Beda Hukum Mata Uang Crypto Menurut NU, Muhammadiyah dan MUI

Silakan dicermati dan disikapi dengan bijak ya, lur

Surabaya, IDN Times – Cryptocurrency merupakan salah satu inovasi dalam bidang finansial, yaitu berupa uang digital yang dikemas dengan teknologi. Mata uang ini dinilai memiliki banyak manfaat karena mampu mendatangkan cuan. Penilaian lain kemudian muncul dari organisasi keagamaan. Ada yang mengharamkan, namun ada juga yang membiarkannya. Berikut perbedaan pendapat MUI, Muhammadiyah dan NU sol crypto.

1. Dua hukum terpisah kripto jika dilihat dari fungsinya menurut MUI

Beda Hukum Mata Uang Crypto Menurut NU, Muhammadiyah dan MUIitsrmz

Lembaga fatwa Darul Ifta Al-Azhar Mesir menyatakan bahwa mata uang crypto Bitcoin berstatus haram. Hal ini sesuai hasil kajian yang mereka lakukan pada 28 Desember 2017 silam. Crypto dinilai haram karena mengandur unsur gharar, istilah fikih yang merujuk pada adanya keraguan, pertaruhan, dan ketidakjelasan yang merugikan salah satu pihak.

Sebulan setelahnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan 11 catatan tentang mata uang ini. Dua di antaranya menyebutkan bahwa Bitcoin memiliki dua hukum terpisah, yaitu mubah dan haram. Jika digunakan sebagai alat tukar yang disepakati oleh kedua belah pihak, maka hukumnya mubah. Namun jika digunakan sebagai alat investasi, hukumnya berubah menjadi haram.

Baca Juga: NU Jatim Sebut Crypto Haram, Ini Faktornya

2. PWNU Jatim menegaskan bahwa crypto adalah haram

Beda Hukum Mata Uang Crypto Menurut NU, Muhammadiyah dan MUIBahtsul Masail PWNU Jatim sampaikan hasil kajian vaksin COVID-19 di Kantor PWNU Jatim, Rabu (10/3/2021). Dokumentasi Istimewa

Berbeda dengan MUI, Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Jatim secara tegas mengeluarkan fatwa haram untuk crypto. Melalui keputusan forum bahtsul masail , KH Syafrudin Syarif, Katib PWNU Jatim menyebutkan bahwa crypto tidak memenuhi madzhab syarat barang yang diperjualbelikan. Barang harus memiliki wujud nyata, sedangkan crypto dianggap fiktif. Bahkan, mata uang ini dinilai justru mengarah pada praktik penipuan dan perjudian.

Syarif juga menyebut bahwa crypto berbeda dengan saham. Menurut dia, saham merupakan hak kepemilikan perusahaan yang diperjualbelikan. Dengan kondisi itu, penyebab naik turunnya nilai sebuah saham pun dapat dipahami secara jelas, yaitu bergantung pada keuntungan perusahaan tersebut. Sementara hal serupa tak terjadi pada crypto.

Keputusan ini akan dibahas secara nasional ke forum Muktamar PBNU di Lampung pada bulan Desember mendatang. Sebab, investasi crypto telah menjadi sebuah kajian internasional. PWNU Jatim juga akan memperjuangkan fatwa ini agar dapat diterima dan menjadi keputusan nasional.

3. Muhammadiyah menyatakan tak akan terburu-buru putuskan hukum crypto

Beda Hukum Mata Uang Crypto Menurut NU, Muhammadiyah dan MUIunsplash.com/Dmitry Demidko

Sedangkan Muhammadiyah menyebutkan bahwa belum ada fatwa yang dijadikan pedoman dalam memberi hukum pada mata uang crypto. Hal ini diungkapkan oleh Fahmi Salim, selaku Wakil Ketua Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Ia juga menyebutkan bahwa hukum mata uang crypto bergantung pada penggunaannya. Jika dilakukan untuk kebaikan, maka nilanya menjadi halal, begitu pula sebaliknya. Fahmi mengingatkan pada masyarakat agar tidak mudah ikut-ikutan menggunakan mata uang crypto karena belum diakui oleh negara sebagai alat tukar maupun komoditas.

Penulis Magang: Jovanka Okta

Baca Juga: NU Jatim Sebut Crypto Haram, Milenial Surabaya Jelaskan ini

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya