Surabaya, IDN Times - Di tengah optimisme pemulihan ekonomi, tekanan harga di Jawa Timur (Jatim) justru terus menanjak. Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim mencatat inflasi tahunan (year on year) per September 2025 menembus 2,53 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 108,90. Kenaikan ini mengindikasikan bahwa biaya hidup warga Jatim masih jauh dari kata ringan.
"Dibanding daerah lain, Banyuwangi mengalami inflasi tertinggi, sementara Kabupaten Gresik paling rendah,” ujar Statistik Ahli Madya BPS Jatim, Debora Sulistya Rini.
Laju inflasi tersebut menunjukkan bahwa kenaikan harga barang dan jasa tak lagi bersifat musiman, tetapi telah menjadi tren stabil di sebagian besar wilayah Jatim. Kenaikan harga dipicu oleh melonjaknya indeks di sejumlah kelompok pengeluaran dasar yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat.
Kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencatat lonjakan tertinggi 4,36 persen, diikuti perawatan pribadi dan jasa lainnya yang menembus 11,09 persen. Angka itu menjadi sinyal kuat bahwa harga kebutuhan pokok dan layanan dasar mengalami tekanan besar.
Tak hanya itu, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga turut naik 1,33 persen, menandakan bahwa sektor energi rumah tangga kini menjadi salah satu pendorong utama inflasi. Disusul kelompok pendidikan 1,71 persen dan penyediaan makanan-minuman 1,76 persen yang ikut menggerus daya beli keluarga.
Sementara satu-satunya kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks hanyalah informasi, komunikasi, dan jasa keuangan, turun 0,54 persen — penurunan yang ironisnya justru terjadi pada sektor digital yang selama ini dianggap penopang efisiensi ekonomi.
Secara month-to-month (m-to-m) inflasi Jawa Timur tercatat 0,23 persen, dan secara year-to-date (y-to-d) mencapai 1,67 persen. “Data ini menjadi gambaran penting untuk melihat dinamika harga di Jawa Timur, sekaligus menjadi dasar evaluasi dalam menjaga kestabilan ekonomi daerah,” pungkas Debora.