KH Hasan Besari, Sang 'Punjer' Para Ulama di Jawa

Ia merupakan keturunan KH Ageng Muhammad Besari

KH Hasan Besari merupakan ulama besar yang bisa dibilang menjadi 'punjer' para ulama di Pulau Jawa. Ia adalah keturunan dari Kiai Ageng Muhammad Besari. Kiai Ageng Muhammad Besari terkenal sebagai mahaguru para raja Jawa.

Sosoknya yang memiliki peran dan pengaruh penting di Tanah Jawa membuat sejarah hidupnya menarik untuk ditelusuri lebih lanjut. Jika kalian penasaran, kalian bisa simak informasi yang telah kami rangkum di bawah ini.

1. Lahir dan besar di lingkungan pondok pesantren

KH Hasan Besari, Sang 'Punjer' Para Ulama di JawaPondok Pesantren Tegalsari, tempat KH Hasan Besari dibesarkan. Facebook/Desa Wisata Religi Tegalsari

Di Ponorogo tahun 1792, lahirlah seorang anak laki-laki bernama Kanjeng Kiai Bagus Hasan Besari. Ia merupakan putra dari Kiai Muhammad Ilyas bin Kiai Ageng Muhammad Besari dengan istri pertamanya. Anak laki-laki tersebutlah yang kelak kita kenal sebagai KH Hasan Besari.

KH Hasan Besari lahir dan dibesarkan dalam lingkungan pondok pesantren. Pola asuh khas pesantren membentuknya menjadi pribadi yang berilmu luas, rendah hati, dan ahli tirakat. Bahkan sejak belia, ia sudah didapuk untuk melanjutkan perjuangan menyebarkan dakwah Islam. 

Beberapa bukti literatur menyebut KH Hasan Besari menuntut ilmu di Pondok Pesantren
Gebang Tinatar atau saat ini dikenal sebagai Pondok Pesantren Tegalsari. Ia memang lebih banyak belajar dari sang kakek. Pondok pesantren tersebut mengajarkan ilmu salaf atau pembelajaran berdasar kitab-kitab Islam klasik. Lebih spesifiknya, pesantren tersebut mengusung mazhab Syafi'i.

Baca Juga: Pesan KH Hasyim Asy'ari dalam Merayakan Maulid Nabi, Hindari Maksiat!

2. Dikenal sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Tegalsari

KH Hasan Besari, Sang 'Punjer' Para Ulama di JawaPondok Pesantren Tegalsari. Facebook/Desa Wisata Tegalsari

Sehingga tidak mengherankan jika Hasan Besari dewasa akhirnya tumbuh dengan pemikiran yang dipengaruhi mazhab Syafi'i. Setelah merampungkan studinya, KH Hasan Besari kemudian menjadi pengasuh Pondok Tegalsari pada periode keempat kepengasuhan Pondok Tegalsari (1797-1867 M).

Ia menggantikan saudaranya, Kiai Khasan Yahya yang telah memimpin selama 40 tahun namun belum membawakan perkembangan signifikan. Jabatan Kiai Khasan Yahya dicopot oleh Pakubuwono IV karena dinilai hanya sibuk memperkaya diri melalui aktivitas pertanian yang digarap para santrinya. Sebelum Kiai Khasan Yahya, tonggak kepengurusan pesantren dipegang oleh Kiai Muhammad Ilyas, ayah dari KH Hasan Besari, yang juga dicopot jabatan karena terlalu sibuk mengurus pembangunan masjid.

Selama 70 tahun kepengasuhannya (1797-1867 M), KH Hasan Besari berhasil menorehkan pencapaian yang gemilang. Ia membawa Pondok Tegalsari pada masa kejayaannya. Catatan sejarah menyebut santri di pondok tersebut telah mencapai jumlah belasan ribu, yakni sekitar 16.000 orang.

Ia mengasuh pondok pesantren itu hingga akhir hayatnya di usia 138 tahun. KH Hasan Besari dimakamkan di makam keluarga Tegalsari.

3. Merupakan cucu dari KH Ageng Besari, sang guru para raja Jawa

KH Hasan Besari, Sang 'Punjer' Para Ulama di JawaKiai Ageng Muhammad Besari. Facebook/Santri Kebumen

Hal paling menarik lainnya tentang KH Hasan Besari adalah dirinya yang merupakan cucu dari Kiai Ageng Muhammad Besari. Nama Kiai Ageng Muhammad Besari tersohor karena sosoknya yang disebut-sebut sebagai mahaguru para raja Jawa. Ia juga pendiri Pondok Pesantren Gebang Tinatar atau Tegalsari.

Menutip NU Online, Kiai Ageng Besari merupakan ulama besar di Ponorogo pada abad ke-17. Ia merupakan perpaduan antara agamawan dan bangsawan. Darah birunya ia dapatkan dari sang ayah, Kiai Anom Besari Caruban, Madiun, yang masih berada dalam garis keturunan Kerajaan Majapahit, yakni Raja Brawijaya V. Sedangkan dari sang Ibu (Nyai Anom Besari), nasabnya sampai kepada Rasulullah SAW melalui garis Sayyidati Fatimah Az-Zahra.

4. Suara merdu Hasan Besari memikat putri dari Pakubuwono IV

KH Hasan Besari, Sang 'Punjer' Para Ulama di JawaMasjid Jami' Tegalsari (instagram.com/mi_psm_walikukun)

KH Hasan Besari sempat ditangkap lalu dibawa ke Surakarta gara-gara pernah menerapkan Hukum Islam di Desa Tegalsari dan membuat desa dekitarnya iri dan meniru hal tersebut. Sunan dari Surakarta menilai itu sebagai sebuah penyelewengan. 

Di sana, KH Hasan Besari ditempatkan di Masjid Agung Surakarta. Banyak para santrinya yang berduyun-duyun datang untuk menengok KH Hasan Besari. Mereka juga melakukan salawatan bersama-sama. Suara merdu Hasan Besari ternyata memikat Murtosyah, putri Pakubuwono IV. Apalagi saat itu Hasan Besari dewasa merupakan sosok yang gagah, berpostur tegap, dan memiliki wajah yang rupawan.

Hal ini membuat Murtosyah meminta ayahnya untuk melamarkan Hasan Besari untuknya. Pernikahan pun akhirnya dilangsungkan saat KH Hasan Besari berusia 36 tahun pada 1765 M. Dari pernikahan itu, Hasan Besari dan Murtosyah dikaruniai 6 orang putra: R.M. Martopoero, R.A. Saribanon, R.A. Martorejo, R.M. Cokronegoro (ayah HOS Tjokroaminoto), R.M. Bawadi, dan R.A. Andawiyah.

Baca Juga: Mengenal Syekh Kholil al-Bangkalani, Mahaguru Para Ulama Nusantara

Kayla Jasmine Yasmara Photo Community Writer Kayla Jasmine Yasmara

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya