Susahnya Menetapkan Tragedi Kanjuruhan Sebagai Pelanggaran HAM Berat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Malang, IDN Times - Hingga detik ini, keluarga korban Tragedi Kanjuruhan masih terus berjuang untuk mendapatkan keadilan bagi sanak saudara mereka. Meskipun langkah yang mereka tempuh berliku, mereka tetap maju dan berjuang.
Saat ini, keluarga korban Tragedi Kanjuruhan terkatung-katung karena proses hukum yang tidak jelas. Mereka juga kecewa karena Tragedi Kanjuruhan tak kunjung ditetapkan sebagai pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
1. Proses penetapan Tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggar HAM berat terganjal Komnas HAM
Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang, Daniel Siagian mengatakan jika mereka saat ini terganjal oleh aturan main dari Komisi Nasional (Komnas) HAM. Karena untuk menetapkan suatu tragedi menjadi pelanggaran HAM berat harus melalui penyelidikan sesuai Peraturan Komnas HAM Nomor 2 Tahun 2011. Dan hingga saat ini penyelidikan belum juga dilakukan oleh Komnas HAM.
Belum lagi penyataan Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik pada 2 November 2022 yang mengatakan jika Tragedi Kanjuruhan bukanlah pelanggaran HAM berat. Penyataan seperti ini membuat keluarga korban Tragedi Kanjuruhan sakit hati karena keluar dari mulut pimpinan Komnas HAM.
"Padahal seharusnya ini digelar dulu penyelidikannya secara pro-justitia, baru dikatakan apakah ini pelanggaran HAM berat atau bukan. Mekanisme yang dilakukan Komnas HAM saat ini baru melakukan pemantauan. Dan kita tahu pemantauan dan penyelidikan sangat berbeda," terangnya saat dikonfirmasi pada Sabtu (13/1/2024).
Baca Juga: Kabar Gate 13 Kanjuruhan akan Diratakan, Keluarga Korban Protes
2. Proses hukum Tragedi Kanjuruhan masih tertahan di Bareskrim Polri
Daniel juga mengatakan jika proses hukum Tragedi Kanjuruhan sudah dikoordinasikan dengan Komnas HAM sejak 25 September 2023 untuk pemenuhan aspek non-yudisial dan pro-yustitia. Ia mengakui ada hambatan dari Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan pro-yustisia sesuai dalam Peraturan Komnas HAM Nomor 2 Tahun 2011.
"Seperti yang kita tahu pada 7 September 2023 Polres Malang mengeluarkan perintah penghentian penyelidikan Laporan Model B Tragedi Kanjuruhan atas nama 2 pelapor yaitu Devi Athok dan Rizal Pratama Putra. Sehingga pada 27 September 2023 kita melakukan upaya memindahkan laporan yang ada di Polres Malang ke Bareskrim Polri," jelasnya.
LBH Pos Malang juga telah berkoordinasi dengan Polres Malang agar Laporan Model B ditangani oleh Bareskrim Polri. Kemudian Bareskrim Polri juga sudah berkomitmen untuk menindaklanjuti dan saat ini sedang berjalan di Jakarta.
3. LBH Pos Malang berencana menambahkan pasal perlindungan anak pada Laporan Model B Tragedi Kanjuruhan
Lebih lanjut, Daniel menjelaskan jika mereka berencana menambahkan beberapa pasal baru pada Laporan Model B Tragedi Kanjuruhan. Salah satunya adalah Pasal 76C Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Penambahan pasal ini dikarenakan tercatat ada 43 anak di bawah umur yang menjadi korban meninggal dunia dalam Tragedi Kanjuruhan.
"Dalam tragedi tersebut jelas-jelas terjadi kekerasan terhadap anak di bawah umur yang menyebabkan luka-luka hingga meninggal dunia. Pasal ini sudah direkomendasikan oleh Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak, LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), KontraS, dan lembaga lainnya," pungkasnya.
Baca Juga: Kanjuruhan Dibahas di Debat Capres, KMS: Jangan jadi Komoditas Politik
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.