Bayang-bayang Predator di Kota yang Katanya Layak Anak

Pantaskah Surabaya disebut kota layak anak?

Surabaya, IDN Times - P (14) diam dengan pandangan kosong. Sesekali, remaja disabilitas tuli ini hanya menyeruput es teh yang ada di hadapannya. Siang itu, Kamis (23/6/2022), PI bersama keluarganya sedang menunggu waktu pemeriksaan atas laporan dugaan kekerasan seksual yang ia alami ke Polrestabes Surabaya. Seminggu sebelum bertemu dengan kami, PI mengalami kekerasan seksual.

Kerabat PI, NV bercerita, PI diduga telah dicabuli oleh tetangganya sendiri HA (45) pada Rabu (15/6/2022) dini hari. PI mengaku diiming-imingi kue agar mau menuruti permintaan pelaku. 

"Dengan komunikasi seadanya, korban mengatakan sebelum kejadian, korban menanak lauk. Kemudian makan di teras rumah, ketika itu pelaku mengajak korban masuk ke rumah pelaku dengan iming-iming kue," jelas NV. Usai melampiaskan nafsu setannya, HA yang sempat membantah justru kabur. 

Pihak keluarga lalu melaporkan HA ke Polrestabes Surabaya dengan nomor laporan TBL/B/695/VI/2022/SPKT/Polrestabes Surabaya/Polda Jawa Timur. Laporan tersebut pun viral di media hingga akhirnya polisi berhasil menangkap pelaku pada Sabtu (25/7/2022).

Kekerasan seksual tidak hanya menimpa PI. Anak lain di Surabaya V (9) mengalami hal yang sama. Kasus V telah dilaporkan sejak Januari 2022 lalu, namun, pelaku yakni S (68) baru ditahan akhir Juni dengan alasan sedang sakit. Kasus V pun telah masuk di persidangan.

Baca Juga: Jokowi Teken Aturan Penghapusan Kekerasan Anak, KPAI: Ada Perhatian

Kekerasan seksual di Kota Surabaya bukan hanya dialami PI dan V saja, masih banyak kasus kekekerasan seksual yang terjadi. Data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya mencatat ada sebanyak 66 kasus kekerasan pada anak yang terjadi sejak awal tahun 2022. Angka tersebut meningkat 24 persen jika dibandingkan tahun 2021. Pada periode yang sama tahun lalu hanya mencatatkan 50 kasus.

Data ini seakan menjadi antitesa dari apa yang digembor-gemborkan Pemerintah Kota Surabaya sebagai Kota Layak Anak (KLA). Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi dengan bangga mengangkat penghargaan Kota Layak Anak yang kelima kalinya dari Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) pada Jumat (22/7/2022).

Ia mengatakan, Kota Layak Anak bukan hanya sebatas kota penghargaan semata, namun bagaimama kota ini menjadi kota yang nyaman dan aman bagi anak dan perempuan.

"Yang harus digarisbawahi itu bukan penghargaan yang dipegang, bukan sebuah layak anak yang diharapkan, tanpa predikat itu pun kami terus berupaya menjadikan kota ini nyaman dan aman bagi anak dan perempuan," kata Eri.

Sementara itu, Kepala DP3APPKB Kota Surabaya, Tomi Ardiyanto mengakui masih banyak pekerjaan rumah yang harus digarap di tengah predikat KLA. Untuk penanganan kekerasan seksual pada anak misalnya, ia menyebut sering terbentur anggapan keluarga yang enggan melaporkan kasus kekerasan yang dialami oleh anaknya. 

"Terkadang masyarakat menilai bahwa tindakan kekerasan terhadap korban merupakan aib sehingga tidak tetap disimpan dan tidak mau melaporkan," ujar Tomi. Untuk itu, ia menilai peran warga sangat berguna untuk menghentikan kekerasan pada anak. 

"Warga diharapkan ikut melaporkan kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan sekitar dan senantiasa menjaga dan mengawasi lingkungan sekitar agar meminimalisir adanya tindak kejadian kekerasan," pungkasnya.

Bayang-bayang Predator di Kota yang Katanya Layak Anakilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara itu, Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DP3APPKBPemkot Surabaya, Thussy Apriliyandari mengatakan, telah melalukan berbagai upaya agar KLA tak cuma sebatas predikat. Satu dari beberapa hal yang sudah dilakukan misalnya melakukan sosialisasi dinamika remaja untuk mendeteksi permasalahan dan potensi kekerasan terhadap siswa-siswi di sekolah.

"Kami juga melakukan pembinaan forum anak dengan pelatihan psikolog cilik, pelatihan public speaking, kongres anak, jambore anak, pelibatan anak dalam musrenbang, kampanye, dan kegiatan lainnya yang mendukung hak-hak anak," ungkapnya.

DP3APPKB Surabaya, kata dia, juga menyelenggarakan Kampunge Arek Suroboyo Ramah Perempuan dan Anak (KAS RPA). Kegiatan ini merupakan pembinaan untuk menciptakan ekosistem lingkungan yang aman bagi tumbuh kembang anak. "DP3A memiliki Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) sebagai sarana atau wadah dalam pencegahan kekerasan terhadap anak dan keluarga."

Kepala Bidang Data, Informasi, dan Litbang Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim), Isa Ansori menilai Pemkot Surabaya memang memiliki berbagai program penanganan kekerasan anak. "Sayangnya sering kali lemah di implementasi dan koordinasi. Inilah yang menjadi celah terjadinya kekerasan," sebut Isa.

Isa melanjutkan upaya pencegahan kekerasan terhadap anak harus dilakukan di dua tempat, yaitu sekolah dan lingkungan tempat tinggal. "Kalau di sekolah, LPA Jatim melakukan pendampingan dan penilaian dengan mengacu pada indikator-indikator sekolah ramah anak yang dibuat," jelas Isa.

Untuk di luar sekolah, Isa mengatakan, pemerintah perlu menghadirkan sistem perlindungan dan pencegahan kekerasan di tingkat RT atau kampung. "LPA Jatim bersama LPA Indonesia mengusulkan adanya Sistem perlindungan anak di tingkat rukun tetangga (Sparta). Caranya dengan membuat surat keputusan yang mewajibkan adanya bidang itu di seksi-seksi yang ada," pungkasnya. Dengan begitu, jika ruang-ruang di mana anak itu tinggal aman dan nyaman. Anak-anak pun bisa bebas dari bayang-bayang kekerasan dan predator seksual.

Baca Juga: Pemerkosa Anak Difabel Akui Incar Korban Pakai Kue

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya