NFT di Mata Milenial Surabaya, Bukan Sekadar Tempat Jual Beli Karya

Mereka membangun relasi dan komunitas di dunia NFT

Surabaya, IDN Times - Fenomena Ghozali Everyday membuat dunia Non-fungible Token (NFT) menjadi ramai diperbincangkan. Banyak yang mengira, NFT merupakan cara singkat untuk menjadi kaya raya hanya dengan menjual aset-aset digital yang simpel. Padahal, NFT memiliki makna tersendiri bagi penggunanya.

Salah satu pengalaman dalam menggunakan NFT ini dibagikan oleh Bima (25) dan Gilang (24), dua orang milenial di Kota Surabaya. Bukan sekadar mencari cuan, Bima dan Gilang memanfaatkan NFT untuk mendapat komunitas serta kepuasan pribadi.

1. Mereka sudah mulai geluti NFT sejak tahun 2021

NFT di Mata Milenial Surabaya, Bukan Sekadar Tempat Jual Beli Karyailustrasi NFT (IDN Times/Aditya Pratama)

Bima sudah mulai terjun di dunia NFT sejak Oktober 2021, sebelum Ghozali menjadi tenar. Profesinya sebagai ilustrator membuat Bima banyak terpapar dengan dunia NFT. Memang, NFT merupakan salah satu wadah para seniman untuk menjual karya-karya mereka di dunia blockchain.

"Main NFT sejak Oktober taun lalu, soalnya penasaran. Dulu belom tau itu NFT cuma tren aja atau emang cara baru jualan karya gitu," ujar Bima saat diwawancarai IDN Times, Sabtu (22/1/2022).

Sementara Gilang, baru-baru ini dia memantapkan untuk mengunggah salah satu memenya yang viral ke platform NFT. Meme ini menunjukkan wajah Gilang yang disatukan dengan konsep film "Pengabdi Setan". Kebetulan, Gilang memulai kiprahnya di NFT setelah fenomena Ghozali Everyday.

"Aku pengin jadiin fotoku sebuah NFT karena yang pertama sounds funny aja. Yang kedua, biar bisa sombong kalo yang screenshot fotoku yang beredar di internet itu gak the original, biar kayak gif nyan cat. Ketiga, my personal gift aja soalnya aku mint NFT-ku di hari ulang tahunku," tutur Gilang.

2. NFT sebagai komunitas pekerja seni, bukan cuma tempat jual beli

NFT di Mata Milenial Surabaya, Bukan Sekadar Tempat Jual Beli Karyailustrasi NFT (IDN Times/Aditya Pratama)

Bagi Bima, NFT bukan cuma perkara jualan karya saja. Di dunia NFT itu, pria yang sudah memiliki 11 aset NFT ini bisa melebarkan jaringannya sebagai seorang ilustrator. Ia mengenal para pelaku industri kreatif lainnya yang juga aktif di dunia NFT.

"Selain dapat profit, aku jadi banyak kenal dengan pelaku NFT yang lain, membangun jaringan dan komunitas yang menurutku itu yang lebih berharga dari pada sekadar bikin karya dan jual. Rencananya juga karyaku nantinya bakalan aku kembangin dalam bentuk lain entah itu berupa games/ apapun yang punya value lebih dari hanya sekedar jadi koleksi semata," jelasnya.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Gilang. Meski bukan pelaku industri kreatif secara langsung, Gilang sudah pernah membeli atau mengoleksi aset-aset di NFT bahkan sebelum dia mengunggah miliknya sendiri.

"Soalnya pengin support teman-temen senimanku yang main NFT juga. My 2nd and my 3rd collections kubeli dari teman senimanku buat support karya mereka sama biar punya artwork-nya dalam bentuk digital yang limited itu, masing masing cuma ada 20 sama 25 editions. Jadi so-called artwork collectors aku meskipun baru 3 aja," terang Gilang.

3. NFT sama seperti jual beli namun tercatat di blockchain

NFT di Mata Milenial Surabaya, Bukan Sekadar Tempat Jual Beli Karyailustrasi NFT (IDN Times/Aditya Pratama)

Bima menjelaskan, simpelnya NFT memang tak jauh dari urusan jual-beli aset digital. Ada pembeli yang mengunggah atau mint aset, ada juga pembeli atau collector aset. Bedanya, mata uang yang digunakan di NFT adalah crypto currency seperti EtherZero (ETZ), Tezoz (XTZ), Ethereum (ETH), dan Bitcoin (BTC).

"Barang yang kita jual di dalamnya terdaftar di blockchain-nya mereka. Blockchain itu semacam sertifikat kepemilikan yang sah dari produkmu itu. Sekali pun kamu nge-screenshot dari sana, aktivitasnya tetep ke-tracking di blockchain gitu," papar Bima.

"Nah, minting itu butuh gas fee, gas fee tiap platform beda-beda bergantung coin yang dipakai," imbuh Gilang.

Baca Juga: Apa Itu NFT dan Beberapa Faktanya, Kenapa Kini Diminati?

4. Fenomena Ghozali Everyday memberi dampak positif dan negatif

NFT di Mata Milenial Surabaya, Bukan Sekadar Tempat Jual Beli KaryaSultan Gustaf Al Ghozali alias Ghozali Everyday berhasi meraup untung Rp 1,5 miliar dari menjual NFT foto selfie di situs OpenSea. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Hingga saat ini, menggunakan NFT merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi mereka. Tak terkecuali ketika NFT Ghozali Everyday ramai dibicarakan. Semakin banyak orang yang melek dengan NFT, semakin luas pula jaringan dan pasar yang bisa didapatkan.

"Aku sedikit banyak paham konsepnya kenapa Ghozali Everyday bisa mahal. Bukan soal selfienya, tapi konsistensi dia selama beberapa tahun ambil gambar itu," sebut Gilang.

Di samping itu, Bima merasakan dampak negatif dari ramainya NFT ini. Salah satunya yaitu semakin banyak orang yang mengunggah aset digital tanpa konsep dan bahkan cenderung ngawur. Bagi Bima yang menikmati keindahan karya digital, hal ini cukup mengganggu.

"Sekarang juga mulai banyak penipuan juga di market NFT. Istilahnya copyminter. Jadi mereka ambil karya orang terus di-upload ulang gitu," tutur Bima.

Bima berharap, masyarakat lebih banyak lagi mendapat edukasi mengenai NFT agar market NFT lebih beragam namun tetap memiliki arti.

Baca Juga: Twitter Meluncurkan Fitur Foto Profil NFT Terverifikasi

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya