Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pendapat Ekonom Soal PPN 12 Persen dan Diskon Listrik

Pinterest

Surabaya, IDN Times - Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen di Indonesia dipastikan penerapannya hanya untuk barang mewah. Bahkan, klasifikasinya dituangkan secara khusus oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.

Tak hanya itu, pemerintah di awal tahun 2025 juga mengeluarkan kebijakan diskon tarif listrik dan tambah daya sebesar 50 persen. Hal ini pun disambut positif sekaligus menjadi perhatian khusus oleh Ekonom Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Hendry Cahyono.

"PMK 131/2024 kalau dilihat memang PPN 12 persen hanya untuk barang mewah dengan spesifikasi khusus, ini harus diapresiasi kalau memang barang mewah. Secara kelembagaan, secara aturan itu keren, karena hanya menyasar kelompok (ekonomi) kelas atas," ujarnya kepada IDN Times, Minggu (5/1/2025).

Hendry menilai kalau kebijakan PPN 12 persen untuk barang mewah ini terkesan populis. Karena disampaikan di akhir tahun setelah adanya gejolak di tengah masyarakat. Padahal seharusnya disampaikan jauh-jauh hari, mengingat beberapa bulan terjadi defladi di tahun 2024 kemarin.

"Terkesan populis memang. Padahal masyarakat sempat deflasi sekitar tiga bulan. Jadi tidak bisa dipaksakan (untuk semua kalangan) juga PPN 12 persen ini," ucapnya.

Jika dipaksakan, kata Hendry, maka deflasi kian parah. Karena daya beli masyarakat cenderung menurun. "Ketika pendapatan tidak memgalami kenaikan kemudian ada PPN 12 persen. Ini menjadi bumerang bagi pertumbuhan ekonomi. Karena konsumsi akan turun, harga mengalami kenaikan," ungkapnya.

"Tapi akhirnya pemerintah membuat pernyataan di akhir tahun. PPN 12 persen untuk barang mewah saja," tambah Hendry.

Tak kalah pentingnya, lanjut Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unesa ini, stimulus fiskal berupa subsidi tarif listrik yang dinilainya luar biasa. Karena menyasar daya 450 - 2200 VA. Artinya menyasar kelompok rumah tangga kelas bawah, menengah dan atas sekaligus.

"Biasanya subsidi itu hanya menyasar masyarakat miskin. Tapi kali ini juga untuk melindungan kelas menengah. Saya rasa berdampak langsung insentif fiskal kali ini," kata Hendry.

Kendati demikian, Hendry mengatakan ada satu tanda tanya besar. PMK soal PPN 12 persen ini bakal berlaku sampai kapan, karena aturan bisa suatu saat dicabut. Sementara subsidi tarif listrik sudah disampaikan hanya dua bulan saja. Yakni Januari - Februari 2025.

"Kalau PMK tentang PPN 12 persen untuk barang mewah ini berlaku lama, ditambah diskon listriknya sampai 3 - 6 bulan, maka ia memastikan pertumbuhan ekonomi nasional maupun Jatim naik," katanya. Diketahui, pertumbuhan ekonomi Jatim sebesar 4,91 persen pada triwulan III 2024.

"Apalagi perayaan Ramadan ada di awal tahun 2025. Kebijakan stimulus fiskal ini bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi Jatim," tegasnya.

Sebagai gantinya, Hendry memberi masukan kepada pemerintah untuk memungut pajak dari sektor lain, daripada harus menerapkan PPN 12 persen untuk semua kalangan. Menurutnya ada pajak digital, pajak crypto dan pajak-pajak yang menyasar kelas atas yang belum tersentuh.

"Pajak crypto ini banyak orang main krypto, bisa dilihat di trading, bisa trilunan. Pajak kelas atas banyak yang tidak disentuh. Kemudian pajak digital bisa menjadi tambahan pemasukan," katanya.

"Bagi saya pribadi PPN 12 persen cukup barang mewah saja. Jangan menyentuh barang kelas menengah. Kelas menengah menanggung konsumsi pangan, nonpangan dan menanggung pajak," pungkas dia. 

Share
Topics
Editorial Team
Zumrotul Abidin
EditorZumrotul Abidin
Follow Us