang arah. Beberapa dari mereka dalam tatapan kosong. Mereka adalah orang-orang penyandang disabilitas mental yang dirawat di Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih, Surabaya.

Sore itu, Jumat (24/11/2023) tak ada aktivitas khusus yang mereka lakukan di Liponsos. Di antara mereka, ada yang tidur di sembarang tepat, ada yang mondar-mandir, ada yang cuma berdiri, ada yang membersihkan sampah, ada yang mengintip dari balik pagar besi, ada pula yang sedang mengaji.

Rutinitas itu mungkin akan sedikit berbeda khususnya pada 14 Februari 2024 nanti. Karena untuk pertama kalinya, para penghuni Liponsos Keputih Surabaya bakal mengikuti pesta demokrasi Pemilu 2024, memilih presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif dari daerah sampai pusat.

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya, Anna Fajriatin mengatakan, jumlah penghuni di Liponsos Keputih adalah 764 orang, 554 orang di antaranya adalah disabilitas mental, 80 orang gelandangan, 6 orang pengemis, 8 orang pengamen, 54 lansia terlantar, dan sisanya lain-lain.

KPU telah memasukkan ke Daftar Pemilih Tetap (DPT) penghuni Liponsos untuk Pemilu 2024. Bahkan, ada dua Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Liponsos Keputih, yakni TPS reguler untuk penghuni yang memiliki KTP Liponsos dan TPS khusus untuk penghuni yang ber-KTP di luar Liponsos.

"Daftar Pemilih Tetap untuk TPS khusus ada 182 dengan rincian disabilitas mental 167 DPT dan gelandangan 15 DPT. Untuk TPS reguler ada 246, dengan rincian, disabilitas mental 235 DPT dan gelandangan 9 DPT," kata Anna.

Setelah kelompok penyandang disabilitas mental ini masuk ke DPT, maka akan ada skrining bagi mereka untuk memberikan hak suaranya di hari pemilihan. Bagi yang kondisinya stabil, mereka akan diperkenankan untuk menggunakan hak suaranya di bilik suara.

Mengawal Suara Disabilitas MentalIlustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Memfasilitasi hak suara bagi kelompok disabilitas mental di Surabaya itu, menjadi gambaran betapa pemenuhan hak demokrasi juga harus dilakukan di daerah-daerah lain di Indonesia. Sebab, berapapun jumlahnya, disabilitas mental yang masuk DPT Pemilu 2024 berhak memberikan suara yang dilindungi konstitusi.

KPU RI pada 2 September 2023 telah menetapkan sebanyak 1.101.178 pemilih disabilitas masuk DPT Pemilu 2024. Rinciannya, disabilitas fisik sebanyak 482.414, disabilitas mental sebanyak 264.594, disabilitas intelektual sebanyak 55.421, dan disabilitas sensorik sebanyak 298.749 pemilih.

Dalam data sebaran di daerah, DPT disabilitas di tiga provinsi di Jawa cukup berimbang. Di Jawa Timur misalnya, terdapat angka 0,51 persen atau 161.605 pemilih dari kalangan disabilitas. Khusus disabilitas mental jumlahnya menempati terbanyak kedua. Rinciannya, pemilih disabilitas fisik 72.321, disabilitas mental 41.016 pemilih, disabilitas netra 17.444 pemilih, disabilitas wicara 16.540 pemilih, disabilitas intelektual 7.963 pemilih dan disabilitas rungu 6.322 pemilih.

Data pemilih disabilitas mental di Jawa Tengah sedikit lebih banyak dari Jawa Timur. KPU Jawa Tengah telah menetapkan sebanyak 187.501 disabilitas masuk DPT pada Pemilu 2024. Dari 187.501 pemilih disabilitas itu terbagi ke dalam enam kriteria. Disabilitas fisik sebanyak 80.258, disabilitas mental 44.851, disabilitas intelektual 10.398, disabilitas sensorik wicara ada 21.051 pemilih, disabilitas sensorik rungu 10.087 pemilih, serta disabilitas sensorik netra 20.856 pemilih.

Sedangkan di Jawa Barat, KPU setempat menyebutkan dari sekitar 146 ribu pemilih terdapat 32 ribu pemilih merupakan disabilitas mental.

Komisioner KPU Jatim, Nurul Amalia menerangkan, dari jumlah DPT yang telah ditetapkan itu, tidak sepenuhnya secara otomatis bisa menggunakan hak pilihnya. Terutama bagi disabilitas mental. Karena mereka harus mengantongi rekomendasi dari dokter khusus yang menangani saat di hari pemilihan.

Nurul mengatakan, pendataan pemilih disabilitas mental ini dilakukan jauh hari sebelum ada rekomendasi dari dokter. Coklit (pendataan) dilaksanakan Maret-April lalu. Kemudian ditetapkan DPT pada Juli lalu.

“Jadi penetapan DPT itu jauh hari sebelum saat pencoblosan. Data pemilih dibutuhkan untuk persiapan logistik. Dalam perjalanan, data pemilih disesuaikan kondisi lapangan. Misal ada yang meninggal, pindah domisili dan lain sebagainya," terangnya.

Kondisi lapangan itu, sambung Nurul, juga berlaku bagi disabilitas mental yang tidak mendapatkan rekomemdasi dokter karena sedang sakit berat. Sehingga tidak memungkinkan menggunakan hak pilihnya.

Terlepas dari itu, KPU tetap mengakomodir seluas-luasnya hak suara bagi para difabel. Segala persiapan khusus termasuk Tempat Pemungutan Suara (TPS) pun nantinya disediakan.

Baca Juga: ODGJ Semarang Punya Hak Suara Pemilu 2024, KPU Siapkan TPS Keliling

Mengawal Suara Disabilitas MentalKelompok penyandang disabilitas mental yang berada di Liponsos, Keputih, Surabaya. (IDN Times/Khusnul Hasana).

Hak memberikan suara dalam Pemilu bagi disabilitas dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas.

Proses pengambilan data dalam DPT juga tegas diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penyusunan Daftar Pemilih Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Sistem Informasi Data Pemilih.

Komisioner KPU Kabupaten Malang, Marhaendra Pramudya Mahardika menjelaskan, seputar teknis pencocokan dan penelitian (coklit) untuk DPT penyandang disabilitas mental. Awalnya, petugas coklit akan mendatangi setiap rumah di Kabupaten Malang berdasarkan data administrasi kependudukan dari Kemendagri. Kemudian, kepala keluarga akan menunjukkan kartu keluarga (KK) dan KTP kepada petugas. Jika di rumah tersebut memang ada anggota keluarga penyandang disabilitas, maka petugas coklit akan mencatat pada kategori yang mana.

"Sehingga akan ketemu mana yang disabilitas mental, atau mana yang disabilitas fisik dan lainnya. Kalau ada surat keterangan dari dokter kalau yang bersangkutan memiliki sakit kejiwaan, maka tidak diberikan hak pilih. Tapi kalau tidak ada surat itu maka wajib diberikan hak pilih," jelasnya.

Mekanisme coklit disabilitas mental di Kalimantan Selatan juga dilakukan dengan cukup hati-hati. Sebelum menetapkan DPT terhadap 5.406 orang penyandang mental, KPU Kalsel meminta rekomendasi dokter yang menangani penyandang disabilitas mental.

"Data pemilih disabilitas mental 5.406 tersebut tersebar di 13 kota dan kabupaten di Kalsel. Mereka itu atas rekomendasi dokter, bahwa kejiwaannya sudah baik dan bisa masuk DPT," ujar Komisioner KPU Kalsel Arif Mukhyar.

Lalu di Provinsi Lampung, sedikitnya 7.394 penyandang disabilitas mental telah tercatat dalam DPT Pemilu 2024. Proses coklit melibatkan pantarlih dengan pendekatan keluarga dan tetangga. Riwayat disabilitas mental dipastikan dalam keadaan mumpuni untuk mengikuti pemilu.

"Jadi landasannya pada surat keterangan dokter terkait pemilih tersebut, dengan kembali pertimbangan kalau di hari H memungkinkan menggunakan hak pilih," kata Komisioner KPU Lampung Bidang Pusat Data dan Informasi, Agus Riyanto.

Kemudian, di Sumatera Utara, dari data 33 Kabupaten/Kota terdapat penyandang disabilitas mental 14.984 yang masuk DPT Pemilu 2024. Koordinator Divisi Data, Fredianus Zebua mengatakan untuk teknis coklit terhadap disabilitas mental dilakukan seperti biasanya, yakni memeriksa atau memverifikasi baik secara administrasi atau secara faktual orangnya itu ada atau tidak.

“Jadi, itu bukan KPU Sumut secara langsung yang melakukan itu kan ada bidangnya namanya pantarlih sekarang sudah bubar jadi PPS (Panitia Pemungutan Suara) yang ada ditingkat kelurahan. Nah, mereka punya data keseluruhan kependudukan, mereka secara faktual satu-persatu dari rumah ke rumah,” kata Fredianus.

“Orangnya sendiri yang datang ke TPS, tapi membawa surat keterangan dari dokter menyatakan dia bisa memilih. Nah, kalau ada hal berat misalnya dia gak bisa datang ke situ. Ya mungkin dilakukan permintaan dari RSJ kita bawa langsung surat suara ke lokasi,” tambahnya.

Hampir sama dengan di Sumatera Utara, pemberian hak pilih kepada kelompok penyandang disabilitas ke DPT di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) juga dilakukan dengan syarat. Sesuai aturan, penyandang disabilitas mental yang dapat menggunakan hak pilihnya harus ada surat keterangan dari dokter.

"Misalnya dia berada di RSJ (Rumah Sakit Jiwa), orang itu harus ada surat keterangan dari dokter bahwa siap mengikuti pemilu," kata Ketua KPU NTB Suhardi Soud.

KPU NTB mencatat sebanyak 4.382 pemilih disabilitas mental masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu 2024.

Sementara itu, Direktur RSJ Mutiara Sukma NTB dr. Wiwin Nurhasida menjelaskan bahwa sudah ada pendataan yang dilakukan KPU terkait pemilih yang mengalami gangguan jiwa. Sebelum hari pencoblosan, pihaknya melakukan pendataan pasien-pasien yang memang bisa menggunakan hak pilihnya.

"Dari pengalaman sebelumnya, kotak suara dibawa ke RSJ. Jadi kayak TPS mobile. Kita menjamin hak pilih para disabilitas mental, sistem pun dari KPU sudah berjalan," terang Wiwin.

Wiwin mengatakan ada dua kriteria disabilitas mental yang ditangani di RSJ. Yaitu, disabilitas mental fase akut dan disabilitas mental fase stabil. “Untuk yang sudah masuk fase stabil, bisa menggunakan hak pilihnya,” terang Wiwin.

Wiwin menjelaskan, disabilitas mental fase akut ditunjukkan dengan gejala-gejala kegawatdaruratan psikiatrik. Karena pasien masih menunjukkan kegelisahan dan mengamuk. “Masih butuh treatment bagi mereka yang masih akut,” katanya.

Baca Juga: 6.009 ODGJ Sumsel Punya Hak Mencoblos di Pemilu 2024, Kok Bisa?

Mengawal Suara Disabilitas MentalWarga menunjukan aplikasi DPT Online yang sudah terdaftar di Daftar Pemilihan Sementara (DPS) Pemilu 2024 di Posko layanan tanggapan masyarakat mengenai DPS Pemilu 2024 di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (29/4/2024). Posko tersebut melayani warga yang belum terdaftar sebagai pemilih, perbaikan data pemilih dan pemilih yang belum memenuhi syarat sebelum ditetapkannya Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada bulan Juni 2023. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/foc.)

Komisioner Divisi Perencanaan Data dan Informasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Barat, Suryadi mengatakan, Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalbar berada di Kota Singkawang. Untuk saat ini, KPU Kalbar sudah mendata terdapat sebanyak 526 daftar pemilih tetap (DPT) dari RSJ se-Kalbar.

“Di Kalbar RSJ adanya di Kota Singkawang, DPT-nya ada 526. Cuman nanti H-10 paling lambat KPU Kota Singkawang dengan pihak RS sudah ada kesepakatan data itu sudah diterima. Data yang bisa mencoblos, siapa yang boleh atau yang bisa atau tidak. Kan ada disabilitas mental yang bisa atau tidak bisa nyoblos, kan itu dari data dokter jiwanya,” jelas Suryadi.

Suryadi mengatakan, KPU Kalbar pada Pemilu 2024 ini baru membentuk TPS Lokasi Khusus untuk para penyandang disabilitas mental. Ada 3 TPS yang terbentuk di rumah sakit jiwa Singkawang.

“Jadi untuk sementara yang ada TPS lokasi khusus di RSJ cuman ada di Kota Singkawang. Kalau di RS itu kan se-Kalbar di situ, gak cuman di Singkawang, cuman untuk yang gangguan jiwanya itu nanti pihak RSJ melakukan screening kembali,” terangnya.

Mereka disabilitas mental yang bisa memilih pun harus sesuai rekomendasi dokter jiwa atau psikiater. Nantinya, petugas di RSJ yang akan menjadi panitia pemilihan dan diawasi ketat untuk menghindari kecurangan.

“Mereka itu ada kategori ringan, sedang, dan berat. Nah yang boleh pihak RS merekomendasikan yang ringan, tidak semuanya, tergantung pihak rumah sakit kita akan mendapatkan rekomendasi dari rumah sakit,” ucapnya.

TPS Lokasi Khusus sendiri dibuat dengan perencanaan, mulai dari awal penetapan sudah didata, pembentukan TPS, serta memudahkan mereka terkait fasilitas pemilihan bagi mereka.

“Dulu kan ada tapi gak ada TPS Lokasi Khusus, untuk 2024 agar memudahkan mereka kita memfasilitasi lokasi khusus. Dulu tidak dibentuk dari awal, nah kalau 2024 kita sudah bentuk semuanya dari awal. Dan nanti akan disesuaikan alamat dari pemilihnya. Kemudian untuk memudahkan ketersediaan surat suara,” papar Suryadi.

Potensi kecurangan menurut Suryadi tentu ada, namun pihaknya meminimalisir hal tersebut agar tidak terjadi. Pihaknya melakukan pengawasan berlapis untuk mengurangi potensi penyalahgunaan tersebut.

“Potensi itu pasti, cuman kita meminimalisir agar itu tidak terjadi dan kita koordinasi termasuk yang bertanggung jawab, penyelenggara bagian pengawasan, Bawaslu, yang akan mengirim para saksinya. Penyalahgunaan itu potensinya kecil sekali, dan berat itu terjadi karena pengawasannya berlapis,” tuturnya.

Pengamat politik dari Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Cimahi, Jawa Barat, Arlan Siddha mengatakan bahwa disabilitas mental harus bisa mendapat perlakukan khusus selama masa pemilu. Artinya, mereka tidak bisa disamakan progamnya oleh KPU dengan nondisabilitas.

Dia menilai selama ini belum ada perhatian khusus kepada penyandang disabilitas mental selama pemilu. Padahal jumlahnya di Indonesia banyak dan bisa memengaruhi dalam peta perpolitikan.

"Selama ini perhatian hanya diberikan kepada yang nondisabilitas saja. Dari KPU mungkin sudah ada perhatian, tapi perhatian tersebut seharusnya lebih khusus. Misalnya dengan penempatan anggota KPU yang bisa menyosialisasikan visi misi calon kepada mereka," kata Arlan.

Jangan sampai, suara disabilitas mental ini digunakan pihak-pihak tidak bertanggungjawab. Padahal mereka pun pasti memiliki keinginan untuk memberikan suara kepada calon yang bisa memberikan jaminan hak dalam berbagai aspek kepada penyandang disabilitas mental.

"Memang harus ada penanganan yang berbeda sehingga suara mereka ini tidak menguap begitu saja atau mereka justru tidak merasa diperhatikan," kata Arlan.

Senada dengan Arlan, seorang pengamat politik sekaligus dosen di FISIP Universitas Tanjungpura Pontianak, Syarifah Ema Rahmaniah mengatakan, disabilitas mental tentu memiliki hak yang sama dengan warga lainnya dalam pemilu 2024.

“Pihak yang paling dominan berperan memberikan informasi dan edukasi seputar hak pilih dan profil para kontestan politik adalah keluarga. Oleh karena itu, KPU dan Bawaslu perlu membuat paket khusus program edukasi pencerdasan politik kepada kelompok warga ODGJ, keluarga, atau pendamping mereka,” terang Ema.

Dia berharap KPU atau Bawaslu dapat membuat program kecerdasan atau edukasi kepada kelompok penyandang disabilitas mental. Isu yang dapat dibahas tentu terkait tentang kesetaraan hak mereka tanpa diskriminasi dan potensi kecurangan.

“Isu yang dibahas dalam edukasi itu adalah  kesetaraan hak mereka tanpa diskriminasi dan potensi kecurangan. Selanjutnya perlu upaya deteksi dini dari Bawaslu memastikan hal ini tidak terjadi,” tukasnya.

Pengamat Politik Universitas Trunojoyo Madura, Jawa Timur, Surokim Abdussalam mengingatkan kepada penyelenggara pemilu bahwa, prinsip dasar dalam Pemilu adalah luas, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber Jurdil). Sistem yang digunakan, one man one vote. Maka dari itu, disabilitas mental pun punya haknya.

"Sepanjang pemilih itu sehat lahir batin dan tidak mengalami gangguan permanen maka prinsip kesetaraan dan keadilan itu penting untuk ditegakkan," ujarnya.

Surokim setuju jika hak suara penyandang disabilitas mental itu berlaku terhadap penyintas yang mengalami gangguan jiwa tidak permanen dan masih dalam proses penyembuhan. "Yang masih memungkinkan untuk menggunakan haknya," ucapnya.

Rekomendari dari perawat jiwa yang kesehariannya merawat penyintas atau dokter spesialis kejiwaan, kata Surokim, sangat penting. Hal ini menjadi salah satu langkah mengawal hak suara penyintas disabilitas mental. Sekalipun secara penerapan akan sedikit panjang prosesnya.

"Demi kesetaraan hak dan menghormati HAM, saya kira jalan tengahnya seperti itu tadi, walau harus diakui rumit dan ribet juga," katanya.

Penyandang disabilitas mental memiliki hak yang sama untuk memilih pada 14 Februari 2024 nanti. Semua harus melindungi mereka yang secara sadar akan menggunakan hak suaranya demi menitipkan harapan masa depan lebih baik.

Artikela kolaborasi ini ditulis oleh tim hyperlocal: Indah Permata Sari, Khusnul Hasana, Ardiansyah Fajar, Anggun Puspitoningrum, Debbie Sutrisno, Muhammad Nasir, Tama Wiguna, Hamdani, dan Teri.

Baca Juga: Suara ODGJ Kalbar dalam Pemilu 2024 Intens Dipantau

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya