LBH Surabaya: Negara Tak Punya Pemahaman Tentang Kasus Pelanggaran HAM

Enggan minta maaf dan tak segera buat pengadilan HAM

Surabaya, IDN Times - Sederet pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia tak kunjung tuntas selama bertahun-tahun karena dianggap negara kurang memahami secara tuntas. Hal itu disampaikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya. 

Kepala Advokasi dan Jaringan LBH Surabaya, Habibusolihin mengatakan, negara tidak memilki pemahaman yang tuntas terkait dengan pelanggaran HAM di Indonesia. Bahkan, sejumlah pihak meminta negara agar meminta maaf atas pelanggaran yang telah dilakukan, namun negara enggan melakukan permohonan maaf. 

"Kami desak untuk meminta maaf kepada keluarga korban penculikan dan lain-lain itu dia kekeh tidak mau minta maaf, jadi kami masih mempertanyakan pemahaman HAM nya kepada pemerintahan hari ini," uja Habibus. 

Baca Juga: Komnas HAM: Isu HAM Jangan Jadi Fokus Musiman tiap 5 Tahunan

1. Kasus Munir adalah salah satu contohnya

LBH Surabaya: Negara Tak Punya Pemahaman Tentang Kasus Pelanggaran HAMPejuang HAM Nasional, Munir Said Thalib. (Dok. Yayasan Museum HAM Omah Munir)

Seperti kasus Munir misalnya, negara mengatakan bahwa kasus tersebut merupakan kasus pelanggaran HAM berat. Namun, pemerintah enggan minta maaf. Hal ini merupakan bentuk arogansi negara karena tidak mau mengakui pelanggatan HAM masa lau. 

"Ketika mau menyelesaikan pelanggaran HAM yang sampai hari ini mandek, nah pemahaman itu sangat menentukan," kata Habibus.

2. Pelanggaran HAM cuma jadi isu lima tahunan

LBH Surabaya: Negara Tak Punya Pemahaman Tentang Kasus Pelanggaran HAMKepala Advokasi dan Jaringan LBH Surabaya, Habibus Sholihin. (IDN Times/Khusnul Hasana)

Habibus menyebut, saat ini masalah pelanggaran HAM hanya menjadi isu lima tahunan yang dibahas saat pemilihan presiden (pilpres). Harusnya, hal ini menjadi atensi negara saat pelanggatan HAM itu terjadi. 

"Ini yang menjadi catatan bahwa negara harusnya hadir apabila pelangggaran-pelanggaran HAM itu kemudian terjadi dan harus mengamini bahwa ini pelanggaran HAM dan harus dituntaskan, jadi bukan hanya sebatas kepentingan poltik, tetapi ini harus dituntaskan, komitmen ini sudah menempel, siapapun kepala negaranya," jelasnya. 

Menurut dia, dalam rentetan pelanggaran HAM yang tejadi sampai hari ini sebetulnya yang harus dilakukan negara adalah membentuk pengadilan HAM. Hanya pengadilan HAM lah yang dapat memastikan apakah pelanggaran HAM dilakukan perorangan atau dilakukan oleh negara, seperti yang terjadi pada tragedi Kanjuruhan. 

"Dugaan itu apakah betul ada suatu cawe-cawe, Kanjuruhan misalnya, itu siapa yang melakukan pelanggaran HAM, melanggar HAM itu kan bukan perorangan, tapi negara. Siapa negara ya bisa dilihat sendiri dalam hal jatuhnya korban lebih dari 135 jiwa itu," ungkapnya. 

Bagi Habibus, Pengadilan HAM merupakan sebuah kebutuhan. Ketika ada pelanggaran HAM, maka ada tempat untuk mengadili pelanggar HAM. 

"Ketika ada pelanggaran HAM kita ke mana, pasti ke Komnas HAM, kalau sekarang, ketika Komnas HAM mengatakan ini adalah pelanggaran HAM, tapi tidak ada pengadilannya artinya tidak selesai ini kasus," jelasnya. 

3. Pengadilan HAM diharapkan bisa membuat kasus bisa diusut hingga tuntas

LBH Surabaya: Negara Tak Punya Pemahaman Tentang Kasus Pelanggaran HAMTerdakwa Stella Monica Hendrawan (kanan) dan kuasa hukumnya, Habibus usai sidang tuntutan di PN Surabaya, Kamis (21/10/2021). IDN Times/Ardiansyah Fajar.

Dengan adanya pengadilan HAM, kata dia, pelanggaran HAM tidak sebatas sampai pada Komnas HAM saja. Melainkan tuntas hingga pelaku diadili. 

"Kalau Komnas HAM sudah memberikan legitimasi ditunjuk juga dari Komnas HAM bahwa di situ ada jaksa tentang HAM, ya sudah,  kita dorong agar Komnas HAM untuk beracara di dalam pengadilan tersebut, karena yang memberi lebel bahwa itu adalah pelanggaran HAM adalah Komnas HAM bukan yang lain," teranganya. 

Habibus pun tak berhadap banyak di kontestasi pilpres tahun ini. Menurutnya, yang paling penting adalah bagaimana Presiden yang saat ini menjabat bisa menuntaskan masalah HAM hingga periode jabatannya selesai. 

"Saya sebetulnya ketika bicara capres itu kan masih ngambag, saya tidak muluk-muluk ini ada waktu setahun pak Jokowi khususnya, itu dilihat betul komitemennya untuk bicara penuntasan HAM," tutur dia. 

Bila Omnimbus Law saja bisa digodok dalam waktu singkat, Habibus yakin dalam sisa waktu pemerintahan presiden saat ini, kasus HAM pun bisa dituntaskan. 

"Itu bisa kok (pelanggaran HAM dituntaskan), lah kemarin omnibus law bisa kok beberapa bulan, lah ini bicara tentang HAM. Harapan kami ada satu presiden yang sudah terpilih agar betul-betul dia mengutamakan HAM," pungkas dia.

Baca Juga: Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat, Ini Kata Komnas HAM

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya