Bisnis Perhiasan Sieltje, Setelah Pandemi Kini Diadang Perang Ukraina

Ia memutar otak agar bisnis perhiasannya terus berjalan

Sidoarjo, IDN Times - Pandemi COVID-19 benar-benar membuat bisnis perhiasan milik Sieltje Kurniawan goyang. Usaha yang ia warisi dari orangtua sejak tahun 2016  itu terbentur berbagai aturan pembatasan.. Walhasil, pesanan yang kebanyakan berasal dari luar negeri susut hingga 50 persen. Untuk sekadar memenuhi sisa permintaan yang ada, Sieltje bahkan harus mengubah mekanisme produksinya. 

“Biasanya kan kerja di workshop, saat pandemi kemarin perajin kerja dari rumah sendiri-sendiri. Khawatir penularan COVID-19,” kata Sieltje, Selasa (23/5/2023). Perubahan cara produksi ini pun membuatnya harus mengeluarkan biaya lain seperti ongkos kirim dan pengemasan. 

Sieltje mengaku rela melakukan apapun asal pelanggan tak kabur. Maklum, usaha perhiasan berbahan kuningan dan perak ini telah menjadi komoditas ekspor sejak tahun 2003. Produknya sudah digunakan pelanggan dari berbagai negara, seperti Amerika, Australia, Swedia, hingga Jepang. Menurut dia, meladeni pembeli dari luar negeri bukan perkara mudah. “Mereka sangat jeli. Mereka biasanya akan mengecek mulai kadar hingga bentuknya. Kalau ada cacat sedikit pasti tahu dan tak bakalan mau.”

Ia menceritakan, pandemi kemarin jadi salah satu momen tersulit. “Pandemi membuat para pelanggan jadi mekin jeli. Mereka bisa-bisa cari alasan biar uang balik,” kata dia. Beruntung, perempuan asal Surabaya ini berhasil kembali meyakinkan pelanggannya. Lagi-lagi ia menuruti permintaan perubahan seperti yang diinginkan pelanggan. Tentu saja cara ini bikin dia mengeluarkan ekstra biaya, mulai pengiriman hingga jasa perajin. “Saya terpaksa melakukan ini, kalau ditolak mereka bisa kabur cari produsen lain dari Thailand.”

Seribu trik benar-benar dilakukan Sieltje agar bisnisnya tak tenggelam dihantam pandemi. Ia baru bisa bernafas lega setelah tahun 2021 pemerintah kembali melonggarkan berbagai kebijakan. 

Sayangnya, kondisi itu tak lama. Sieltje kembali dihadapkan dengan kondisi saat perang Rusia dan Ukraina pecah. Menurut Sieltje, dampak perang dua negara ini bisa lebih besar daripada pandemi. Pelanggannya dari eropa, terutama Swedia memilih menyetop pesanan. Ia kembali harus memutar otak. 

Setelah berpikir cukup lama, Sieltje akhirnya mencoba fokus di pasar lokal. Tentu hal ini bukan langkah mudah mengingat sejak tahun 2003, 90 persen target pasarnya adalah pelanggan luar negeri. 

Demi menarik pasar dalam negeri, ia pun memproduksi perhiasan dengan harga lebih miring. “Kendalanya, saya belum biasa memasarkan lewat media sosial. Sementara kalau pasar lokal battle-nya di media sosial. Saya belum punya ilmu bikin konten-konten promosi,” ujarnya. 

Sieltje akhirnya mengikuti berbagai pelatihan yang digelar oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI). dari pelatihan itu ia mengaku mendapat banyak ilmu baru. “Makin membuka pola pikir saya. Selama ini kan saya aktif di pemasaran digital karena kebiasaaan main di pasar luar negeri,” ujarnya. Sembari terus meningkatkan kemampuannya di bidang pemasaran digital, Sieltje berharap perang Ukraina dan Rusia segera berakhir.  

Baca Juga: Peyek Kupang dan Mimpi Yuliani Membawa Kuliner Sidoarjo Mendunia 

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya