Pemberitaan Prostitusi, Dewan Pers Sebut Banyak Media Berlebihan

Simak yuk! Pencerahan dari Ketua Dewan Pers nih!

Surabaya, IDN Times - Baru-baru ini publik dihebohkan dengan pemberitaan kasus prostitusi daring yang menyeret nama artis ibu kota dan model majalah dewasa. Di balik pemberitaan yang luar biasa, ada hal yang disayangkan oleh Dewan Pers. Mereka menilai apa yang dilakukan media, terutama saat memberitakan sosok sang artis tak lagi terkontrol. Ketua Dewan Pers, Yosep Stanley Adi Prasetio, bahkan menyebut bahwa pemberitaan tersebut sudah over expose alias berlebihan.

“Terkait ekspose di media online maupun media sosial ini yang jadi korban yaitu artis-artisnya. Bahkan anggota keluarga yang tidak ada sangkut pautnya menjadi korban,” ujar Stanley, usai mengisi acara Menyongsong Pesta Demokrasi dan Bermartabat di Fakultas Ilmu Sosial Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Selasa (15/1).

 

 

Baca Juga: Ketua Dewan Pers: 95 Persen Informasi Kesehatan di Whatsapp Hoax

1. Ajak kembali ke kode etik jurnalistik

Pemberitaan Prostitusi, Dewan Pers Sebut Banyak Media Berlebihan(Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo) ANTARA NEWS

 

Stanley pun mengajak semua media untuk menghentikan ekspos yang berlebihan terhadap pemberitaan prostitusi daring. Dia mengimbau agar media kembali ke kode etik jurnalistik. "Orang yang belum dinyatakan bersalah di pengadilan, wajib wajahnya dilindungi diblur (disamarkan) dan namanya diinisialkan,” tegasnya.

2. Arahkan ke upaya ungkap kasus

Pemberitaan Prostitusi, Dewan Pers Sebut Banyak Media BerlebihanIDN Times/Sukma Shakti

 

Ajakan menghentikan ekspose berlebihan ini bukan tanpa alasan. Menurut Stanley, cara pemberitaan seperti itu justru menambah beban artis dan model. Sebab, mereka dalam kasus ini masih berstatus sebagai korban.

“Hentikan ini, lebih baik arahkan ini kepada upaya polisi untuk mengungkap para pelaku dan jaringannya. Jadi kita tahu bahwa yang diungkap ini adalah perempuan dan artisnya yang dianggap menjadi bagian dari bisnis seks,” imbau Stanley.

3. Nilai patriarki masih dominan

Pemberitaan Prostitusi, Dewan Pers Sebut Banyak Media Berlebihandewanpers.or.

 

Stanley juga mengkritisi fenomena yang ada saat ini. Ia mengatakan bahwa struktur jurnalistik di Indonesia masih didominasi dengan nilai-nilai patriarki yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.

Karena ia menilai selama pemberitaan beredar, media belum berpihak kepada perempuan. Maka dari itu, Dewan Pers mendorong diskusi tentang jurnalisme yang lebih ramah perempuan.

Saat ini, Dewan Pers menyusun sebuah pedoman meliput hal-hal yang terkait dengan perempuan, terutama korban maupun pelaku kejahatan. “Kita sedang mendorong itu bersama dengan Komnas Perempuan,” kata Stanley.

4. Wujudkan bahan literasi untuk masyarakat Indonesia

Pemberitaan Prostitusi, Dewan Pers Sebut Banyak Media BerlebihanPexels

 

Selain mengkrititis peran media, Stanley melihat masyarakat Indonesia sebetulnya butuh media literasi. Pasalnya, selama ini masih banyak akun-akun palsu di media sosial yang menyesatkan dengan cara menebar fitnah maupun informasi bohong.

“Menurut saya literasi itu belum sampai ke masyarakat sekitar secara merata, jangan menggunakan medsos, saya juga mengkritik pejabat-pejabat yang sering kali menggunakan medsos dan kemudian mengurangi intensitasnya berkomunikasi dengan wartawan,” ungkap Stanley.

Seharusnya, lanjut Stanley, para pejabat tetap berkomunikasi dengan wartawan. Karena sebetulnya media sosial adalah dunia sendiri yang belum punya pengawasnya. Bahkan hanya berpegangan pada UU ITE dan penegak hukumnya yakni Polri.

“Kalau literasi itu rendah, dan tidak tahu menggunakan medsos itu untuk kemaslahatan banyak orang. Dan kemudian untuk digunakan hal-hal yang negatif maka mereka akan menjadi korban.” terangnya.

5. Jurnalis harus sesuai fakta lapangan

Pemberitaan Prostitusi, Dewan Pers Sebut Banyak Media BerlebihanPexels/Terje Sollie

 

Stanley pun memberi saran kepada awak media, harus memperkut nilai jurnalismenya agar profesional. Menurutnya, boleh saja media tak santun dalam memberitakan sebuah informasi yang didapatkan. Karena, ia beralasan santun itu cuma tampilan, dan yang lebih penting adalah media menampilkan fakta. Sebab, tugas media adalah menyampaikan informasi yang paling mendekati fakta apa adanya.

“Bahasa boleh keras tapi kritik boleh tidak santun, tetapi esensinya harus faktual. Dari catatan kami ada beberapa media yang memberitakan berita tidak fakta, terutama adalah online, kedua cetak, televisi,” pungkas Stanley.

Baca Juga: Dewan Pers Dinilai Punya Otoritas Membuat Peraturan tentang Pers

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya