Sederet Pelanggran HAM di Jatim Mulai Kanjuruhan Sampai Pakel

Dan banyak konflik agraria lain

Surabaya, IDN Times - Tahun demi tahun telah berganti tapi sejumlah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Jawa Timur tak kunjung usai. Dari mulai tragedi Kanjuruhan, kasus Pakel, sampai konflik agraria yang dialami masyarakat Bulak Banteng sejak tahun 1929. 

Kepala Advokasi dan Jaringan LBH Surabaya. Habibusolihin mengatakan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mencatat, sepanjang tahun 2023, kasus pelanggaran HAM di Jatim sebanyak 11 kaus untuk yang non litigasi dan 23 kasus litigasi. 

Salah satu kasus yang menjadi prioritas LBH adalah tragedi Kanjuruhan yang telah menewaskan 135 orang. Meski kasus tersebut sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht, dan tersangka divonis bersalah, LBH kini tengah mendampingi korban untuk mendesak Komnas HAM agar segera menetapkan kasus tersebut sebagai kasus pelanggaran HAM berat. 

"Kalau kasus Kanjuruhan kita sedang mendesak Komnas HAM untuk segera menyatakan bahwa ini adalah pelanggaran HAM berat, jadi advokasinya sampai situ," ujar Habibus. 

Kemudian pelanggan HAM yang juga akhir-akhir menjadi perhatian LBH Surabaya adalah kasus yang terjadi pada petani Desa Pakel, Kabupaten Banyuwangi. Tiga petani Pakel yakni Mulyadi, Suwarno dan Untung didiskriminasi karena telah memperjuangkan ruang hidup mereka sendiri. Mereka divonis 5 tahun 5 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi. 

"Kasusnya sekarang belum inkracht, masih di Pengadilan Tinggi. Kami masih melakukan upaya hukum banding terhadap putusan 5,5 tahun," katanya. 

Selain dua kasus di atas, Habibus lalu menjabarkan sejumlah pelanggaran HAM lain di Jatim yang tak kunjung usai, ada yang berkonflik dengan TNI hingga pengusaha tambang. Berikut rentetan pelanggaran HAM di Jawa Timur sepanjang 2023 catatan LBH Surabaya.

Pertama adalah Konfilk TNI AL dengan warga di Kecamatan Lekok dan Nguling Kabupaten Pasuruan. Konflik tesebut merupakan sengketa lahan antara antara TNI AL dengan penduduk di 10 desa. Konflik ini sudah terjadi seja tahun 1961 sampai sekarang belum usai. TNI AL mengklaim tanah denga luas ribuan hektar itu milik mereka dan digunakan untuk pusat pendidikan. Padahal, warga sudah melakukan aktivitas cocok tanam di lahan tersebut selama puluhan tahun. Klaim sepihak TNI AL dilakukan dengan sewenang-wenang hingga intimidasi kepada warga. 

Selanjutnya ada konflik sengketa lahan antara TNI AL dengan warga Bulak Banteng Bandarrejo Surabaya. Ada 130 kepala keluarga atau 1200 jiwa terdampak di lahan 400 hektare. Warga sudah tinggal di kawasan tersebut sebelum tahun 1929, melakukan aktivitas seperti bercocok tanam dan bertani tambak. TNI AL menyebut mereka sebagai penghuni liar, bahkan melakukan intimidasi kepada warga dan menutup akses jalan. 

Pelanggaran HAM lain yang tercatat oleh LBH Surabaya dilakukan PT. Centra Light Concrete di Gresik. Perusahaan itu menelantarkan 30 karyawan dengan tidak membayarkan gaji secara utuh, BPJS tidak diberi dan hak-hak lain tak dipenuhi. 

Lalu ada pelanggaran HAM terhadap warga Tumpang Pitu Banyuwangi. Ada 5-6 orang yang ditersangkakan namun kini tak kunjung diproses. Mereka didiskriminasi dan ditersangkakan pada 2019 karena dianggap melakukan perusakan fasilitas umum. 

Ada juga kasus pelanggaran HAM di Kabupaten Trenggalek. Kasus ini berkaitan dengan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Masyarakat menolak pertambangan emas di Trenggalek yang akan dibangun oleh PT Sumber Minera Nusantara tahun 2019. Izin produksi mencapai 12 titik yang berada di kawasan hutan produksi, hutan lindung yang mana produksi tersebut mengancam ruang hidup rakyat.

Baca Juga: Ketua Komnas HAM: Jurnalis Juga Pembela HAM!

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya