Krisis Regenerasi Dalang di Banyuwangi, Wayang Kulit Memaksa Eksis
Setidaknya masih ada yang mencintai wayang kulit
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Banyuwangi, IDN Times - Wayang kulit, adalah sebuah kesenian tanah Jawa yang sudah berusia ratusan tahun. Kesenian ini merupakan histori lokal yang menjadi saksi sejarah media dakwah penyebaran agama Islam di masa Sunan Kalijaga. Seiring bertambah tua zaman, wayang kulit mulai terlupakan.
Dominasi modernisasi hiburan, menyebabkan para milenial dan generasi Z saat ini enggan menggemari wayang kulit. Tidak hanya itu, krisis minat profesi dalang juga semakin membuat wayang kulit nyaris ditelan perubahan zaman.
Kendati demikian, di beberapa wilayah yang masih menganut budaya Jawa, tetap menjaga wayang kulit yang menjadi warisan leluhur ini tetap lestari. Di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, misalnya. Meskipun tak sering ada, namun pagelaran wayang kulit nyatanya masih juga diminati.
Bahkan ada sebuah komunitas bernama Paguyuban Dalang Keneman Banyuwangi (Padakawangi). Komunitas ini berisikan anak-anak muda yang menjadi dalang. Bahkan komunitas dalang muda ini kerap mengadakan sebuah pentas pewayangan mini.
Baca Juga: De Djawatan Forest Banyuwangi: Lokasi, Aktivitas, dan Daya Tarik
1. Wayangan Climen, regenerasi dalang di pentas mini
Wayangan Climen atau pertunjukan wayang kecil-kecilan, merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh dalang muda di Banyuwangi untuk melestarikan wayang kulit. Wayangan Climen ini digelar dengan pentas mini dan sederhana. Baik dari kelengkapan wayang kulit atau pengiringnya berjumlah sedikit dari pagelaran wayang kulit pada umumnya.
Ketua Padakawangi, dalang muda Ki Andre Tri Winarto, mengatakan bahwa komunitas ini tidak hanya berisikan dalang muda saja. Namun, mereka yang juga mencintai kesenian wayang kulit atau yaga (pengiring gamelan) pangelaran wayang kulit juga masuk di dalamnya.
Untuk melestarikan keberadaan wayang kulit di Banyuwangi, Padakawangi biasanya rutin menggelar wayangan Climen. Lokasinya tidak menentu, namun selalu dilakukan setidaknya sebulan sekali. Diakuinya, saat ini memang terjadi krisis regenerasi dalang-dalang muda di Banyuwangi.
"Dari segi peminat tidak banyak namun tetap ada. Dari segi dalang juga sangat minim regenerasi. Beliau-beliau dalang veteran juga sudah tidak mentas lagi karena faktor usia," kata Andre kepada IDN Times, Jumat (4/11/2022).
Andre mengakui, profesi dalang ini dilakoninya lantaran kebiasaan ayahnya yang merupakan seorang yaga senior di Banyuwangi. Seiring bertambahnya usia, Andre kemudian melah tertarik untuk menjadi seorang dalang. Kurang lebih 10 tahun sudah Andre belajar untuk memainkan peran sebagai seorang dalang pentas.
"Belajar dari sesepuh dalang di Banyuwangi. Pakem wayang dan teknik memerankan setiap karakter beserta bagaimana suara khas mereka semua belajar dari para dalang langsung, tidak lewat sekolah pedalangan," ungkapnya.
Lalu apakah menjadi dalang adalah sebuah profesi yang 'memalukan' di era moderen saat ini?
Andre nampaknya cukup geram dengan istilah 'memalukan' tersebut. Justru menurutnya, dalang adalah sebuah profesi yang harus dan terus serta tidak boleh punah hingga kapan pun. Karena menjadi dalang adalah sebuah kebanggaan bagi Andre.
Andre mengibaratkan pagelaran wayang layaknya sebuah semesta kehidupan. Di mana seorang dalang adalah yang menggerakkan dan menentukan jalan cerita dari kehidupan para wayang.
"Dalang adalah profesi yang harus terus diregenerasi. Tidak boleh punah. Karena wayang tanpa dalang ibarat tubuh tanpa nyawa. Dalang adalah ruh yang menggerakkan dan menghidupkan wayang," jelas Andre.
Meskipun terkadang wayangan Climen tidak ada penonton dari golongan muda, namun Andre dan Padakawangi tetap menggelarnya secara rutin. Dia mengaku, inilah cara para dalang muda di Banyuwangi untuk melestarikan, mengenalkan dan membiasakan masyarakat untuk terbiasa melihat wayang.
"Dari biasa hingga akhirnya suka. Dari peduli hingga akhirnya cinta, itulah keinginan kami dari Padakawangi yang ingin melestarikan wayang kulit ini selalu ada di Banyuwangi. Setidaknya tidak sampai punah," tegasnya.
Baca Juga: Komunitas Wayang Merdeka Kenalkan Wayang secara Menyenangkan