Cerita Penari Gandrung, Antre Rias Sejak Subuh agar Tampil Memukau

Capek tapi bangga

Banyuwangi, IDN Times - Hanny Elok Hardiastuty (16) pelajar SMA Negeri 1 Tegaldlimo, tampak senang saat disambut kedua orangt uanya usai menari dalam pagelaran Festival Gandrung Sewu yang berlangsung di Pantai Marina Boom, Kabupaten Banyuwangi, Sabtu sore (12/10). Dia bangga bisa menyajikan pertunjukan hebat, kendati perjuangan yang dilaluinya tak mudah. Butuh kerja keras dan stamina eksta agar bisa tampil di event kebanggaan Banyuwangi tersebut.

1. Menemani buah hati tampil menari

Cerita Penari Gandrung, Antre Rias Sejak Subuh agar Tampil MemukauIDN Times/Mohamad Ulil Albab

Tutik Hendrawati (47), ibunda Hanny, merasa bangga anaknya bisa tampil di Gandrung Sewu mewakili sekolah dan desanya. Dia kembali terbayang dengan Hanny yang sudah menari sejak duduk di bangku Taman Kanak-kanak.

"Dari sekolah dikirim ke kecamatan, saya senang anak saya bisa tampil, mewakili sekolah. Dari TK dia menari, ikut sanggar dari SD, tampil di Gandrung sudah kali ini," kata Tutik saat menemani Hanny.

Tidak hanya menari, Tutik juga melihat anaknya lebih banyak memiliki teman atau mudah bergaul semenjak aktif mengikuti latihan Gandrung Sewu. "Saya lihat, anak saya bisa lebih bergaul dengan teman temannya," imbuhnya.

Senada dengan istrinya, Hariyono (52) juga tampak bangga dengan penampilan anaknya. Selama anaknya tampil, Hariyono terus mengabadikan lewat gawainya. "Saya berangkat dari Tegaldlimo sejak siang sekaligus melihat dan menjemput anak saya untuk pulang," ujarnya.

2. Tampilkan 1.350 penari

Cerita Penari Gandrung, Antre Rias Sejak Subuh agar Tampil MemukauIDN Times/Mohamad Ulil Albab

Keluarga Hanny bukan satu-satunya yang mengantar anaknya, sebanyak 1/350 penari juga didampingi guru dan keluarganya masing-masing. Sejak Juli mereka sudah melampaui proses seleksi, latihan, hingga tampil pada bulan ini.

Sehari sebelum tampil, para penari gandrung sudah stand by di Banyuwangi untuk persiapan gladi bersih hingga merias wajah. Hanny sendiri sudah bangun tidur saat jam menunjukkan pukul 04.30 WIB.

Baca Juga: Ribuan Penonton Padati Festival Gandrung Sewu di Banyuwangi

3. Antre rias sejak subuh

Cerita Penari Gandrung, Antre Rias Sejak Subuh agar Tampil MemukauIDN Times/Mohamad Ulil Albab

Hanny bersama 70 pelajar asal Kecamatan Tegaldlimo menjadi peserta tari Gandrung Sewu. Mereka menginap di SMP Negeri 1 Banyuwangi. Dia harus bangun pagi-pagi untuk segera mandi dan antre merias wajah sejak subuh.

"Jam 4 pagi saya sudah bangun, dan antre untuk rias, jam 6 pagi saya baru dapat bagian rias. Semua baru selesai dirias dan berangkat ke sini pukul 12.00 WIB" katanya.

Sedangkan para penari gandrung baru mulai menari di atas pasir pantai Boom pada pukul 15.00 WIB. Pertunjukan tari sendiri berlangsung selama 45 menit.

"Ya rasanya capek, tapi lega sekaligus bangga bisa kembali ikut dalam Gandrung Sewu," kata Hany usai pagelaran Gandrung Sewu.

Usai menari, Hany langsung disambut kedua orang tuanya, dipeluk, dan dicium. Hany sudah kali kedua ikut dalam Gandrung Sewu dengan proses seleksi yang cukup kompetitif.

"Sudah dua kali ikut Gandrung sewu. Seleksi lumayan sulit, tapi membuahkan hasil. Dari sekolah awal yang seleksi 20 anak, yang keterima 16. Latihan di kecamatan dua kali, dan lima kali di kabupaten," ceritanya.

Salah satu penampil lainnya, Nanda, masih duduk di bangku kelas VI SD 2 Kedung Gebang Tegalsari. Dia juga ikut serta menjadi peserta tari Gandrung Sewu. Berperan sebagai regenerasi gandrung cilik, Nanda bersama 70 anak asal Kecamatan Tegaldlimo juga menginap di SMP Negeri 1 Banyuwangi. Pagi sekitar pukul 03.30 WIB, Nanda dan teman-temannya sudah bangun untuk persiapan. Mulai dari mandi hingga antre rias.

"Sudah mandi, setengah 4 sudah bangun. Mandinya di SMP Negeri 1 Banyuwangi, ada yang cari kamar mandi sampai keluar ke musala. Jam 4 sampai jam 12 make up selesai," sebut Yulia Intan (24), guru yang mendampingi Nanda.

4. Membawakan tema sejarah lokal

Cerita Penari Gandrung, Antre Rias Sejak Subuh agar Tampil MemukauIDN Times/Mohamad Ulil Albab

Festival Gandrung Sewu 2019 menampilkan tarian klasik disertai aksi teatrikal yang menggambarkan kisah sejarah lokal di Banyuwangi saat melawan kolonial Belanda, dengan tema "Panji-Panji Sunangkoro".

Tema ini mengisahkan perlawanan prajurit pahlawan Rempeg Jogopati yang terus melakukan perlawanan terhadap Belanda. Mereka mendapat dukungan secara diam-diam dari Bupati Banywuangi pertama, Mas Alit. Namun, dukungan ini terendus oleh VOC, dan Mas Alit dipanggil ke Semarang di tahun 1782.

Penjajah lalu melakukan langkah licik dengan menaikkan Mas Alit ke kapal berbendara VOC. Para prajurit yang sudah siap melakukan perlawanan di laut dengan membawa Panji Sunangkoro, langsung menyerang kapal tersebut tanpa tahu bahwa di dalamnya ada Mas Alit.

Perlawanan gigih terhadap kolonial inilah yang divisualisasikan ribuan penari Gandrung dalam sebuah pagelaran seni kolosal.

Baca Juga: Nikmatnya, Festival Banyuwangi Kuliner 2019 Angkat Pecel Rawon

Topik:

  • Dida Tenola

Berita Terkini Lainnya