Kiat Titin Menembus 'Sesaknya' Pasar Keripik Tempe

Ternyata pasar tempe tak sesimpel rasanya

Sidoarjo, IDN Times - Sebagai penikmat, Titin Nur Faizah mulanya mengira bahwa berbisnis keripik tempe sangat mudah. Maklum, pencinta olahan kedelai ini sangat banyak. Apalagi, ia punya kakak asal Ngawi yang sukses berbisnis tempe. 

Berbekal resep dari sang kakak, pada tahun 2016 ia mencoba untuk memproduksi tempe di tempat tinggalnya, Sidoarjo. Berkali-kali ia mencoba, sesering itu pula gagal. “Saat dibuat keripik, banyak yang gosong. Padahal, resepnya sudah persis,” kata dia kepada IDN Times, Selasa (23/5/2023). 

Semakin sering gagal, Titin kian penasaran. Ia kemudian mencoba membeli tempe dari tetangga sekitar. Hasilnya sama, gagal. Titin lalu bertemu dengan seorang pedagang tempe asal Malang. Orang tersebut menyarankannya menggunakan tempe Malang sebagai bahan baku. 

“Setelah setahun mencoba, ternyata tempe dari orang ini paling cocok.“Kuncinya, tempe harus dari Malang. Soalnya suhu dan air di Malang memang cocok untuk proses fermentasi kedelai," kata dia.

Benar saja, saat mulai dipasarkan tahun 2018, keripik tempenya jadi rebutan di pasar. Ia menyebut produknya punya banyak keunggulan dibandingkan ratusan merek tempe yang beredar di Sidoarjo. “Rasanya pasti lebih enak. Harganya lebih mahal memang. Tapi dengan harga segitu sudah bisa dapat rasa autentik seperti di Ngawi,” kata Titin. 

Untuk lebih memperluas pasar, Tttin kemudian bergabung dengan komunitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di daerahnya. Selain mendapat berbagai pembinaan, ia juga berkesempatan memajang produknya di berbagai pameran. Melalui momen-momen bazar, usahanya mulai dikenal luas, terutama oleh pasar menengah ke atas.

Dari sini juga Titin kemudian mendapat dorongan untuk mengurus berbagai perizinan, seperti Pelaku Industri Rumah Tangga (PIRT). Bahkan, para pelanggan setia menyarankan Titin untuk re-branding dengan memperbaiki kemasan. “Tapi kan pasti nanti harganya naik. Saya mulanya gak yakin, takut pelanggan saya banyak yang kabur,” kata dia. 

Setelah berpikir beberapa hari, Titin akhirnya menerima saran mereka. Ia mengganti seluruh kemasan produknya dengan bungkus lebih berwarna dan kekinian. Tak cuma berbagai perizinan, Titin bahkan menempelkan label uji nutrisi untuk lebih meyakinkan pelanggan. Konsekuensinya, ia harus ‘membunuh’ pasar menengah ke bawah. 

Dengan berbagai perhitungan, termasuk pelatihan manajemen yang ia dapat dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) langkah Titin itu berhasil. Produknya jadi salah satu unggulan di tengah sesaknya pasar keripik tempe di Sidoarjo.

Bahkan, kini ia berinovasi dengan menciptakan keripik tempe rasa udang dan bandeng. Ia ingin mengangkat dua komoditas tersebut karena jadi ciri khas Sidoarjo. Dengan bibir tersungging, Titin pun membeberkan hasil kerja kerasnya selama ini. “Lumayan, kini sebulan omzetnya Rp3 jutaan dapatlah.” 

Baca Juga: Sempat Menolak, Yudit Kini Nikmati Cuan dari Kulit Ikan Dori

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya