Laris Manis Joki Skripsi, Praktik Culas untuk Pencari Jalan Pintas

Makin banyak mahasiswa malas, praktik ini makin langgeng

Surabaya, IDN Times - Usai lulus kuliah, Yoko, begitu ia minta dipanggil, sempat bingung. Ia tak kunjung mendapat panggilan kerja. Di sisi lain, ia juga harus mulai membiasakan tidak meminta uang bulanan kepada orangtua. Yoko pun berpikir keras agar lekas mendapatkan duit. 

Entah ide dari siapa, ia kemudian membuka jasa pengerjaan skripsi. Ya, sejak tahun 2023 lalu, Yoko memutuskan menjadi joki skripsi. Selain tawaran penghasilannya yang tak sedikit, pekerjaan ini baginya lebih mudah dikerjakan. Maklum, beberapa bulan sebelumnya ia juga baru saja merampungkan skripsinya. "Salah satu alasan menjadi joki ya karena membutuhkan uang, selain itu baru lulus S1 juga jadi belum punya pekerjaan tetap. Di sisi lain ada keinginan untuk belajar di bidang lain juga ada," ujarnya, saat berbincang dengan IDN Times, Jumat (2/8/2024).

Mulanya, ia hanya menerima pengerjaan skripsi dari orang-orang dekatnya. Lama-lama reputasinya mulai dikenal secara gethuk tular alias dari mulut ke mulut. Merasa makin pede, Yoko pun mulai memasarkannya melalui media sosial. Upaya itu berhasil. Permintaan mengerjakan skripsi kepadanya kian membludak. 

Rata-rata klien yang ia tangani adalah mahasiswa tingkat akhir yang nyambi kerja. Mereka mengaku tidak sempat mengerjakan skripsi. Tapi, ada juga mahasiswa yang memang dasarnya malas belajar. Para klien pun datang dengan persiapan yang beragam. Ada yang sudah memiliki tema sehingga Yoko tak butuh banyak bekerja. Yang kedua adalah tipe yang datang kosongan. Mereka benar-benar menyerahkan semua skripsinya kepada Yoko. Tarifnya pun berbeda-beda.

"Kalau untuk tarif skripsi itu bervariasi. Untuk skripsi full itu antara Rp4 juta sampai Rp10 juta, tergantung dari bidang yang akan ditulis," bebernya. 

Kepada para pengguna jasanya, Yoko menjual kecepatan dalam hal pengerjaan. Bersama dua orang rekannya, ia mengaku bisa merampungkan sebuah skripsi hanya dalam waktu dua bulan.

Meski tak pernah sepi pelanggan, Yoko menyadari bahwa apa yang dilakukannya merupakan praktik curang dalam dunia akdemik. Ia pun berjanji segera keluar dari bisnis ini setelah mendapat pekerjaan tetap. 

Jika Yoko ingin segera mentas dari pekerjaannya sebagai joki skripsi, FT (34) justru sebaliknya. Pria asal Banyuwangi ini mengaku kadung basah menjalankan praktik culas ini. Betapa tidak, ia sudah berprofesi sebagai joki skripsi selama 10 tahun. Menurut FT, praktik joki skripsi di Banyuwangi punya ‘’kelas’’ kecurangan jika dibandingkan daerah lain. Tak jarang, para joki kongkalikong dosen untuk menjalankan bisnisnya. 

Modusnya, kata dia, sang dosen akan mengondisikan skripsi mahasiswanya sulit dikerjakan. Jika sudah menyerah, dosen tersebut akan menyarankan kepada para mahasiswa untuk menggunakan jasa joki yang ia rekomendasikan. 

"Beberapa joki malah komunikasi dengan dosennya itu. Lobi-lobi lah, dia dapat bagian juga. Sehingga skripsinya nanti dimudahkan, tinggal setor ACC, setor ACC. Tidak banyak revisi," ungkap FT, kepada IDN Times, Kamis (1/8/2024).

Laris Manis Joki Skripsi, Praktik Culas untuk Pencari Jalan PintasIlustrasi pengguna jasa joki akademik. Freepik/Jcomp

Dibeberkan FT, nominal yang dibagi dengan dosen itu sendiri juga bervariasi. Mulai dari Rp1 juta hingga Rp3 juta, tergantung lobi-lobi kepada dosen tersebut. Bahkan, kata FT, ada juga dosen yang nyambi jadi joki itu sendiri.

Selain perputaran uang yang lumayan, bisnis ini akan terus ada selagi rasa malas masih menghinggapi mahasiswa. Setidaknya itu dikatakan oleh joki skripsi asal Yogyakarta. Pria 29 tahun yang enggan disebutkan namanya ini bahkan mengaku tak pernah menawarkan jasanya secara terbuka. “Tidak menawarkan secara khusus gitu, jadi ya bantu-bantu saja. Gak semua saya ambil juga kalau ada yang minta,” ujarnya.

Menurutnya kebanyakan mahasiswa yang menggunakan jasa joki skripsi murni karena malas. “Kita kan hanya membantu membuat skripsinya, urusan bimbingan ke dosen, menjadi tanggung jawab mereka. Mereka harus mempelajari dan menjelaskan ke dosen,” ungkapnya.

Namun, tak semua joki menikmati pekerjaannya. Solih, bukan nama sebenarnya, misalnya. Mantan joki skripsi ini memilih insaf. Ia mengaku kerap diliputi rasa bersalah saat membantu para mahasiswa berbuat curang. Padahal, penghasilan dari menjadi joki lumayan besar. 

Solih sendiri memulai kiprahnya sebagai joki dengan menggarap tugas milik teman sekelas. Praktik itu kemudian meluas saat beberapa mahasiswa akhir mulai mempercayakannya untuk menggarap skripsi milik mereka. Praktik ini tentu saja aneh. Maklum, kala itu Solih baru masuk tahun kedua di bangku perkuliahan. Belum tergambar di benaknya bagaimana menggarap skripsi.

Tapi, ya sudahlah, kata Solih. Nominal tarif jasa joki skripis membuatnya tak bisa menolak. Soal materi yang ada dalam skripsi bisa dipikir belakangan. Toh ia cuma perlu menyontek skripsi lain yang sudah terbit. Solih hanya menambah satu variabel atau mengganti lokasi penelitian. Keberadaan Artificial Intelligent (AI) nyatanya tak membuatnya kehilangan pasar. Sebaliknya, Solih justru ‘berkawan’ dengan layanan itu.

Solih sendiri memasang tarif satu skripsi mulai Rp4 hingga Rp5 juta untuk setiap skripsi. Di puncak karirnya sebagai joki, ia bahkan pernah mengantongi Rp14 juta dalam sekali transfer. Nominal yang sama sekali tidak kecil bagi seorang mahasiswa sepertinya. Tapi apa lacur, bukannya menikmati hasil keringatnya, Solih malah jatuh sakit. Yang lebih apes, duit itu habis untuk berobat. 

Baca Juga: Joki Skripsi yang Berdampak Negatif bagi Kualitas Pendidikan di NTB

Laris Manis Joki Skripsi, Praktik Culas untuk Pencari Jalan PintasIlustrasi joki tugas. Freepik

“Setelah sembuh tak pikir-pikir lagi kenapa ya kok tiba-tiba sakit. Padahal aku ngerasa aku sangat care sama kesehatanku. Setelah beberapa minggu aku cerita sama teman-teman, orangtua, guru, sama dosen. Salah satu yang mungkin terjadi adalah ada sesuatu yang mungkin kurang barokah yang aku lakuin selama ini,” ujarnya. ''Itu satu momen yang akhirnya membuat aku sadar ternyata kegiatan joki skripsi barokahnya kurang.''

Solih boleh saja insaf, tapi praktik ini bisa dipastikan akan tetap langgeng. Tengok saja pernyataan PR, seorang pengguna jasa joki skripsi asal Banyuwangi. Ia mengaku menggunakan jasa joki karena kampus tempatnya kuliah tak memberikan pengawasan ketat. Hanya dengan uang Rp6 juta ia bisa mendapat paket skripsi lengkap. 

“Waktu itu saya ambil yang paket enam juta, karena saya tidak mau dipusingkan dengan skripsi. Itu sudah mulai dari pengajuan judul, proposal, juga revisi sampai selesai. Termasuk saya diajari bab mana saja yang mungkin nanti dipertanyakan dalam sidang,” katanya.

Kendati lulus menggunakan joki, PR mengaku tidak berpikir jauh apakah skripsi yang sudah tercetak akan bermasalah nantinya. "Apa itu plagiat atau bagaimana saya sendiri tidak tahu. Intinya saya lulus gitu wes. Wong pas revisi-revisi itu saya cuman dimintai sedikit data yang dia perlukan saja. Sama diminta untuk mengambil foto-foto," katanya.

Beda lagi dengan N. Pengguna jasa joki skripsi asal Bandung ini mengaku tak punya pilihan lain. Kesibukan pekerjaan membuatnya harus meminta bantuan joki untuk merampungkan skripsi. Hanya dengan Rp2 juta ia bisa mendapatkan skripsi utuh. Saat sidang pun dosen penguji tidak menanyakan hal-hal esensial dalam skripsinya. 

"Mungkin mereka juga curiga, tapi kan tahu penyidang kalau saya juga kerja jadi ga akan sempat kalau semua dikerjakan sendiri," ungkapnya.

Susah memang memberantas praktik ini. Namun para mahasiswa sebenarnya bisa sedikit mengakali segala kesusahan mereka andai mau sedikit memangkas rasa malas. Mereka bisa menggunakan jasa bimbingan skripsi legal yang kini banyak tersebar di berbagai kota. Layanan ini menjual jasa konsultasi skripsi dengan tetap menjaga orisinalitas karya akademik. 

Salah satu pendiri lembaga bimbingan skripsi, Ulil Absor Faiq Abdillah mengaku memiliki batasan tertentu yang  perlu diperhatikan dan dijaga. Tujuannya untuk menjaga orisinalitas tulisan atau skripsi mahasiswa. "Mahasiswa menulis sendiri, mengetik sendiri, merangkai kata sendiri, 1-5 kali jika ada kebingungan dalam merangkai kata dibantu, kami memberikan pengarahan, membantu dalam pencarian referensi, dan cara komunikasi dengan dosen pembimbing," ujarnya.

Pemilik lembaga bimbingan skripsi lain, Yulia Astuti mengatakan bahwa timnya hanya berfokus pada bimbingan dan masukan. Mereka tidak menerima pengerjaan skripsi ''Dengan batasan-batasan ini, lembaga kami berupaya untuk membantu mahasiswa yang mengambil program bimbingan skripsi menghasilkan karya yang orisinal, berkualitas, dan sesuai dengan standar akademik,'' kata Yulia, Kamis (1/8/2024).

Selain lembaga bimbingan di luar kampus, inisiatif dari dari kampus seperti yang dilakukan oleh akademisi di Universitas Lampung, Renti Oktaria. Ia memilih membuka klinik menulis untuk para mahasiswa. 

Untuk menghindari praktik joki, sejak awal Renti menegaskan tak ada sistem terima beres dalam proses coaching dan tak dipungut biaya. Namun, dalam prosesnya ia hanya menanyakan bagian tidak dipahami mahasiswa dan membantu mencarikan referensi.

"Program klinik menulis itu berawal dari banyaknya anak muda minta di motivasi biar semangat lagi, katanya mereka lagi semester akhir dan lagi stuck nulis skripsi," ujarnya.

Baca Juga: Ini Ancaman Hukuman Pidana Pelaku dan Pengguna Joki Skripsi

Laris Manis Joki Skripsi, Praktik Culas untuk Pencari Jalan PintasRektor Unair, Prof M Nasih. (IDN Times/Khusnul Hasana)

Bagaimanapun solusi yang ditawarkan, semua nyatanya tergantung cara berpikir mahasiswa. Inilah yang juga kerap membuat pihak kampus geram. Salah satu kampus yang menaruh perhatian besar terhadap isu ini adalah Universitas Airlangga (Unair). Rektor Unair, Mohammad Nasih mengatakan, fenomena joki tugas akademik ini tidak selaras dengan napas dan tujuan  pendidikan. Joki tugas bisa dikategorikan sebagai pembohongan lantaran tidak sesuai dengan nilai-nilai dan etika akademis. “Bagi saya ini tidak etis dan tidak akademis. Dalam banyak hal, ini bisa masuk dalam kategori pembohongan, paling tidak dalam institusi  pendidikan,” ucap Nasih.

Upaya yang dilakukan Unair untuk mengidentifikasi tindakan curang tersebut terbilang beragam. Misalnya, jika menyangkut karya tulis, pihak universitas akan melakukan pemeriksaan melakukan teknologi atau media khusus. Kemudian, mahasiswa juga akan diminta untuk mempresentasikan karya. "Mempresentasikan itu penting karena untuk melihat apa itu punya orang lain atau tidak. Sekali lagi mekanisme di Unair hasil karya itu dipresentasikan, termasuk skripsi," imbuhnya.

Selain presentasi, mekanisme lainnya yang Unair jalankan adalah dengan mempublikasikan karya tulis mahasiswa. "Selain itu, skripsi kan juga pasti dipublikasikan di berbagai media jadi pasti akan ketahuan kalau ada yang hasil kerjanya orang lain karena mudah saja untuk mengidentifikasi apakah karya itu kita sendiri atau orang lain."

Senada, Wakil Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair), Listiyono Santoso menyayangkan kondisi ini. Listiyono mengatakan bahwa fenomena ini muncul karena makin maraknya budaya instan. Mahasiswa punya keinginan menyelesaikan segala sesuatu dengan cepat tanpa memperhatikan proses.

Bagi mahasiswa yang terbukti menggunakan jasa joki bisa mendapat sanksi berupa pencabutan gelar atau tidak lulus. "Secara moral, itu adalah hazard intelektual. Budaya instan dan keinginan mendapatkan gelar sebagai simbol lebih penting daripada kualitas," katanya.

Adapun jerat hukum bagi pengguna dan pelaku joki skripsi juga tidak main-main. Para joki bisa dijerat dengan pasal 263 KUHP tentang penipuan dengan ancaman pidana enam tahun penjara.

Itu jelas tindak pidana melanggar pasal 263 KUHP atau sama dengan membuat surat palsu ancaman hukumannya enam tahun penjara," kata ahli hukum pidana, Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, kepada IDN Times, Minggu (4/8/2024).

Sementara pengguna jasa ini bisa dianggap melanggar Undang-undang Sisdiknas pasal 25 dan 70 dengan ancaman pidana dua tahun dan pidana Rp200 juta. 

 

Untuk itu, Listiyono menilai perlu adanya pembangunan moralitas sejak dini, seperti kemampuan berpikir, dan kemampuan menulis. "Gelar sarjana memang bisa diperjualbelikan tetapi intelektualitas gak bisa. Jadi orang yang menggunakan joki untuk mendapat gelar sarjana itu secara administratif memang dia menjadi sarjana, tetapi secara substantif dia gagal menjadi seorang intelektual."

DEBBIE SUTRISNO - RIZAL ADHI - - AGUNG SEDANA - HERLAMBANG JATI - SIFA AULIA - MYESHA FATINA -  RYZKA TIARA - KHUSNUL HASANA - SILVIANA - M IQBAL

Baca Juga: Cerita Dinda Jadi Joki Skripsi, Tanpa Modal tapi Hasilkan Cuan

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya