Tinggal di Kaki Semeru, Penuh Berkah Tapi Waswas Musibah

Lumajang, IDN Times - Bagi warga desa seperti Suryadi, kebahagiaan terbesarnya sangat sederhana. Ia bisa menikmati hidup asal tanaman tumbuh subur serta tak gagal panen. Dan selama puluhan tahun, warga Dusun Kajar Kuning, Desa Sumberwuluh, Candipuro tersebut merasakan kenikmatan itu. Tuhan menganugerahkan Semeru dengan tanah yang sangat subur kepadanya dan warga setempat.
“Ya kalau tinggal di kaki gunung itu enak, subur tanahnya. Saya punya satu hektare lahan sawah, dulu ditanami jagung, enam bulan sekali panen dapatnya Rp6 juta,” kata kata dia kepada IDN Times, Sabtu (10/12/2022).
Meski penuh berkah, Suryadi tak memungkiri kerap dihantui bencana alam. Salah satu yang paling sering ia rasakan adalah adanya guncangan akibat aktivitas gunung. “Sering ada guncangan."
Puncaknya tentu saja tahun lalu. Gunung tertinggi di Pulau Jawa ini juga mengeluarkan awan panasnya pada 4 Desember 2021. Efeknya tak biasa. Sebanyak 51 orang tewas dan 22 lainnya hingga kini dinyatakan hilang. Kondisi parah ini tak luput dari lokasi desa tersebut. Meski berjarak 16 kilometer dari puncak Semeru, desa ini masuk dalam jalur aliran awan Semeru.
“Bencana di Semeru yang terbesar ya dua tahun lalu. Dulu pernah, tapi gak pernah sebanyak ini korbannya,” kata Suryadi
Tak cuma itu, ribuan rumah tertutup awan panas. Bahkan, sebagian warga termasuk Suryadi pun harus angkat kaki dari tempat tinggalnya. Ia kini tinggal di hunian tetap Bumi Semeru Damai yang dibangun Pemerintah untuk para korban erupsi. Yang lebih membuatnya sedih adalah lahan pertanian miliknya tak lagi bisa ditanami.
Kecemasannya makin menjadi saat Minggu (4/12/2022), Semeru kembali erupsi. Meski tak separah tahun lalu, lebih dari 2000 orang tetap harus mengungsi. "Kalau sekarang tiap hari hujan abu. Dulu gak sampai di perkampungan kaya sekarang,” ujar Suryadi.
Meski sudah beberapa kali mengahadapi erupsi, Suryadi mengaku belum pernah mendapat edukasi dari pemerintah. “Mulai dari dulu belum pernah ada. Kami gak tahu (cara mitigasi). Ya lari saja pokoknya selamat,” terangnya.
Cerita agak berbeda dikisahkan oleh Reza Ardhani. Warga Desa Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang ini mengaku sangat menikmati hidup di kaki Semeru. Tanah subur di sana adalah hadiah dari Tuhan. Sebagai rasa syukur, ia dan warga setempat pun kerap menggelar upacara adat. Upacaranya beragam, mulai dari Pujan Kasanga yang digelar setiap bulan, Hari Raya Karo yang digelar setiap setahun sekali, hingga Unan-unan yang digelar setiap lima tahun sekali.
“Tujuannya menuruskan adat zaman dulu, juga agar desanya tentrem dan aman," kata dia.
Ranu Pani tergolong aman. Desa ini berada 10 kilometer arah timur laut Gunung Semeru memang tergolong aman. Tak seperti Sumberwuluh, Ranu Pani bukan merupakan jalur aliran Awan Guguran Panas (AGP) erupsi Semeru.
“Sebelum erupsi itu juga sering ada abu tiap malam sedikit, tapi guncangan juga ada,” kata dia.
Perbedaan lain dengan Sumberwuluh adalah warga Desa Ranu Pani lebih siap menghadapi Bencan. Warga desa telah membuat jalur evakuasi. Bahkan, mereka juga kerap mendapat edukasi mitigasi bencana. “Baru jalan tiga tahun (edukasi mitigasi bencana), tim dari BPBD juga ada, cuma yang belum ada itu alat (yang menunjang mitigasi bencana) belum ada,” pungkasnya.
Baca Juga: Semeru Erupsi, Gunung Raung Ikutan Mengeluarkan Abu Vulkanik