Keterbatasan Bukan Beban, Melawan Corona dengan Uluran Tangan

Sidoarjo, IDN Times - Pahit manis kehidupan sudah banyak dilalui oleh Nusron Adi. Di tengah keterbatasan fisiknya, tidak ada kamus menyerah di dalam hidupnya. Terlahir dalam kondisi normal, malapetaka besar menimpa Nusron saat dirinya berumur 4 tahun.
Ceritanya berawal saat Nusron kecil naik becak bersama ibunya. Dengan penuh cinta, sang ibu menggendongnya. Mendekapnya penuh erat. Saat kaki ibunya baru menapak tanah, turun dari becak, petaka itu datang tanpa ada isyarat. Entah dari mana datangnya, sebuah mobil menabrak becak tersebut. Nusron terpental dan terlepas dari gendongan ibunya. Jatuh ke aspal.
”Saya lupa persisnya. Gak ingat apa-apa, cuma diceritain sama saudara,” kata Nusron dengan intonasi suara yang terbatas lalu diperjelas oleh sang istri, Nuril Ukhrowiyah.
Kamis, 29 Oktober 2020, IDN Times mendatangi rumah Nusron di Jalan Kaplingan Garuda, Desa Sukorejo, Kecamatan Buduran, Sidoarjo. Rumah kecil nan sederhana itu cukup susah untuk ditemukan kalau baru pertama kali datang ke sana. Letaknya mblusuk, masuk ke gang sempit di antara dua rumah besar. Gang itu lebih pantas disebut pembatas rumah.
Di depan rumah Nusron, terdapat sebuah lapak kecil yang menjajakan makanan ringan kegemaran anak-anak. Ada juga suguhan gorengan dan rentengan aneka minuman saset. Warung itu adalah salah satu sumber penghasilan keluarga Nusron selama pandemik COVID-19. Sebetulnya, sehari-hari Nusron menyambung hidup sebagai pengendara ojek online. Namun karena sepinya order selama pandemik, Nusron pun harus memutar otak agar dapur tetap mengebul.
Kehilangan sebagian indra pendengaran
Kembali ke petaka yang menimpa Nusron semasa kecil, akibat kecelakaan tersebut Nusron mengalami cedera hebat di kepalanya. Cedera itu lantas mengubah hidup Nusron untuk selama-lamanya. Dia tumbuh dewasa dengan segala kekurangan yang dimiliki. Gara-gara cedera di kepala, Nusron kehilangan sebagian indra pendengarnya. Telinga kirinya tuli. Sama sekali tidak bisa mendengar suara.
Sedangkan yang kanan masih 'sedikit lebih baik'. Nusron masih bisa mendengar dari telinga kanan, meskipun minim sekali. Lawan ngobrolnya harus berbicara keras-keras dan sedikit mendekat ke arah Nusron.
Lantaran daya pendengarannya berkurang, Nusron pun tidak bisa menyerap berbagai kosa kata yang diucapkan orang lain. Alhasil, suara Nusron jadi tidak jelas. Bicaranya (maaf) terbata-bata, bindeng, dan gagap.
Siang itu, Nusron berpeluh keringat. Maskernya baru saja dilepas, duduk lesehan, dan mengambil jarak dengan IDN Times di ruang tengah rumahnya yang sekaligus jadi ruang tamu. Dua kancing kemeja kotak-kotaknya yang paling atas sengaja dilepas. Sambil mengibas-ngibaskan kerah bajunya saking gerahnya, Nusron menceritakan kalau dirinya baru saja pulang narik. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 13.15 WIB, tapi Nusron baru dapat satu penumpang.
“Ini baru dapat satu (penumpang). Masih dapat delapan ribu hari ini,” cerita Nusron sembari menunjukkan layar gawainya kepada IDN Times.