Upik dan Cerita Kemandirian Perempuan Kenjeran

Sang suami wafat, ia harus membesarkan 4 anak sendiri

Surabaya, IDN Times - Upik Zuraidah (37) membuka percakapan dengan mengenang masa sulitnya tiga tahun lalu. Kala itu, sang suami yang juga tulang punggung harus wafat, meninggalkannya selamanya. Rasa kehilangan yang ia rasakan makin menjadi lantaran Upik punya empat orang anak. “Yang paling besar kelas 3 SMP saat itu,” ujarnya, Selasa (6/6/2023). Kenjeran, Kecamatan Bulak, Surabaya ini sempat bingung bagaimana harus melanjutkan hidup dan menghidupi keempat anaknya.

Maklum, Upik hanya ditinggali usaha jual beli ikan tawar. Bisnis itu baru dirintis dua tahun sebelum sang suami mangkat. “Kami menyuplai ikan air tawar untuk para pedagang ikan asap. Mereka pakai ikan tawar soalnya kalau mengandalkan ikan dari nelayan sini gak cukup. Seminggu cuma bisa bakar dua kali,” ujar Upik.

Awalnya, kata Upik, tak mudah meyakinkan tetangganya untuk membeli di tempatnya. Namun, perlahan tapi pasti, warga mulai percaya kepadanya. Apalagi, Upik juga memberikan banyak keringanan bagi mereka. Salah satunya adalah soal pembayaran. Pedagang ikan asap boleh membayar seminggu sekali.

Bukan tanpa alasan Upik memberikan banyak kelonggaran. Upik tahu betul bagaimana susahnya bertahan hidup dengan hanya mengandalkan pendapatan dari melaut. “Di sini kan kebanyakan nelayan kecil. Melautnya juga jarang-jarang. Suaminya malah banyak yang membantu istrinya kerja jual ikan asap,” kata dia. Tak cuma memberikan kemudahan dalam pembayaran, Upik juga kerap mendampingi warga dalam membangun usaha. 

Kebaikan Upik membawa berkah. Pelanggannya makin banyak, usahanya juga makin tumbuh dalam dua tahun terakhir. Belakangan, ia juga mendapatkan bantuan permodalan dari Bank Rakyat Indonesia (BRI). Penguatan modal ini mampu membuatnya lebih banyak menjaring pelanggan baru. Kian banyak yang membeli darinya, makin banyak pula pedagang ikan asap yang terbantu. 

Upik bahkan kemudian didapuk menjadi ketua saat BRI membentuk klaster usaha di sana. Klaster ini merupakan kelompok usaha yang terdiri dari para pedagang ikan asap. Selain mendapatkan akses permodalan, klaster ini juga diberikan pelatihan dan sarana usaha. 

Diakui Upik, keberadaan klaster ini cukup membantu, baik bagi dirinya maupun warga setempat. “Setelah ada klaster ini kami jadi tahu banyak hal, seperti bagaimana cara packing ikan yang bagus,” ujarnya.

Upik pun kini tinggal menuai hasilnya. Sebagai pengepul ikan utama di kampungnya, dalam sebulan ia bisa meraup omzet hingga Rp30 juta. Meski berstatus orangtua tunggal, ia tetap bisa mandiri, bahkan menjadi motor pemberdayaan warga sekitar.

Sementara itu, Manajer Bisnis BRI Kantor Cabang Kapas Kerampung, Adjat Sudrajat juga mengapresiasi kegigihan Upik dalam memberdayakan perempuan di kampungnya. Keuletan Upik dan warga setempatlah yang membuat BRI akhirnya membantu mereka. “Tahun lalu kami memberikan dana CSR sebesar Rp25 juta dalam bentuk sarana produksi,” ujarnya.

Menurut Adjat, masing-masing anggota klaster yang berjumlah 40 orang mendapatkan alat pengemasan ikan. Selain itu, mereka juga mendapatkan pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR). “Setelah setahun mendapat dukungan taraf ekonomi mereka meningkat,” ujarnya.

Baca Juga: Cuan dari Sayur, Kisah Petani Urban Manfaatkan Lahan Tidur

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya